NEWS TANGERANG– Jakarta – Heboh menu daging ikan hiu di program Makanan Bergizi Gratis (MBG) Ketapang yang berujung keracunan, sontak memicu perdebatan panas. Bukan cuma soal insiden keracunan itu sendiri, tapi juga pertanyaan mendasar: apakah daging ikan hiu sebenarnya halal untuk dikonsumsi umat Muslim? Mengingat hiu adalah predator laut yang punya taring tajam dan dikenal buas.
Program MBG memang terus jadi sorotan publik. Namun, insiden di Ketapang yang diduga akibat konsumsi lauk hiu goreng ini, membawa isu ini ke level yang berbeda. Banyak yang penasaran, bagaimana hukumnya menurut syariat Islam, dan apa kata ulama terkait daging predator laut ini?
Heboh Menu Hiu di Program MBG: Awal Mula Kontroversi
Beberapa waktu lalu, kabar keracunan massal di Ketapang menyebar cepat. Puluhan siswa dan warga dilaporkan mengalami gejala keracunan setelah menyantap menu MBG. Kecurigaan langsung mengarah pada lauk yang disajikan, yaitu ikan hiu goreng.
Insiden ini bukan hanya menimbulkan kekhawatiran akan keamanan pangan, tapi juga memicu diskusi lebih dalam. Apakah menu ikan hiu ini memang layak disajikan, apalagi dalam program bantuan makanan? Pertanyaan tentang kehalalan dan keamanannya pun mencuat ke permukaan.
Dilema Hiu: Predator Bertaring vs. Hewan Laut
Secara umum, dalam Islam, hewan laut seringkali dianggap halal. Namun, hiu punya karakteristik unik: ia adalah predator bertaring. Ini yang bikin bingung. Bagaimana bisa hewan buas dengan gigi tajam seperti hiu masuk kategori halal?
Dilema ini muncul karena ada dua dalil yang seolah bertentangan. Satu sisi bicara tentang kehalalan hewan laut, sisi lain bicara tentang keharaman hewan buas bertaring. Mari kita bedah satu per satu.
Dalil dari Al-Qur’an: Kelonggaran untuk Hasil Laut
Al-Qur’an secara eksplisit memberikan kelonggaran besar untuk mengonsumsi hewan laut. Dalam surat Al-Ma’idah ayat 96, Allah SWT berfirman: "Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut." Ayat ini menjadi dasar utama bagi umat Muslim untuk menikmati berbagai jenis hidangan laut.
Dari ayat ini, banyak ulama berpendapat bahwa semua yang berasal dari laut, termasuk ikan dan makhluk laut lainnya, pada dasarnya halal. Ini adalah prinsip umum yang memudahkan umat Muslim dalam memilih makanan dari samudra luas.
Hadits dan Pertanyaan Seputar Hewan Bertaring
Namun, ada hadits riwayat Muslim yang menyatakan: "Setiap binatang buas yang bertaring, maka memakannya adalah haram." Hadits ini seringkali menjadi dasar untuk mengharamkan hewan-hewan darat seperti singa, harimau, atau anjing, yang memiliki taring dan bersifat buas.
Nah, di sinilah letak keraguan muncul. Hiu jelas-jelas punya taring dan merupakan predator buas di lautan. Apakah hadits ini juga berlaku untuk hiu, atau ada pengecualian khusus karena ia hidup di air? Inilah yang menjadi titik perdebatan di kalangan ulama.
Fatwa MUI dan Konsensus Ulama: Kunci Ada di "Mudharat"
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai lembaga fatwa di Indonesia, punya pandangan yang jelas. Dilansir dari situs Halal MUI, semua jenis ikan laut dihalalkan untuk dikonsumsi. Namun, ada satu catatan penting: fatwa ini bisa berubah menjadi haram jika menimbulkan mudharat atau berbahaya bagi kesehatan manusia.
Konsep mudharat ini menjadi kunci utama dalam menentukan status kehalalan. Artinya, meskipun secara umum halal, jika ada potensi bahaya yang jelas, maka hukumnya bisa berubah. Ini menunjukkan Islam sangat memperhatikan keselamatan dan kesehatan umatnya.
