Seedbacklink affiliate

Lorong Apartemen Berubah ‘Altar Gaib’: Warga Singapura Geger, Ada Apa Ini?

Tiga sapi di padang rumput hijau, latar pegunungan berkabut dan langit biru cerah.
Fenomena "altar" persembahan di lorong apartemen Toa Payoh Timur mengejutkan warga Singapura.
banner 120x600

NEWS TANGERANG– Bayangkan, pulang ke apartemen setelah seharian beraktivitas, lalu mendapati lorong di depan pintu unitmu berubah jadi semacam ‘altar’ dadakan. Bukan cuma satu-dua kali, tapi rutin, lengkap dengan sesajen dan bau dupa yang menusuk hidung. Inilah yang dialami para penghuni Blok 270A Toa Payoh Timur, Singapura, dan kini jadi buah bibir.

Pemandangan Tak Lazim di Lorong Apartemen

Pemandangan tak biasa ini bukan sekadar piring berisi makanan sisa. Lorong apartemen itu dipenuhi meja-meja kecil, bahkan ada yang langsung diletakkan di lantai, berisi aneka persembahan. Mulai dari roti, buah-buahan segar seperti apel, nanas, jeruk, kelengkeng, hingga pisang, semua tertata rapi.

Tak ketinggalan, dupa-dupa menyala dengan asap mengepul, serta tablet atau papan khusus yang diyakini sebagai simbol arwah bayi yang telah tiada. Suasana yang seharusnya netral dan bersih, kini diselimuti aroma khas dan aura spiritual yang kental.

Sosok di Balik Ritual: ‘Master Spiritual’ dan Niat Mulianya

Di balik ritual yang memicu kehebohan ini adalah seorang wanita penghuni apartemen itu sendiri. Ia mengaku sebagai seorang "master spiritual", sosok yang memiliki pemahaman dan kemampuan khusus dalam hal-hal gaib atau spiritual. Baginya, apa yang dilakukannya bukanlah sekadar hobi, melainkan sebuah panggilan dan tanggung jawab spiritual yang serius. Ia menjalankan ritual tersebut dengan keyakinan penuh.

Menurut penjelasannya, ritual sesajen ini memiliki tujuan mulia di mata spiritual. Pertama, ia bertujuan untuk memandu roh-roh pengembara yang mungkin tersesat agar menemukan jalan pulang atau ketenangan. Kedua, persembahan ini didedikasikan khusus untuk roh-roh bayi yang telah tiada, sebagai bentuk penghormatan dan kasih sayang.

Tak hanya itu, ritual ini juga diyakini dapat membantu mengurangi beban karma seseorang yang memiliki ‘hutang’ spiritual. Sebuah konsep yang mungkin terdengar asing bagi sebagian orang, namun sangat fundamental dalam keyakinan spiritual yang dianutnya. Ia bahkan melakukan ritual ini sambil membaca sutra atau teks suci dalam agama Buddha, yang berisi ajaran, doa, dan nasihat. Dupa yang menyala pun bukan sekadar pengharum, melainkan bagian integral dari prosesi untuk menyebarkan energi positif dan mengundang kehadiran spiritual.

Ketika Niat Baik Berbenturan dengan Kenyamanan Tetangga

Namun, niat baik sang ‘master spiritual’ ini justru berbenturan keras dengan kenyamanan dan hak-hak tetangga. Keluhan utama yang muncul adalah bau dupa yang sangat kuat dan menyengat, menyebar ke seluruh lorong bahkan masuk ke unit-unit apartemen. Bagi sebagian orang, aroma ini mungkin dianggap sakral, namun bagi yang lain, ini bisa jadi pemicu alergi, sesak napas, atau sekadar ketidaknyamanan yang mengganggu istirahat.

Selain itu, keberadaan meja-meja dan sesajen yang berjejer di lorong membuat ruang koridor menyempit drastis. Bayangkan jika ada keadaan darurat atau perlu membawa barang besar, akses menjadi sangat terbatas. Bahkan, beberapa sesajen diletakkan begitu dekat dengan pintu unit, menghalangi akses keluar masuk penghuni. Yang lebih mengkhawatirkan adalah potensi risiko kebakaran. Wadah logam berisi api untuk dupa atau lilin, jika tidak diawasi dengan baik, bisa menjadi ancaman serius di lingkungan apartemen yang padat.

