NEWS TANGERANG– Selasa, 9 September 2025 – 13:27 WIB
Kabar mengejutkan mengguncang Nusa Tenggara Timur (NTT), memicu pertanyaan serius tentang integritas aparat penegak hukum. Empat anggota Polres Manggarai, bersama dengan dua pegawai harian lepas (PHL) yang bekerja di lingkungan kepolisian, resmi ditetapkan sebagai tersangka. Mereka diduga terlibat dalam kasus penganiayaan berat yang menyebabkan seorang pemuda bernama Claudius Aprilianus Sot (23), atau yang akrab disapa Odi, terkapar kritis dan harus menjalani perawatan intensif.
Insiden tragis ini terjadi pada Minggu dini hari, 7 September 2025, di lokasi yang seharusnya menjadi benteng keamanan masyarakat: lingkungan Polres Manggarai sendiri. Penetapan enam tersangka ini sontak menjadi sorotan utama, tidak hanya di Manggarai tetapi juga secara nasional, menyoroti pentingnya akuntabilitas dan profesionalisme dalam setiap tindakan aparat. Kasus ini memicu gelombang kekhawatiran dan tuntutan keadilan dari berbagai pihak.
Detik-detik Mencekam di Polres Manggarai
Identitas para tersangka dari institusi kepolisian telah diungkap, meliputi inisial AES, MN, B, dan MK. Sementara itu, dua warga sipil yang berstatus PHL di Polres Manggarai, berinisial PAC dan FM, juga turut terseret dalam pusaran kasus ini. Keterlibatan enam orang, termasuk aparat penegak hukum, dalam dugaan penganiayaan berat ini menjadi pukulan telak bagi citra kepolisian.
Wakapolres Manggarai, Kompol Mei Charles Sitepu, dalam konferensi pers yang digelar Senin malam (8/9/2025), memberikan pernyataan resmi yang tegas terkait perkembangan kasus. Ia menegaskan bahwa penanganan perkara ini dilakukan secara transparan, profesional, dan sesuai prosedur hukum yang berlaku. Komitmen pihak kepolisian untuk mengusut tuntas insiden ini tanpa pandang bulu menjadi harapan besar bagi masyarakat.
"Terkait kasus ini, kami sudah tangani secara prosedural berdasarkan laporan polisi yang dibuat keluarga korban," jelas Kompol Mei Charles Sitepu. "Ini kemudian dilanjutkan dengan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap beberapa saksi oleh rekan-rekan Reskrim. Setelah gelar perkara, kasus ini layak untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan." Penanganan cepat ini menunjukkan keseriusan institusi dalam menindak anggotanya yang diduga melanggar hukum.
Korban Terkapar, 6 Tersangka Langsung Ditahan
Setelah serangkaian penyelidikan intensif dan gelar perkara yang mendalam, keputusan tegas pun diambil. Keenam tersangka, baik anggota polisi maupun pegawai sipil, langsung ditahan untuk menjalani proses hukum lebih lanjut. Penahanan ini dilakukan untuk memastikan kelancaran penyidikan, mencegah potensi penghilangan barang bukti, atau upaya intervensi yang dapat menghambat keadilan.
"Keenam tersangka langsung kami tahan setelah gelar perkara dan menaikkan kasus ini ke tahap penyidikan," tegas Kompol Mei Charles Sitepu. Langkah cepat ini diharapkan dapat memberikan keadilan yang seadil-adilnya bagi korban dan keluarganya. Selain itu, tindakan ini juga menjadi peringatan keras bagi siapa pun yang mencoba melanggar hukum, terutama mereka yang memiliki tanggung jawab menjaga keamanan dan ketertiban.
Odi, korban penganiayaan, saat ini masih terbaring lemah dan dirawat di RSUD Ruteng, Manggarai, NTT. Kondisinya menjadi perhatian utama, dan publik menanti kejelasan serta keadilan atas apa yang menimpanya. Kasus ini tidak hanya menyangkut nasib Odi, tetapi juga menjadi barometer bagi penegakan hukum yang adil dan berintegritas di Indonesia. Masyarakat menuntut agar kebenaran terungkap dan pelaku mendapatkan hukuman setimpal.
