NEWS TANGERANG– Kisah pilu datang dari Semarang, di mana sepasang kekasih muda, Fatimah Wilda Sari (22) asal Medan dan Muhammad Nur Rafly (24) warga Indramayu, harus berurusan dengan polisi. Keduanya diamankan setelah nekat menguburkan janin hasil hubungan gelap mereka di area parkir bus PT Ganesa Tirta Raharja, Kawasan Industri Candi Semarang. Peristiwa tragis ini terungkap setelah kejadian pada Senin (25/8/2025) malam.
Kasus ini sontak bikin geger dan menjadi sorotan. Gak habis pikir, bagaimana pasangan muda ini bisa sampai pada keputusan seberani dan senekat itu.
Awal Mula Kisah Tragis Ini
Kapolsek Ngaliyan, AKP Aliet Alphard, menjelaskan bahwa semua bermula ketika Fatimah mengabarkan dirinya hamil. Saat usia kandungan menginjak lima bulan, Fatimah dan Rafly mengambil keputusan fatal. Mereka berdua sepakat untuk menggugurkan janin tersebut.
"Janin keluar beserta plasenta yang sudah memiliki kepala, mulut, mata, kaki, dan tangan, serta sudah dalam kondisi meninggal," terang Aliet saat konferensi pers di Mapolsek Ngaliyan, Rabu (3/9/2025), dilansir dari sebuah sumber situs berita. Kondisi janin yang sudah terbentuk sempurna ini menambah kesedihan dan kengerian dari kasus ini.
Keputusan Nekat: Aborsi Diam-diam
Menurut keterangan polisi, keputusan untuk aborsi diambil karena rasa malu yang teramat sangat. Fatimah dan Rafly telah menjalin hubungan asmara sejak tahun 2024 dan bahkan sudah tinggal bersama di sebuah kos di kawasan Ngaliyan. Hubungan tanpa ikatan pernikahan ini menjadi pemicu utama mereka melakukan tindakan ekstrem tersebut.
Rasa malu dan ketakutan akan stigma sosial membuat mereka gelap mata. Mereka memilih jalan pintas yang sangat berbahaya dan melanggar hukum, alih-alih mencari solusi yang lebih aman dan bertanggung jawab.
Obat Keras dan Proses yang Mencekam
Untuk melancarkan aksi aborsi ini, Fatimah menelan sejumlah obat keras pada Minggu (24/8/2025) sekitar pukul 12.00 WIB. Beberapa jam kemudian, ia mulai merasakan kontraksi hebat. Akhirnya, pada pukul 16.30 WIB, janin keluar dengan bantuan Rafly.
"Mereka menggunakan obat berupa 10 butir merk Cytotex, 2 butir kapsul obat pendorong tanpa seizin pihak berwenang," jelas Aliet. Selain itu, ada juga obat lain seperti 4 butir anti pendarahan, obat pereda nyeri, serta vitamin yang mereka konsumsi. Obat-obatan ini didapatkan secara ilegal melalui pembelian di Facebook dengan harga Rp1,2 juta.
Penguburan Janin di Kawasan Industri
Setelah janin keluar dan meninggal, sekitar pukul 18.30 WIB, Fatimah dan Rafly bergegas menuju kawasan industri. Rafly, yang memang bekerja di wilayah tersebut, sudah paham betul area mana yang dianggap cocok untuk menguburkan jasad bayi mereka. Mereka menguburkan janin tersebut secara spontan, tanpa rencana matang sebelumnya.
"Pembuangan tidak direncanakan dan spontan. Rafly bekerja di sana sehingga paham wilayah tersebut," ujar Aliet. Lokasi terpencil di area parkir bus itu dipilih sebagai tempat peristirahatan terakhir bagi janin yang tak berdosa, jauh dari pandangan orang.
Terungkapnya Hubungan Gelap dan Motif Malu
Dalam pemeriksaan lebih lanjut, terungkap bahwa motif utama di balik tindakan aborsi dan penguburan janin ini adalah rasa malu. Keduanya tidak siap menghadapi konsekuensi dari hubungan gelap mereka. Pasangan ini telah tinggal bersama di sebuah kos di Ngaliyan, yang mungkin menjadi salah satu faktor pendorong keputusan nekat tersebut.
Kasus ini menjadi pengingat betapa rentannya pasangan muda yang terjebak dalam situasi sulit tanpa dukungan atau pengetahuan yang memadai. Keputusan yang diambil berdasarkan rasa takut dan malu seringkali berujung pada tindakan yang lebih fatal dan melanggar hukum.
Ancaman Hukuman Berat Menanti
Atas perbuatan mereka, polisi menjerat Fatimah dan Rafly dengan Pasal 77A UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 346 KUHP. Pasal ini menegaskan larangan aborsi dan perlindungan terhadap anak. Ancaman hukuman yang menanti keduanya tidak main-main.
"Ancaman penjara 10 tahun," tandas Aliet. Hukuman berat ini diharapkan menjadi pelajaran bagi siapa saja agar tidak mengambil jalan pintas dalam menghadapi masalah, terutama yang berkaitan dengan nyawa dan hukum. Kasus ini juga menyoroti bahaya peredaran obat aborsi ilegal yang mudah diakses di media sosial.
Pentingnya Edukasi dan Tanggung Jawab
Kisah Fatimah dan Rafly ini, So Sad banget, guys. Ini bukan cuma tentang pasangan yang salah langkah, tapi juga cerminan dari kurangnya edukasi tentang kesehatan reproduksi dan pentingnya tanggung jawab. Aborsi ilegal selalu punya risiko besar, baik bagi ibu maupun secara hukum.
Semoga kasus ini bisa jadi pelajaran berharga buat kita semua. Penting banget untuk selalu berpikir jernih dan mencari bantuan profesional saat menghadapi masalah pelik. Jangan sampai rasa malu malah menjerumuskan kita ke dalam masalah yang lebih besar dan berujung penyesalan seumur hidup.
Penulis: Dyandra
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: Oktober 4, 2025