160 x 600 AD PLACEMENT
160 x 600 AD PLACEMENT
160 x 600 AD PLACEMENT
160 x 600 AD PLACEMENT

Gasifikasi Batu Bara: Untung Rugi & Dampaknya

NEWS TANGERANG– Dorongan kuat datang dari pengusaha sektor pertambangan kepada pemerintah untuk segera mengakselerasi proyek hilirisasi batu bara. Fokus utamanya adalah pengembangan teknologi gasifikasi atau Dimethyl Ether (DME), terutama di tengah kondisi pasar ekspor batu bara yang sedang lesu. Langkah ini dianggap krusial untuk masa depan energi Indonesia.

F. Hary Kristiono, Ketua Bidang Kajian Batu Bara dari Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), menegaskan bahwa gasifikasi batu bara bisa menjadi kunci untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor minyak dan gas. Selain itu, upaya ini juga akan mempercepat target swasembada energi nasional. “Selama ini kita masih mengimpor minyak dan gas, padahal kita punya batu bara yang bisa dikonversi jadi minyak maupun gas,” ujar Kristiono dalam sebuah diskusi yang diadakan Investortrust pada Jumat, 30 Mei 2025.

Lantas, apa itu gasifikasi batu bara? Proses ini sederhananya mengubah batu bara menjadi gas alami sintetis atau syngas. Syngas ini kemudian bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, mulai dari pembangkit listrik, pemanas, hingga bahan baku produksi kimia. Menariknya, proses gasifikasi diklaim menghasilkan emisi polutan yang lebih rendah dibandingkan pembakaran batu bara konvensional. Inilah mengapa gasifikasi dianggap sebagai langkah awal penting menuju transisi ke energi bersih, terutama bagi negara-negara yang sangat bergantung pada batu bara seperti Indonesia, India, dan Cina.

Pemerintah sendiri sangat mendukung inisiatif hilirisasi batu bara ini, termasuk pengembangan DME. Dilansir dari laman Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, DME berpotensi besar menjadi substitusi atau bahkan campuran untuk Liquefied Petroleum Gas (LPG) karena karakternya yang sangat mirip. “Kebutuhan LPG yang tinggi ini, belum bisa diimbangi dengan kemampuan produksi LPG dalam negeri. Untuk itu, kita harus cari solusinya,” jelas Montty Girianna, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Pengembangan DME bukan sekadar wacana. Proyek ini merupakan bagian integral dari rencana percepatan penghiliran yang telah dicanangkan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto pada 3 Maret 2025. Saat itu, pemerintah menyepakati 21 proyek penghiliran tahap pertama dengan total investasi fantastis mencapai US$ 40 miliar atau sekitar Rp 650 triliun. Proyek-proyek ini tidak hanya mencakup pengolahan minyak dan gas serta komoditas pertambangan, tetapi juga penghiliran produk pertanian dan kelautan, menunjukkan komitmen besar terhadap peningkatan nilai tambah sumber daya alam.

Namun, Kristiono juga tidak menampik bahwa proyek gasifikasi batu bara ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Estimasi kebutuhan investasinya mencapai US$ 1.100 miliar atau sekitar Rp 480 triliun per tahun selama tiga dekade ke depan. “Tanpa komitmen kuat dari negara dan dukungan sektor swasta, hilirisasi energi ini tidak akan terwujud,” tegasnya, menyoroti pentingnya kolaborasi multisector.

Meskipun demikian, tidak semua pihak optimis. Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, misalnya, meragukan kemampuan harga DME untuk bersaing dengan LPG yang sudah ada. Lebih lanjut, Fabby juga menyoroti potensi proyek gasifikasi ini dalam menghasilkan emisi gas rumah kaca yang tinggi. Ia menilai, proyek ini memiliki risiko yang signifikan, terutama jika melihat skala keekonomiannya yang besar.

Nandito Putra dan Vindry Florentin berkontribusi dalam artikel ini.

Mengapa Pengurusan Izin Tenaga Kerja Asing Rawan Korupsi

Ringkasan

Pengusaha pertambangan mendesak pemerintah mengakselerasi hilirisasi batu bara, khususnya pengembangan gasifikasi atau Dimethyl Ether (DME), sebagai solusi pasar ekspor yang lesu dan masa depan energi. Inisiatif ini dianggap krusial untuk mengurangi ketergantungan pada impor minyak dan gas serta mencapai swasembada energi nasional. Gasifikasi mengubah batu bara menjadi syngas untuk berbagai keperluan, diklaim dengan emisi lebih rendah, dan didukung pemerintah sebagai langkah awal transisi energi bersih serta substitusi LPG.

Meskipun demikian, proyek gasifikasi batu bara ini membutuhkan investasi besar, diperkirakan mencapai US$1,1 triliun per tahun selama tiga dekade, yang memerlukan komitmen kuat dari negara dan swasta. Kritikus seperti Fabby Tumiwa dari IESR meragukan kemampuan harga DME untuk bersaing dengan LPG yang sudah ada. Kekhawatiran juga muncul mengenai potensi emisi gas rumah kaca yang tinggi dan risiko keekonomian proyek berskala besar ini.

Penulis: Santika Reja

Editor: Santika Reja

Terakhir disunting: Juni 1, 2025

Kamu mungkin juga suka ini!