NEWS TANGERANG– Kabar mengejutkan datang dari Nusa Tenggara Timur (NTT), mencoreng citra institusi penegak hukum. Empat anggota Polres Manggarai bersama dua pegawai harian lepas (PHL) resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penganiayaan berat terhadap seorang warga bernama Claudius Aprilianus Sot (23), atau akrab disapa Odi. Insiden yang bikin geleng-geleng kepala ini terjadi di markas kepolisian itu sendiri, menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
Keenam tersangka kini harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka. Empat polisi yang terlibat diidentifikasi dengan inisial AES, MN, B, dan MK. Sementara itu, dua warga sipil yang juga terseret dalam perkara ini adalah PAC dan FM.
Korban, Odi, saat ini masih harus menjalani perawatan medis intensif di RSUD Ruteng, Manggarai, akibat luka-luka yang dideritanya. Kondisinya tentu memprihatinkan dan menjadi sorotan publik, memicu desakan agar kasus ini diusut tuntas tanpa pandang bulu.
Proses Hukum Cepat dan Transparan
Wakapolres Manggarai, Kompol Mei Charles Sitepu, dalam konferensi pers yang digelar Senin malam (8/9/2025), menegaskan komitmen kepolisian untuk menangani kasus ini secara profesional dan sesuai prosedur hukum yang berlaku. Pernyataan ini disampaikan dalam keterangan resmi pada Selasa (9/9/2025).
Ia menjelaskan, penanganan perkara ini bermula dari laporan polisi yang dibuat oleh keluarga korban. Proses penyelidikan dan pemeriksaan saksi-saksi oleh tim Reskrim pun langsung digeber, menunjukkan keseriusan dalam mengungkap kebenaran.
Setelah serangkaian gelar perkara yang mendalam, kasus ini dinilai memenuhi syarat untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan. Ini adalah langkah krusial yang menunjukkan bahwa ada cukup bukti untuk melanjutkan proses hukum.
Semua Tersangka Langsung Ditahan
Sebagai bukti keseriusan, Kompol Mei Charles Sitepu memastikan bahwa keenam tersangka tidak diberikan kelonggaran sedikit pun. Mereka langsung ditahan setelah penetapan status tersangka dan peningkatan kasus ke tahap penyidikan.
Langkah cepat ini diharapkan dapat memberikan rasa keadilan bagi korban dan keluarganya. Selain itu, tindakan tegas ini juga menjadi peringatan keras bagi siapa pun yang mencoba melanggar hukum, termasuk aparat penegak hukum itu sendiri.
Kronologi Kejadian: Berawal dari Pop Mie di Malam Hari
Insiden tragis yang membuat Odi harus dirawat ini bermula pada Minggu dini hari, 7 September 2025. Menurut paparan kepolisian, korban Odi bersama tiga rekannya sedang dalam perjalanan untuk membeli makanan instan, yaitu pop mie, di depan Pengadilan Negeri Ruteng.
Di sanalah mereka berpapasan dengan salah satu tersangka. Entah bagaimana, keributan tak terhindarkan dan suasana memanas di lokasi tersebut, memicu insiden yang tidak diinginkan.
Tak lama berselang, tersangka lain berinisial AJ tiba di lokasi dengan mobil patroli. Atas permintaan rekannya, AJ kemudian membawa Odi ke ruang SPKT Polres Manggarai dengan dalih pengamanan.
Namun, yang terjadi selanjutnya sungguh di luar dugaan. Di dalam ruang SPKT itulah Odi diduga menjadi sasaran penganiayaan brutal oleh keenam tersangka, termasuk dua pegawai sipil yang bekerja di lingkungan Polres. Ngerinya, tempat yang seharusnya menjadi benteng keamanan dan pelindung masyarakat justru berubah menjadi lokasi tindak kekerasan.
Kejadian ini tentu menimbulkan pertanyaan besar tentang integritas dan pengawasan di internal kepolisian. Masyarakat berharap kasus ini dapat menjadi momentum untuk perbaikan dan penegakan disiplin yang lebih ketat di tubuh Polri.
Pasal Berlapis dan Ancaman Hukuman Berat
Pihak kepolisian memastikan bahwa para tersangka akan dijerat dengan pasal-pasal berlapis yang memiliki ancaman hukuman serius. Mereka dijerat Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan, Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan, serta Pasal 55 KUHP tentang turut serta melakukan tindak pidana.
Dengan jeratan pasal-pasal tersebut, para tersangka terancam hukuman maksimal hingga sembilan tahun penjara. Ini adalah konsekuensi berat yang harus mereka hadapi atas perbuatan keji yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa hukum tidak akan pandang bulu.
Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa tidak ada seorang pun yang kebal hukum, termasuk mereka yang mengenakan seragam penegak hukum. Keadilan harus ditegakkan tanpa kompromi, demi menjaga kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.
Penulis: Dyandra
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: Oktober 3, 2025