Cemburu Buta Berujung Maut: Remaja 16 Tahun Habisi Kekasih Mahasiswi, Polisi Tegas Tolak Diversi!

Dyandra

Diagram analisis 5 Whys, menelusuri akar masalah perilaku dan emosi tak terkendali.
Menganalisis akar masalah, seperti dengan metode 5 Whys, krusial memahami pemicu emosi tak terkendali dalam tragedi ini.

NEWS TNG– Jakarta – Gak habis pikir, sebuah kisah tragis kembali mengguncang Ibu Kota. Seorang remaja pria berusia 16 tahun berinisial FF, tega menghabisi nyawa kekasihnya sendiri, IM (23), seorang mahasiswi asal Nusa Tenggara Timur. Yang bikin geleng-geleng kepala, pemicunya cuma masalah sepele: kecemburuan buta gara-gara sebuah foto di ponsel.

Insiden mengerikan ini terjadi di Ciracas, Jakarta Timur, dan berhasil diungkap oleh pihak kepolisian. Peristiwa pembunuhan ini sontak menjadi sorotan publik, terutama karena usia pelaku yang masih sangat muda dan motif yang begitu miris. Kasus ini sekaligus menjadi pengingat betapa bahayanya emosi yang tak terkendali dalam sebuah hubungan.

Foto Pemicu Amarah yang Berujung Petaka

Semua bermula saat FF dan IM sedang berbincang santai. Entah bagaimana, FF kemudian mengecek ponsel korban. Di situlah ia menemukan sebuah foto IM bersama pria lain yang tidak dikenal. Seketika, amarah FF meledak. Kecemburuan yang membabi buta langsung menyelimutinya, mengubah suasana romantis menjadi cekcok mulut yang panas.

Adu mulut itu semakin memanas, membuat suasana tegang dan mencekam. FF yang sudah terbakar emosi, tidak mampu lagi mengendalikan diri. Dari pertengkaran verbal, situasi berubah menjadi kekerasan fisik yang tak termaafkan.

Detik-detik Mencekam Pembunuhan

Saat pertengkaran memuncak, korban IM yang panik sempat berteriak minta tolong. Namun, teriakan itu justru membuat FF makin kalap. Dalam keadaan emosi yang tak terkontrol, FF dengan brutal menutup mulut IM, berusaha membungkam suara kekasihnya itu.

Tak berhenti di situ, FF kemudian mencekik leher hingga dagu IM dengan sekuat tenaga. Korban yang tak berdaya pun akhirnya terkapar, kehabisan napas, dan nyawanya melayang di tangan orang yang seharusnya melindunginya. Sebuah akhir yang sangat menyedihkan bagi seorang mahasiswi muda yang memiliki masa depan cerah.

Penangkapan Pelaku dan Barang Bukti

Setelah aksi keji tersebut, polisi segera bergerak cepat. Berdasarkan laporan dan penyelidikan awal, tim Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Timur berhasil mengidentifikasi dan menangkap FF. Remaja itu diamankan di rumahnya pada Sabtu, 13 September 2025, sekitar pukul 00.05 WIB, hanya beberapa jam setelah kejadian.

Dari lokasi kejadian, polisi mengamankan sejumlah barang bukti penting. Mulai dari pakaian yang dikenakan korban dan pelaku, hingga bantal yang berlumuran bercak darah, semuanya dikumpulkan untuk memperkuat penyelidikan. Barang bukti ini menjadi saksi bisu atas kekejaman yang telah terjadi.

Jeratan Hukum dan Penolakan Diversi

Kini, FF harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di mata hukum. Ia dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan Pasal 351 Ayat 3 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian. Ancaman hukuman yang menanti FF tidak main-main, yaitu maksimal 7 tahun penjara.

Meskipun FF masih berstatus anak di bawah umur, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Timur, Ajun Komisaris Besar Polisi Dicky Fertoffan, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mengajukan diversi. "Tidak akan diajukan diversi," kata AKBP Dicky dengan tegas.

Mengapa Diversi Ditolak?

Keputusan untuk tidak mengajukan diversi ini menjadi sorotan. Diversi sendiri adalah pengalihan penyelesaian perkara pidana anak dari proses pengadilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Tujuannya adalah untuk memberikan kesempatan kedua bagi anak yang berhadapan dengan hukum, agar tidak langsung masuk ke sistem peradilan formal.

Namun, dalam kasus pembunuhan berencana atau tindak pidana berat lainnya yang melibatkan anak, diversi seringkali tidak diterapkan. Hal ini karena tingkat keseriusan kejahatan dan dampak yang ditimbulkan terhadap korban dan masyarakat. Penolakan diversi ini menunjukkan keseriusan polisi dalam menangani kasus pembunuhan ini, meskipun pelakunya masih di bawah umur.

Tragedi yang Menjadi Pelajaran

Kasus ini menjadi pengingat pahit bagi kita semua, terutama para anak muda, tentang bahaya kecemburuan yang tak terkendali dan kekerasan dalam hubungan. Emosi yang meledak-ledak tanpa kontrol bisa berujung pada tragedi yang tak terbayangkan, merenggut nyawa dan menghancurkan masa depan.

IM, mahasiswi asal Manggarai, NTT, harus kehilangan nyawanya secara tragis di usia muda. Sementara FF, di usia 16 tahun, harus menghadapi konsekuensi hukum yang berat dan masa depan yang suram di balik jeruji besi. Semoga kasus ini bisa menjadi pelajaran berharga agar kita semua lebih bijak dalam mengelola emosi dan menjalin hubungan. Pihak kepolisian masih terus mendalami kasus ini untuk memastikan semua fakta terungkap dengan jelas.

Disunting oleh: S. Reja

Terakhir disunting: Oktober 1, 2025

Komentar Pembaca

    pos terkait