Seedbacklink affiliate

85 Insiden Kekerasan TNI dalam Setahun: KontraS Bongkar Data Miris, Ratusan Warga Jadi Korban!

Sejumlah besar helm dan perlengkapan anti huru-hara polisi tergeletak di jalan.
Sejumlah perlengkapan anti huru-hara kepolisian tergeletak di jalan. Menggambarkan kesiapan aparat menjaga ketertiban umum.
banner 120x600

NEWS TANGERANG– Jelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 TNI, sebuah laporan mengejutkan dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) berhasil menarik perhatian publik. Mereka menemukan fakta miris: ada 85 peristiwa kekerasan yang melibatkan anggota TNI hanya dalam kurun waktu satu tahun terakhir.

Data ini diungkap KontraS dalam konferensi pers bertajuk ‘Menyikapi HUT ke-80 TNI: Mendesak Militer Kembali ke Barak’ di Kantor Imparsial, Jakarta Selatan, Sabtu (4/10). Laporan ini menjadi sorotan tajam terhadap kinerja institusi militer kita.

Angka Kekerasan yang Bikin Geleng-Geleng Kepala

Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya, membeberkan bahwa dari 85 insiden tersebut, total 182 orang menjadi korban. Angka ini tentu saja bikin kita geleng-geleng kepala dan mempertanyakan sejauh mana perlindungan hak asasi manusia di negara ini.

Rinciannya sangat memprihatinkan: 64 orang mengalami luka-luka akibat kekerasan tersebut. Selain itu, 31 orang harus kehilangan nyawa, sebuah angka yang tidak bisa kita abaikan begitu saja.

Tidak hanya itu, 87 korban lainnya menerima perlakuan tak pantas seperti intimidasi serta teror. Ini jelas bukan gambaran negara hukum yang kita inginkan, di mana aparat seharusnya menjadi pelindung, bukan pelaku kekerasan.

Beragam Modus Kekerasan, Termasuk Kejahatan Seksual

Bentuk-bentuk kekerasan yang dicatat KontraS pun beragam dan mengerikan, menunjukkan spektrum masalah yang luas. Ada 35 kasus penganiayaan, 19 intimidasi, dan 13 tindak penyiksaan yang terungkap dalam laporan tersebut.

Lebih jauh lagi, tercatat 11 peristiwa penembakan yang berujung pada korban jiwa atau luka serius. Dan yang paling mengejutkan, 7 kasus kejahatan seksual terjadi hanya dalam periode pemantauan satu tahun ini.

Yang bikin makin miris, lebih dari separuh insiden, tepatnya 53 peristiwa atau 62,3 persen, terjadi setelah pengesahan RUU TNI pada Maret 2025. Seolah-olah ada sinyal kurangnya pengawasan atau implementasi yang belum optimal pasca-kebijakan baru tersebut.

Papua, Episentrum Kekerasan yang Tak Kunjung Usai

Dimas juga menyoroti bahwa peristiwa kekerasan ini tersebar dari ujung barat hingga timur Indonesia. Namun, Pulau Papua menjadi episentrum utama dari masalah ini.

Di sana, KontraS mencatat 23 peristiwa kekerasan, yang mengakibatkan 67 warga Papua menjadi korban. Ini adalah alarm serius bagi keamanan dan hak asasi manusia di Bumi Cenderawasih, yang memang kerap dilanda konflik.

Kekerasan di Papua ini seringkali terjadi akibat ekses dari kontak senjata dan penempatan prajurit yang masif. Kondisi ini menuntut perhatian khusus dan solusi yang lebih humanis dari pemerintah dan TNI.

Desakan KontraS untuk Perubahan Nyata

Melihat data yang mengkhawatirkan ini, KontraS tak tinggal diam. Mereka mengajukan sejumlah rekomendasi penting yang harus segera ditindaklanjuti oleh pihak terkait.

Pengawasan dan Sanksi Tegas

Pertama, KontraS mendesak Panglima TNI dan jajarannya untuk memperketat pengawasan terhadap seluruh prajurit. Tujuannya jelas: mencegah kekerasan terhadap warga sipil dan memberikan sanksi tegas kepada prajurit yang terbukti melanggar HAM. Ini penting untuk menegakkan disiplin dan keadilan.

Evaluasi di Papua dan Dialog Kebangsaan

Kedua, TNI diminta mengevaluasi penempatan prajurit di Tanah Papua. Penting untuk memastikan tidak ada lagi warga sipil yang jadi korban, terutama akibat kontak senjata yang sering terjadi di sana.

KontraS juga menekankan pentingnya membangun dialog kebangsaan yang inklusif. Ini harus melibatkan semua pihak: pemerintah pusat dan daerah, masyarakat sipil, akademisi, tokoh adat, hingga tokoh agama.

Tujuannya agar bisa merumuskan kebijakan yang lebih berorientasi pada pembangunan manusia, infrastruktur, dan tentu saja, kedamaian di Papua. Pendekatan militeristik harus diimbangi dengan pendekatan kesejahteraan.

Hentikan Keterlibatan di Proyek Sipil

Terakhir, KontraS meminta pemerintah untuk menghentikan pelibatan TNI dalam Proyek Strategis Nasional (PSN). Mereka juga menyarankan untuk mengkaji ulang pembentukan Brigade dan Batalion Teritorial Pembangunan.

Ini penting agar militer fokus pada tugas utamanya sebagai penjaga kedaulatan negara, bukan ranah sipil. Pemisahan peran ini krusial untuk menjaga profesionalisme TNI dan mencegah potensi penyalahgunaan wewenang.

Laporan KontraS: Suara Kritis Jelang HUT TNI

Laporan kebijakan ini dirilis KontraS sebagai bentuk kritik dan masukan konstruktif menjelang HUT ke-80 TNI yang akan jatuh pada Minggu, 5 September 2025. Ini adalah momen refleksi bagi institusi militer kita untuk berbenah.

Penyusunan laporan ini bukan tanpa dasar yang kuat. KontraS melakukan pemantauan mendalam terhadap berbagai peristiwa. Mulai dari kekerasan oleh TNI, pembentukan satuan baru, putusan pengadilan militer terhadap pelaku penganiayaan, pengiriman pasukan ke Papua, hingga intervensi militer ke ranah sipil dan akademik.

Metodologinya melibatkan pengumpulan data dan dokumentasi dari pemberitaan media massa yang terpublikasi selama periode Oktober 2023 hingga September 2024. Ini menunjukkan upaya serius KontraS dalam mengungkap kebenaran dan mendorong akuntabilitas.

Data yang diungkap KontraS ini adalah pengingat penting bagi kita semua. Bahwa di balik tugas mulia menjaga kedaulatan, ada tanggung jawab besar untuk melindungi hak-hak warga sipil. Semoga rekomendasi ini bisa jadi pijakan untuk TNI yang lebih profesional, humanis, dan semakin dicintai rakyatnya.

Penulis: Arya N

Editor: Santika Reja

Terakhir disunting: Oktober 4, 2025

Promo Akad Nikah Makeup