Seedbacklink affiliate

Aktivis Paul Ditangkap Polda Jatim: Otak Kericuhan Demo Kediri atau Pelanggaran Prosedur?

Polisi berseragam membantu siswa sekolah menyeberang jalan di depan SMP.
Situasi keamanan dan ketertiban di lingkungan sekolah perlu terus dijaga.
banner 120x600

NEWS TANGERANG– Aktivis muda asal Yogyakarta, M. Fakhrurrozi yang dikenal sebagai Paul, kini menghadapi situasi serius. Ia ditangkap dan ditahan Polda Jawa Timur, dituduh menjadi dalang penghasutan di balik kericuhan demonstrasi di Kediri pada 30 Agustus 2025. Penangkapan ini sontak memicu gelombang pertanyaan dan kritik, terutama dari kalangan pegiat hak asasi manusia dan lembaga bantuan hukum.

Kronologi Penangkapan yang Mengejutkan

Penangkapan Paul dilakukan oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jatim pada Sabtu, 27 September, sekitar pukul 15.00 WIB. Ia diciduk langsung dari rumahnya di Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, sebuah lokasi yang jauh dari tempat kejadian perkara di Kediri. Proses penangkapan ini berlangsung tanpa kehadiran anggota keluarga Paul di rumah.

Menurut Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Jules Abraham Abast, Paul saat itu sendirian di rumah. Meski demikian, penyidik mengklaim telah berkoordinasi dengan Ketua RT dan RW setempat sebelum melaksanakan penangkapan dan penggeledahan. Setelah penangkapan, pihak keluarga baru dihubungi melalui video call dengan kakak Paul yang berada di Batam.

Polda Jatim menjelaskan bahwa Paul sudah ditetapkan sebagai tersangka sehari sebelum penangkapan, yaitu pada Jumat, 26 September. Penetapan tersangka ini didasarkan pada gelar perkara yang telah dilakukan oleh penyidik. Alasan di balik penangkapan yang terkesan mendadak ini adalah kekhawatiran Paul akan menghilangkan barang bukti penting terkait kasus tersebut.

Dituduh Dalang Kericuhan Demo Kediri

Paul dituduh terlibat aktif dalam komunikasi dengan tersangka lain berinisial SA, atau Saiful Amin alias Sam Oemar. SA sendiri merupakan seorang aktivis mahasiswa yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Kediri. Keduanya diduga bersekongkol melakukan penghasutan yang berujung pada aksi ricuh di Kediri.

Penghasutan ini disebut dilakukan melalui grup WhatsApp dan media sosial, mendorong tindakan pidana. Aksi yang dimaksud termasuk melawan kekuasaan umum, menimbulkan kebakaran, dan melakukan kekerasan terhadap orang atau barang. Kericuhan di Kediri pada 30 Agustus 2025 itu memang cukup parah.

Insiden tersebut mencakup penyerangan dan pembakaran fasilitas publik seperti kantor Polres Kediri Kota, gedung DPRD Kota Kediri, pos polisi, hingga pelemparan molotov ke arah aparat. Paul dijerat dengan Pasal 160 KUHP tentang tindak pidana penghasutan. Selain itu, ia juga dijerat juncto Pasal 187 KUHP (kerusakan barang), juncto Pasal 170 KUHP (kekerasan bersama), dan juncto Pasal 55 KUHP (turut serta melakukan tindak pidana).

Barang Bukti dan Dugaan Afiliasi

Saat penggeledahan di Yogyakarta, polisi menyita sejumlah barang pribadi Paul yang dianggap relevan dengan penyidikan. Di antaranya adalah telepon genggam, laptop, tablet, lima kartu ATM, dan satu buku tabungan BCA. Barang-barang ini diduga menjadi alat komunikasi atau penyimpanan data yang berkaitan dengan aktivitas Paul.

Menariknya, beberapa buku bacaan juga ditemukan di rumah Paul dan sempat disita. Namun, menurut Kombes Jules Abraham Abast, buku-buku tersebut kemungkinan besar akan dikembalikan kepada Paul atau keluarganya. Pasalnya, berdasarkan hasil pemeriksaan awal, buku-buku tersebut tidak berkaitan langsung dengan kasus yang sedang ditangani.

Polda Jatim juga masih terus mendalami kemungkinan afiliasi Paul dengan kelompok lain. Termasuk dugaan adanya aktor intelektual atau pihak penyandang dana di balik aksi demonstrasi ricuh tersebut. Penyidik ingin memastikan apakah Paul bertindak sendiri atau merupakan bagian dari jaringan yang lebih besar.

LBH Surabaya Bersuara: Prosedur Hukum Dipertanyakan

Namun, penangkapan Paul ini langsung menuai kritik keras dari LBH Surabaya, yang kini mendampingi Paul. Direktur LBH Surabaya, Habibus Shalihin, menegaskan ada kejanggalan serius dalam prosedur hukum yang dilakukan aparat. Salah satu poin utama adalah Paul ditangkap berdasarkan Laporan Polisi (LP) Model A.

LP Model A adalah laporan yang dibuat oleh anggota Polri sendiri ketika menemukan, mengetahui, atau mengalami langsung suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana. Ini berbeda dengan LP Model B yang berasal dari laporan masyarakat. Artinya, inisiatif penangkapan sepenuhnya datang dari aparat, bukan aduan publik.

Yang lebih krusial, Paul tidak pernah menerima surat pemanggilan pemeriksaan sebelumnya sebagai saksi. Menurut Habibus, hal ini melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 17. Pasal tersebut mengatur bahwa penangkapan harus didahului surat perintah yang jelas, dan tersangka berhak tahu statusnya.

Apa Kata Hukum? Polemik Penangkapan Aktivis

Lebih jauh, LBH Surabaya menyoroti pelanggaran terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2014. Putusan tersebut menegaskan bahwa penetapan tersangka wajib didasarkan pada minimal dua alat bukti yang sah, dan yang bersangkutan harus dipanggil sebagai saksi terlebih dahulu untuk diperiksa. Proses ini seharusnya diikuti dengan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) kepada keluarga.

LBH Surabaya berpendapat, penetapan Paul sebagai tersangka tanpa pemanggilan dan pemeriksaan awal adalah pelanggaran hukum acara yang serius. Mereka mempertanyakan bagaimana Paul bisa langsung berstatus tersangka tanpa melalui proses yang semestinya. Ini adalah hak fundamental setiap warga negara yang diduga terlibat tindak pidana.

Habibus menegaskan bahwa langkah aparat dalam menetapkan dan menangkap Paul tanpa prosedur yang benar merupakan bentuk pelanggaran hukum. Ini memunculkan pertanyaan besar tentang keadilan dan hak-hak sipil dalam kasus ini, serta preseden buruk bagi kebebasan berekspresi dan berpendapat di Indonesia. Kasus penangkapan Paul ini menjadi sorotan tajam, khususnya di kalangan aktivis dan pegiat hukum, memicu perdebatan tentang batas-batas penegakan hukum dan perlindungan hak asasi.

Penulis: Arya N

Editor: Santika Reja

Terakhir disunting: September 29, 2025

Promo Akad Nikah Makeup