Kronologi Lengkap: Dari Jajan Malam Hingga Dugaan Penganiayaan
Insiden bermula pada malam nahas itu, ketika Claudius Aprilianus Sot, atau Odi, bersama tiga orang temannya sedang mencari makan. Mereka berencana membeli makanan instan, pop mie, di dekat Pengadilan Negeri Ruteng. Sebuah kegiatan sederhana yang tak disangka akan berakhir tragis.
Namun, di situlah takdir buruk menanti mereka. Saat berpapasan dengan salah satu tersangka, tiba-tiba terjadi keributan yang tidak terduga. Pemicu awal keributan tersebut masih menjadi bagian dari penyelidikan, namun momen itulah yang diduga menjadi awal dari serangkaian peristiwa kekerasan yang menimpa Odi.
Situasi semakin memanas ketika tersangka lain berinisial AJ tiba di lokasi dengan mobil patroli. Atas permintaan rekannya, AJ kemudian membawa Odi ke ruang SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu) Polres Manggarai. Alasan yang diberikan saat itu adalah untuk "pengamanan," sebuah dalih yang kini dipertanyakan mengingat apa yang kemudian terjadi.
Namun, alih-alih mendapatkan perlindungan dan keamanan, Odi justru diduga menjadi korban penganiayaan brutal di dalam ruangan tersebut. Enam tersangka, termasuk dua pegawai sipil yang seharusnya membantu menjaga ketertiban, diduga secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap Odi di Ruangan SPKT. Ironisnya, tempat yang seharusnya menjadi benteng keamanan bagi warga, justru menjadi saksi bisu tindakan kekerasan yang mengerikan.
Jeratan Pasal Berlapis dan Ancaman Hukuman Berat
Kepolisian memastikan bahwa para tersangka akan dijerat dengan pasal-pasal berlapis yang memiliki ancaman hukuman berat. Ini menunjukkan keseriusan penegak hukum dalam menangani kasus penganiayaan yang melibatkan aparat. Tidak ada toleransi bagi tindakan kekerasan, apalagi yang dilakukan oleh mereka yang seharusnya melindungi dan mengayomi masyarakat.
Pasal-pasal yang disangkakan antara lain Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan, Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan, dan Pasal 55 KUHP tentang turut serta melakukan tindak pidana. Kombinasi pasal-pasal ini bisa membawa para pelaku menghadapi ancaman hukuman maksimal hingga sembilan tahun penjara. Sebuah konsekuensi serius yang harus mereka pertanggungjawabkan atas perbuatan keji mereka.
Integritas Aparat Dipertaruhkan: Proses Hukum dan Kode Etik
Kasus ini tidak hanya berhenti pada ranah pidana umum. Bagi anggota Polri yang terlibat, ada mekanisme hukum tambahan yang harus mereka hadapi, menunjukkan komitmen institusi untuk menjaga integritasnya. Selain proses peradilan umum yang akan menentukan nasib pidana mereka, para anggota polisi ini juga akan menjalani sidang kode etik atau disiplin internal kepolisian.
"Terkait anggota (Polri), mekanismenya nanti berbeda, yaitu ditetapkan peradilan umum terlebih dahulu, lalu setelah itu baru disidangkan kode etik atau disiplin," jelas Kompol Mei Charles Sitepu. Proses berlapis ini menunjukkan upaya Polri untuk membersihkan internalnya dari oknum-oknum yang mencoreng nama baik institusi dan merusak kepercayaan publik. Ini adalah langkah penting untuk memastikan bahwa aparat bertindak sesuai sumpah dan tanggung jawabnya.
Masyarakat menuntut keadilan penuh bagi Odi dan keluarganya, serta transparansi dalam seluruh proses hukum. Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa kekuasaan harus digunakan dengan bijak dan bertanggung jawab, bukan untuk menindas. Semoga proses hukum berjalan transparan, adil, dan memberikan efek jera agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang. Kepercayaan publik adalah aset tak ternilai bagi institusi penegak hukum, dan harus dijaga dengan tindakan nyata.
Penulis: Dyandra
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: September 24, 2025