Mayoritas Mazhab Sepakat: Hiu Termasuk Halal, Tapi…
Isu kehalalan daging hiu ini ternyata bukan hal baru. Para ulama telah membahasnya secara khusus dalam forum seperti "The Law of Consuming Shark Meat". Hasilnya, para ulama sepakat bahwa ikan laut boleh dikonsumsi, termasuk hiu, dengan catatan jika tidak berbahaya.
MUI sendiri tidak secara eksplisit mengeluarkan fatwa khusus yang menyatakan "ikan hiu = haram" atau "ikan hiu = halal" dalam dokumen yang mudah ditemukan. Ini berarti, status ikan hiu dikelompokkan ke dalam kategori "ikan laut" yang hukum asalnya adalah halal, selama tidak ada alasan kuat untuk mengharamkannya.
Mayoritas ulama dari berbagai mazhab besar, seperti Hanafi, Maliki, Syafi’i, hingga Hambali, juga sejalan dengan pandangan ini. Mereka umumnya sepakat bahwa ikan laut, termasuk hiu, halal untuk dimakan. Walaupun bertaring dan buas, hiu tetap dianggap bagian dari ikan laut yang dikecualikan dari hukum hewan buas darat.
Bahaya Tersembunyi: Ancaman Merkuri dan Kesehatan
Meskipun secara syariat cenderung halal, ada peringatan penting yang tidak boleh diabaikan, terutama dari segi kesehatan. Hiu, sebagai predator puncak di rantai makanan laut, sangat rentan mengakumulasi merkuri dalam jumlah tinggi di dalam tubuhnya.
Merkuri adalah logam berat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Konsumsi daging hiu yang terkontaminasi merkuri tinggi dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan serius. Ini termasuk kerusakan sistem saraf, gangguan ginjal, masalah perkembangan pada janin dan anak-anak, hingga gangguan fungsi otak.
Oleh karena itu, prinsip kehati-hatian menjadi sangat ditekankan. Bahkan jika secara agama halal, jika konsumsinya berpotensi menimbulkan mudharat atau bahaya kesehatan yang nyata, maka hukumnya bisa berubah menjadi haram. Ini adalah bentuk perlindungan Islam terhadap umatnya.
Pentingnya Kehati-hatian: Dari Pemilihan Hingga Pengolahan
Insiden keracunan di Ketapang menjadi pengingat keras akan pentingnya kehati-hatian. Bukan hanya soal status halal, tapi juga tentang kualitas dan cara pengolahan makanan. Daging hiu, seperti halnya daging lainnya, harus segar dan diolah dengan benar untuk menghindari risiko keracunan bakteri atau toksin.
Penyimpanan yang tidak tepat, proses memasak yang kurang matang, atau kontaminasi silang bisa mengubah makanan halal sekalipun menjadi berbahaya. Apalagi untuk daging hiu yang punya potensi kontaminasi merkuri. Pemilihan jenis hiu yang lebih kecil (yang cenderung memiliki kadar merkuri lebih rendah) atau membatasi frekuensi konsumsi bisa menjadi langkah bijak.
Jadi, Bagaimana Status Hiu?
Kesimpulannya, mayoritas ulama dan fatwa MUI cenderung menggolongkan daging ikan hiu sebagai halal untuk dikonsumsi, karena ia termasuk hewan laut. Namun, kehalalan ini datang dengan syarat mutlak: tidak boleh menimbulkan mudharat atau bahaya bagi kesehatan.
Potensi kandungan merkuri yang tinggi dalam daging hiu adalah faktor mudharat yang sangat serius. Oleh karena itu, umat Muslim dianjurkan untuk sangat berhati-hati. Jika ada keraguan akan keamanan atau potensi bahaya, lebih baik menghindarinya. Islam selalu mengedepankan keselamatan dan kesehatan umatnya di atas segalanya. Wallahualam bissawab.
Penulis: Tammy
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: September 26, 2025