Ritual yang Makin Sering dan Makin Ramai

Ritual ini bukan kejadian sekali dua kali. Tercatat, praktik ini sudah berlangsung setidaknya tiga kali dalam tiga bulan terakhir, dengan tanggal-tanggal penting seperti 10 Juli, 7 Agustus, dan 23 September menjadi momen "teramai". Pada ritual terakhir di bulan September, jumlah peserta yang hadir bahkan lebih banyak, membuat koridor semakin padat dan akses pintu unit kian terbatas. Ini menunjukkan bahwa kegiatan spiritual ini bukan hanya personal, melainkan melibatkan banyak orang, menambah kompleksitas masalah.

Meskipun gelombang protes dan ketidaknyamanan sudah jelas disuarakan oleh para tetangga, sang ‘master spiritual’ tetap teguh pada pendiriannya. Ia menegaskan bahwa niatnya adalah murni untuk membantu orang lain, seperti mendoakan seorang umat di Hong Kong yang sedang menjalani operasi otak. Ia memang sempat menyatakan kesediaan untuk memindahkan ritual jika tetangga keberatan. Namun, kenyataannya, beberapa warga sudah secara eksplisit menyatakan rasa tidak nyaman, tetapi ritual tetap berlanjut. Ini menciptakan dilema antara kebebasan berkeyakinan dan hak-hak komunal.

Sesajen di Tengah Modernitas: Sebuah Dilema Budaya

Fenomena sesajen, atau persembahan ritual, memang bukan hal baru dalam berbagai kebudayaan di dunia, termasuk di Asia Tenggara. Secara tradisional, sesajen adalah bentuk komunikasi dengan alam gaib, leluhur, atau dewa-dewi, sebagai wujud syukur, permohonan, atau penolak bala. Namun, di tengah masyarakat modern yang serba praktis dan rasional, praktik ini seringkali dipandang dengan berbagai persepsi.

Bagi sebagian orang, sesajen adalah bagian dari tradisi luhur yang harus dijaga. Namun, bagi yang lain, terutama di lingkungan perkotaan seperti apartemen, praktik ini bisa dianggap tabu, misterius, bahkan memicu rasa takut atau salah paham. Apalagi jika sesajen itu ditempatkan di fasilitas umum seperti lorong apartemen, yang seharusnya menjadi ruang bersama yang netral dan nyaman bagi semua penghuni. Konflik pun tak terhindarkan ketika keyakinan pribadi berbenturan dengan norma sosial dan kenyamanan publik.

Aturan Apartemen dan Batasan Ruang Bersama

Setiap apartemen, di Singapura maupun di negara lain, pasti memiliki aturan ketat mengenai penggunaan fasilitas umum dan area bersama. Lorong atau koridor adalah jalur evakuasi, akses utama, dan bagian dari estetika bangunan. Menempatkan barang pribadi, apalagi dalam jumlah besar dan bersifat ritual, jelas melanggar banyak peraturan.

Mulai dari potensi menghalangi jalur evakuasi, mengganggu kebersihan, hingga menciptakan suasana yang tidak nyaman bagi penghuni lain. Pihak pengelola apartemen biasanya memiliki kewenangan untuk menegur atau bahkan memberikan sanksi bagi penghuni yang melanggar aturan ini. Namun, kasus seperti ini seringkali rumit karena melibatkan sensitivitas keyakinan spiritual.

Sisa Sesajen dan Penolakan Tetangga

Setelah ritual selesai, pertanyaan selanjutnya adalah: bagaimana dengan sisa-sisa sesajen? Sang wanita menjelaskan bahwa makanan bekas persembahan itu biasanya akan ia tawarkan kepada tetangga-tetangga sekitar. Namun, tak mengherankan, banyak tetangganya menolak. Selain faktor kebersihan, ada juga faktor kepercayaan atau rasa jijik terhadap makanan yang sudah digunakan dalam ritual spiritual. Ini menambah daftar panjang ketidaknyamanan yang dirasakan warga.

Kisah sesajen di lorong apartemen Singapura ini menjadi cerminan kompleksnya hidup berdampingan di tengah masyarakat urban yang multikultural. Ketika kebebasan berkeyakinan bertemu dengan hak-hak komunal dan kenyamanan publik, seringkali muncul gesekan yang sulit diselesaikan. Ini bukan hanya tentang sesajen, tetapi tentang bagaimana kita menghargai ruang bersama, memahami batas-batas privasi, dan mencari titik temu agar semua penghuni bisa hidup harmonis. Sebuah tantangan nyata bagi pengelola apartemen dan juga para penghuninya untuk menemukan solusi terbaik.

Penulis: Tammy

Editor: Santika Reja

Terakhir disunting: September 30, 2025

Promo Akad Nikah Makeup