NEWS TANGERANG– Bandung digemparkan oleh sebuah tragedi memilukan. Seorang pemuda berinisial JA (24) harus kehilangan nyawa akibat pengeroyokan brutal di Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung. Namun, yang lebih mengejutkan, para pelaku yang kini diamankan ternyata masih berstatus pelajar dan anak di bawah umur.
Kasus ini mulai menemukan titik terang pada 22 Agustus 2025. Pihak kepolisian berhasil mengamankan 11 orang yang diduga terlibat dalam aksi keji tersebut. Penangkapan ini sontak menjadi sorotan, mengingat usia para pelaku yang masih sangat muda.
Awal Mula Tragedi di Baleendah
Peristiwa nahas ini terjadi pada malam hari di sebuah lokasi di Baleendah yang hingga kini masih didalami oleh pihak kepolisian. JA, korban pengeroyokan, ditemukan dalam kondisi mengenaskan setelah menjadi sasaran amuk massa. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi keluarga dan kerabat.
Masyarakat sekitar pun dibuat resah dan bertanya-tanya. Bagaimana mungkin sekelompok remaja bisa melakukan tindakan sebrutal itu? Pertanyaan ini menjadi pemicu bagi kepolisian untuk segera mengungkap tabir di balik kejadian tragis tersebut.
11 Pelaku Diamankan, Semuanya Masih Pelajar!
Kapolresta Bandung, Kombes Pol Aldi Subartono, dalam keterangannya, mengungkapkan detail yang membuat banyak pihak terkejut. Dari 11 orang yang berhasil diamankan, seluruhnya masih di bawah umur dan berstatus sebagai pelajar. Mereka berasal dari lima sekolah berbeda yang tersebar di wilayah Baleendah.
"Dari hasil penyelidikan, 11 orang yang kita amankan seluruhnya masih di bawah umur dan masih duduk di bangku sekolah," jelas Kombes Aldi. "Mereka berasal dari lima sekolah yang berbeda di kawasan Baleendah." Fakta ini menjadi alarm keras bagi dunia pendidikan dan para orang tua.
Dua Otak Pengeroyokan Teridentifikasi
Dari belasan pelajar yang diamankan, dua di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka utama. Keduanya diduga menjadi aktor kunci dalam aksi pengeroyokan maut tersebut. Peran mereka dalam insiden ini masih terus didalami untuk mengungkap motif sebenarnya.
Penetapan tersangka ini menjadi langkah awal dalam proses hukum. Pihak kepolisian berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini secara transparan dan adil, meskipun para pelaku masih berusia anak-anak.
Jerat Hukum untuk Anak di Bawah Umur: Antara Pidana dan Pembinaan
Meskipun berstatus di bawah umur, para pelaku tetap akan menjalani proses hukum. Namun, penanganannya akan berbeda, mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Undang-undang ini dirancang khusus untuk melindungi hak-hak anak yang berhadapan dengan hukum.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 170 KUHP. Pasal ini mengatur tentang pengeroyokan yang mengakibatkan korban meninggal dunia, dengan ancaman pidana maksimal 12 tahun penjara. Namun, karena mereka masih anak-anak, penerapan hukumnya akan menitikberatkan pada pembinaan.
"Proses hukum tetap berjalan. Namun karena mereka masih di bawah umur, penanganannya mengacu pada UU Peradilan Anak," kata Kombes Aldi. "Fokusnya adalah pembinaan, bukan sekadar pemidanaan." Ini berarti, tujuan utamanya adalah mengembalikan anak ke jalur yang benar, bukan hanya menghukum.
Sistem peradilan anak bertujuan untuk memberikan kesempatan kedua bagi pelaku di bawah umur. Mereka diharapkan bisa menyadari kesalahan, menjalani rehabilitasi, dan kembali menjadi bagian masyarakat yang produktif. Ini adalah pendekatan yang lebih humanis, namun tetap tidak menafikan keadilan bagi korban.
Peringatan Keras untuk Orang Tua dan Sekolah
Kasus ini menjadi momentum penting bagi semua pihak untuk berefleksi. Kapolresta Bandung secara tegas mengimbau para orang tua dan pihak sekolah agar lebih meningkatkan pengawasan. Pergaulan dan aktivitas anak-anak, terutama di luar jam sekolah, harus menjadi perhatian utama.
"Kami minta para orang tua dan guru untuk tidak lengah," ujar Aldi. "Peran pengawasan keluarga dan sekolah sangat penting agar kejadian seperti ini tidak terulang." Lingkungan pergaulan yang salah seringkali menjadi pemicu utama kenakalan remaja yang berujung pada tindak kriminal.
Orang tua memiliki tanggung jawab besar dalam membentuk karakter dan moral anak. Komunikasi yang terbuka, pengawasan yang bijak, serta penanaman nilai-nilai kebaikan harus terus dilakukan. Sementara itu, sekolah juga berperan dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman dan positif, serta memberikan edukasi tentang bahaya kekerasan.
Komitmen Polisi Berantas Kekerasan Remaja
Pihak kepolisian menegaskan bahwa mereka tidak akan tinggal diam. Kapolresta Bandung menyatakan akan terus menyisir dan memantau potensi kerawanan remaja di wilayah Kabupaten Bandung. Terutama, yang melibatkan pelajar dalam aksi kekerasan.
"Kita tidak ingin ada korban berikutnya," tegas Aldi. "Kami akan tindak tegas setiap aksi kekerasan yang melibatkan anak-anak dan pelajar." Komitmen ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah insiden serupa terjadi di masa mendatang.
Patroli rutin, pendekatan persuasif kepada kelompok remaja, hingga tindakan tegas jika ditemukan pelanggaran, akan terus dilakukan. Ini adalah upaya nyata kepolisian untuk menjaga ketertiban dan keamanan, khususnya di kalangan generasi muda.
Sebuah Refleksi untuk Kita Semua
Kasus pengeroyokan yang melibatkan pelajar ini adalah cerminan dari masalah sosial yang lebih dalam. Pertanyaan tentang mengapa anak-anak bisa terlibat dalam kekerasan ekstrem perlu dijawab bersama. Apakah karena kurangnya perhatian, pengaruh lingkungan, atau minimnya pemahaman tentang konsekuensi hukum?
Masyarakat, pemerintah, sekolah, dan keluarga memiliki peran masing-masing. Bersama-sama, kita harus menciptakan lingkungan yang aman, mendukung, dan mendidik. Tujuannya agar anak-anak tumbuh menjadi individu yang bertanggung jawab dan menjauhi segala bentuk kekerasan.
Kasus ini masih terus dikembangkan untuk mengungkap motif dan peran masing-masing pelaku secara lebih detail. Semoga keadilan dapat ditegakkan dan tragedi serupa tidak akan terulang lagi di masa depan.
Penulis: Dyandra
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: September 28, 2025