NEWS TANGERANG– Sebuah tragedi menggemparkan Kota Tegal. Sumiati alias Okta (25), seorang wanita muda penghuni indekos di Jalan Brantas, Kelurahan Mintaregen, Kecamatan Tegal Timur, Jawa Tengah, ditemukan tewas mengenaskan. Ia meregang nyawa tepat di depan gerbang rumah kosnya pada Rabu petang, 27 Agustus 2025, dengan tujuh luka tusukan di tubuhnya.
Kabar duka ini sontak menyebar dan membuat warga sekitar terkejut. Polisi pun bergerak cepat untuk mengungkap misteri di balik kematian tragis Okta. Tak butuh waktu lama, jajaran Satreskrim Polres Tegal Kota berhasil meringkus pelaku.
Kronologi Penangkapan Pelaku
Pelaku pembunuhan keji ini adalah Titus Sutrisno (32), seorang pria warga Kelurahan Panggung, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal. Ia ditangkap polisi saat masih bersembunyi di dalam indekos korban. Titus tak berani keluar karena banyaknya warga yang berkumpul di depan kos setelah insiden berdarah itu.
"Pelaku usai melakukan pembunuhan, ketakutan dan tidak berani keluar kos-kosan korban, karena banyak warga di depan kos. Jadi kami berhasil menangkap pelaku di dalam kamar kos korban," terang Kasat Reskrim Polres Tegal Kota, AKP Eko Setyabudi. Bersama pelaku, polisi juga mengamankan sebilah pisau yang diduga kuat digunakan untuk menghabisi nyawa Okta.
Motif di Balik Kekejaman
Setelah menjalani pemeriksaan intensif, Titus Sutrisno resmi ditetapkan sebagai tersangka. Pengakuannya sungguh mengejutkan dan membuat banyak pihak geleng-geleng kepala. Ia mengakui telah melakukan penganiayaan berujung kematian itu dengan menusuk korban sebanyak tujuh kali.
Motif di balik aksi brutal ini ternyata sepele, namun berujung fatal. Tersangka mengaku sakit hati karena korban mengejeknya saat mereka mengobrol. Yang lebih miris, motif ini berakar dari ketidakpuasan pelaku terhadap "layanan" yang ia dapatkan dari korban, yang dikenalnya melalui aplikasi kencan.
Detik-detik Pertemuan Tragis
Kisah tragis ini bermula dari dunia maya, sebuah skenario yang kini sering terjadi di era digital. Keduanya, Okta dan Titus, pertama kali berkomunikasi melalui sebuah aplikasi kencan. Setelah beberapa percakapan, mereka sepakat untuk bertemu dan melakukan perjanjian.
Keduanya menyepakati harga Rp 500 ribu untuk layanan "sepuasnya." Siapa sangka, pertemuan yang seharusnya menjadi transaksi biasa ini justru berakhir fatal dan merenggut nyawa Okta secara mengenaskan. Kasus ini menjadi pengingat betapa rentannya interaksi di dunia maya jika tidak diiringi kewaspadaan.
Jerat Hukum Menanti Pelaku
Kini, Titus Sutrisno harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di mata hukum. Atas tindakan keji yang dilakukannya, ia terancam hukuman hingga 15 tahun penjara. Polisi juga telah mengamankan sejumlah barang bukti penting, termasuk pisau yang menjadi saksi bisu pembunuhan tersebut, serta barang-barang milik korban dan pelaku.
Penangkapan cepat dan pengungkapan motif ini diharapkan bisa sedikit meredakan kemarahan publik dan memberikan keadilan bagi korban. Namun, bagi keluarga Okta, luka yang ditinggalkan jauh lebih dalam.
Duka Mendalam Keluarga Korban
Di tengah hiruk pikuk penyelidikan dan proses hukum, Sumiati alias Okta telah dimakamkan di desanya, Desa Cipelem, Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes, pada Kamis siang. Kepergiannya yang mendadak dan tragis meninggalkan duka mendalam bagi keluarga.
Pihak keluarga, terutama orang tua Darsim (57) dan Sari (50), serta adik sepupu Agus Sugiyanto (32), sangat terpukul. Mereka menuntut keadilan dan berharap pelaku mendapatkan hukuman seberat-beratnya. "Keluarga minta polisi memberikan hukuman mati. Kami belum ikhlas atas kematian almarhumah," ujar Agus dengan nada pilu.
Ironisnya, suami Okta, Ridwan, yang berprofesi sebagai pelaut, hingga kini belum mengetahui kabar duka ini. Ia sedang bekerja di luar pulau, dan keluarga sudah berusaha menghubunginya namun belum berhasil tersambung. Sebuah kenyataan pahit yang harus ia terima saat kembali nanti.
Di mata tetangga dan lingkungannya, Sumiati dikenal sebagai sosok yang baik, ramah, dan suka menyapa. Almarhumah meninggalkan seorang putri kecil berusia sekitar 4 tahun, yang kini harus tumbuh tanpa sosok ibu. Kisah Okta menjadi pengingat betapa rentannya hidup dan betapa kejamnya takdir bisa datang kapan saja, bahkan dari interaksi yang tampak biasa.
Pesan untuk Kita Semua
Kisah tragis Okta ini menjadi pengingat pahit bagi kita semua, terutama para anak muda yang aktif di dunia maya. Di era digital ini, aplikasi kencan dan media sosial memang menawarkan kemudahan interaksi, namun juga menyimpan potensi bahaya yang tak terduga.
Pentingnya kewaspadaan dan kehati-hatian dalam setiap interaksi online tidak bisa ditawar lagi. Jangan mudah percaya pada orang yang baru dikenal, selalu beritahu orang terdekat jika ada janji bertemu, dan prioritaskan keselamatan diri di atas segalanya. Mari jadikan kasus ini pelajaran berharga agar tragedi serupa tidak terulang kembali.
Penulis: Dyandra
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: September 26, 2025