NEWS TANGERANG– Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sedang jadi perbincangan hangat, dan bukan cuma soal anggarannya. Ahli gizi kondang, dr. Tan Shot Yen, ikut buka suara soal menu yang disajikan di beberapa daerah. Ia bahkan punya resep jitu cuma Rp 10 ribu yang dijamin bikin anak Indonesia tumbuh cerdas dan sehat.
Dr. Tan tidak habis pikir jika anak-anak Indonesia, calon penerus bangsa, justru dikenalkan dengan menu yang jauh dari kearifan lokal. Kritik pedasnya menyoroti pilihan makanan yang dianggap kurang tepat untuk program sepenting ini.
Menu “Fast Food” di Program Makan Gratis? Dr. Tan Kaget Bukan Kepalang!
Bayangkan, program yang seharusnya mengenalkan gizi terbaik malah menyajikan burger atau spaghetti. Dr. Tan Shot Yen sampai geleng-geleng kepala, "Oh my god!" katanya, saat melihat menu-menu seperti itu dibagikan. Ia menyoroti bahwa tepung terigu, bahan utama burger dan spaghetti, tidak pernah tumbuh di Indonesia.
Bahkan, bakmi Gacoan pun ikut disebut sebagai menu yang kurang tepat untuk program gizi anak. Dr. Tan khawatir, anak-anak muda Indonesia tidak tahu bahwa gandum tidak tumbuh di bumi pertiwi kita. Ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara menu yang disajikan dengan potensi pangan lokal.
Ironisnya, "kastanisasi" terjadi di mana burger di pusat kota diberi isian chicken katsu agar terlihat lebih "mewah". Padahal, esensinya tetap sama: kurang relevan dengan gizi dan ketersediaan pangan lokal yang seharusnya diutamakan. Ini menjadi tanda tanya besar tentang arah program gizi anak di Indonesia.
Rahasia Gizi Rp 10 Ribu: Bukan Cuma Murah, Tapi Bikin Anak Indonesia Cerdas!
Tapi tenang, dr. Tan bukan cuma kritik, ia juga punya solusi brilian. Menurutnya, dengan modal Rp 10 ribu saja, kita sudah bisa menyajikan menu sehat, enak, dan bergizi optimal untuk anak-anak Indonesia. Ini adalah bukti bahwa gizi baik tidak harus mahal atau mewah.
Kuncinya ada pada konsep "Isi Piringku" yang digabungkan dengan kearifan lokal. Ini bukan cuma soal hemat, tapi juga memaksimalkan potensi pangan negeri sendiri yang melimpah ruah. Program MBG seharusnya bisa menjadi ajang edukasi tentang kekayaan kuliner dan gizi Indonesia.
Sayur dan Buah Lokal: Juara Gizi di Kantong Hemat
Lupakan sayuran impor atau yang mahal! Di pulau Jawa, buncis, wortel, kangkung, dan labu siam melimpah ruah dan kaya nutrisi. Harganya pun bersahabat di kantong, sangat cocok untuk menu bergizi Rp 10 ribu.
Untuk saudara kita di Indonesia Timur, dr. Tan merekomendasikan daun ubi. "Gulai daun ubi ditumbuk, itu enak banget!" serunya, menyoroti potensi gizi yang sering terlewatkan dari bahan pangan lokal. Daun ubi kaya akan vitamin dan mineral penting.
Begitu juga dengan buah, pisang, pepaya, dan semangka lokal adalah pilihan cerdas. Mudah didapat, murah, dan penuh vitamin yang dibutuhkan anak-anak untuk tumbuh kembang optimal. Memanfaatkan buah musiman juga bisa jadi strategi jitu.
Protein Lokal: Bukan Dori, Tapi Lele dan Ikan Sungai Bikin Otak Encer!
Soal protein, dr. Tan tegas: "Jangan cari ikan dori atau pepes ikan kembung!" Ia menyarankan untuk melirik ikan sungai seperti lele atau ikan mas, terutama di daerah seperti Ciamis yang terkenal dengan olahan pepes ikan masnya. Protein hewani lokal ini sangat penting.
Ikan lele, misalnya, adalah "superfood" lokal yang sering diremehkan. Kandungan proteinnya tinggi, dilengkapi lemak sehat (omega-3 dan omega-6), vitamin B12, dan fosfor yang penting untuk kesehatan otak, tulang, dan mencegah anemia. Semua manfaat ini bisa didapatkan dengan harga terjangkau.
Bagi masyarakat pesisir, udang segar bisa jadi pilihan protein yang fantastis. "Udangnya murah kalau di pesisir," jelas dr. Tan, menyayangkan banyak yang justru diekspor padahal bisa jadi sumber gizi lokal yang hebat. Pemanfaatan udang lokal bisa mendukung nelayan dan gizi masyarakat.
Karbohidrat Lokal: Lebih dari Sekadar Nasi Putih
Untuk sumber energi alias karbohidrat, jangan terpaku pada nasi putih saja. Indonesia kaya akan pilihan lain yang tak kalah bergizi dan bisa dikreasikan. Ini juga mengajarkan anak-anak tentang kekayaan pangan negeri.
Ubi, singkong, kentang, atau jagung bisa jadi alternatif yang lezat dan bervariasi. Makanan pokok ini tidak hanya mengenyangkan, tetapi juga menyediakan serat dan nutrisi lain yang penting untuk pencernaan dan energi berkelanjutan. Diversifikasi pangan adalah kunci.
Kenapa Menu Lokal Lebih Unggul? Bukan Cuma Hemat, Tapi Bikin Bangga!
Mengapa dr. Tan begitu gencar menyuarakan menu lokal? Alasannya jelas: bukan cuma soal harga yang terjangkau, tapi juga tentang kualitas gizi dan keberlanjutan. Pangan lokal cenderung lebih segar karena tidak menempuh perjalanan jauh.
Memilih pangan lokal juga meminimalkan jejak karbon dan mendukung petani serta nelayan di daerah. Ini adalah investasi jangka panjang untuk kesehatan anak dan ekonomi bangsa secara keseluruhan. Program MBG bisa jadi motor penggerak ekonomi lokal.
Selain itu, mengenalkan anak pada makanan asli Indonesia juga menumbuhkan rasa bangga dan identitas budaya. Mereka akan tumbuh dengan pemahaman bahwa kekayaan gizi ada di sekitar mereka, bukan hanya dari makanan "kekinian" yang diiklankan. Ini membentuk generasi yang lebih mencintai produk negerinya.
Jadi, program Makan Bergizi Gratis sebenarnya punya potensi luar biasa untuk mencetak generasi cerdas dan sehat. Kuncinya ada pada pilihan menu yang tepat, yang berakar pada kekayaan pangan lokal kita. Rekomendasi dr. Tan Shot Yen ini membuktikan bahwa gizi optimal tidak harus mahal atau "kebarat-baratan". Cukup dengan Rp 10 ribu, kita bisa menyajikan hidangan yang lezat, bergizi, dan membanggakan Indonesia. Sudah siapkah kita beralih ke menu lokal yang bikin anak Indonesia auto cerdas?
Penulis: Tammy
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: September 29, 2025