Seedbacklink affiliate

Alarm Merah Raja Ampat: Tambang Nikel Ancam Surga Bawah Laut Indonesia!

Foto udara kontras Raja Ampat: sisi alami hijau vs. sisi tambang nikel.
Ancaman tambang nikel di Raja Ampat, surga bawah laut yang terancam.
banner 120x600

NEWS TANGERANGRaja Ampat, nama yang selalu identik dengan keindahan bawah laut yang memesona, gugusan pulau eksotis, dan keanekaragaman hayati yang tiada tara. Destinasi impian para penyelam dan pecinta alam ini, sayangnya, kini tengah menghadapi ancaman serius yang bisa merenggut mahkotanya. Sebuah laporan terbaru membunyikan alarm keras: tambang nikel mengintai, siap merusak surga dunia ini.

Organisasi lingkungan Auriga Nusantara dan Earth Insight baru-baru ini merilis analisis spasial berjudul ‘Red Alert: Nickel Mining Threats to Raja Ampat’. Laporan ini bukan sekadar data, melainkan seruan mendesak untuk menyelamatkan ekosistem laut, sumber pangan lokal, dan kesehatan laut Raja Ampat yang merupakan bagian vital dari Segitiga Karang Dunia (Coral Triangle).

Luka Menganga di Jantung Raja Ampat

Analisis tersebut mengungkapkan bukti-bukti kerusakan lingkungan dan terumbu karang yang mengerikan akibat aktivitas tambang nikel. Konsesi pertambangan nikel seluas lebih dari 22.000 hektare diketahui merusak UNESCO Global Geopark di Raja Ampat. Ini adalah ancaman nyata bagi 2.470 hektare terumbu karang, 7.200 hektare hutan alam, serta mata pencarian lebih dari 64.000 penduduk lokal.

Timer Manurung, Ketua Auriga Nusantara, menjelaskan bahwa investigasi mereka menunjukkan efek kerusakan berantai yang sangat merugikan. Mulai dari deforestasi, sedimen tambang nikel yang menimbun dan merusak terumbu karang, hingga indikasi berpindahnya biota laut yang menjadi tumpuan hidup masyarakat. Keuntungan jangka pendek dari pertambangan ini, menurut Timer, tidak sebanding dengan manfaat jangka panjang keutuhan ekosistem yang menopang keragaman hayati laut dan ekonomi pariwisata.

Mahkota Keragaman Hayati yang Terancam

Raja Ampat dikenal sebagai ‘Mahkota Keragaman Hayati Laut’ karena dihuni oleh 75 persen terumbu karang perairan dangkal dunia dan lebih dari 1.600 spesies ikan. Gugusan kepulauan ini juga merupakan habitat terbesar Pari Manta Karang dan rumah bagi masyarakat adat Papua serta komunitas lokal yang hidupnya bergantung penuh pada ekosistem laut dan hutan. Kehidupan mereka, ketahanan pangan, ekonomi, bahkan identitas budaya, semuanya terikat erat dengan kelestarian alam Raja Ampat.

Ironisnya, ancaman ini datang di tengah ambisi Indonesia untuk menjadi "OPEC nikel" guna memenuhi permintaan global kendaraan listrik yang terus meningkat. Analis Spasial Earth Insight, Tiffany Hsu, menegaskan bahwa laporan ini menunjukkan bagaimana tambang nikel di area sensitif ekologis seperti Raja Ampat menimbulkan kerusakan yang meluas, jauh melampaui lokasi tambang itu sendiri.

Janji Palsu dan Ketidakpastian Hukum

Pemerintah Indonesia sempat mengumumkan pencabutan empat izin nikel di Raja Ampat pada Juni 2025 setelah protes publik. Namun, hingga saat ini, tidak ada publikasi surat keputusan pencabutan izin tersebut, menimbulkan tanda tanya besar. Bahkan, izin tambang nikel di Pulau Gag, yang dikeluarkan dari UNESCO Global Geopark per 3 September 2025, dinyatakan terus beroperasi.

Ketidakjelasan ini bukan hanya soal Raja Ampat. Timer Manurung menuturkan, tambang nikel di Raja Ampat merepresentasikan ancaman yang dihadapi lebih dari 280 pulau kecil di Indonesia yang dibebani 380 izin pertambangan. Ini adalah preseden buruk yang bisa terulang di banyak tempat lain.

Bukti Nyata di Lapangan: Nelayan Menjerit, Karang Terkubur

Kerusakan parah telah didokumentasikan di berbagai pulau berizin tambang nikel di Raja Ampat. Di Pulau Kawei, nelayan tradisional menyampaikan keluhan mereka tentang kebisingan dan getaran akibat penambangan yang mengakibatkan berpindahnya ikan. Ikan-ikan ini adalah sumber pangan dan mata pencarian utama mereka.

Sementara itu, di Pulau Manuran, gumpalan sedimen yang pekat terlihat menimbun karang di dalam perairan. Sedimen ini seperti selimut kematian bagi terumbu karang, menghalangi cahaya matahari dan mencekik kehidupan di bawahnya.

8 Ancaman Nyata yang Tak Bisa Diabaikan

Auriga Nusantara dan Earth Insight mengidentifikasi setidaknya delapan ancaman serius yang harus segera ditangani:

1. Potensi Kerusakan Masif

Lebih dari 22.000 hektare konsesi pertambangan nikel mengancam Raja Ampat. Dari 7.761 hektare hutan alam di pulau-pulau kecil berizin tambang nikel, 92% atau 7.200 hektare berada dalam izin tambang. Sekitar 2.400 hektare terumbu karang (36% dari total 6.700 hektare di radius 12 mil laut) berisiko tinggi terdampak pertambangan.

2. Peningkatan Perluasan Area Tambang

Area yang ditambang di Raja Ampat pada 2020-2024 meluas tiga kali lebih cepat dibandingkan lima tahun sebelumnya. Ini menunjukkan eskalasi yang mengkhawatirkan.

3. Ancaman Terhadap Biota Laut Langka

Sedimen nikel dan polusi suara akan berdampak buruk pada biota laut seperti Pari Manta (termasuk Mobula birostris, spesies Pari Manta terbesar), lima spesies penyu dilindungi (termasuk Penyu Sisik yang terancam punah), dan berbagai biota laut lainnya.

4. Marginalisasi Masyarakat Lokal

Lebih dari 64.000 penduduk setempat tidak dilibatkan secara penuh dalam penerbitan izin tambang nikel. Padahal, merekalah yang menanggung dampak lingkungan secara langsung.

5. Penghancuran Mata Pencarian

Nelayan tradisional melaporkan bahwa kebisingan dan getaran dari pertambangan telah mengusir ikan dan lumba-lumba, merampas sumber penghidupan mereka.

6. Ketidakjelasan Pencabutan Izin

Meskipun pemerintah mengumumkan pencabutan empat izin, tidak ada bukti otentik berupa surat keputusan yang dipublikasi. Bagaimana dan siapa yang bertanggung jawab atas pemulihan lingkungan yang rusak pun masih menjadi misteri.

7. Celah Hukum yang Menganga

Riwayat pencabutan izin ekstraksi di Indonesia menunjukkan adanya celah hukum. Banyak pemilik izin kerap menggugat pencabutan yang dilakukan pemerintah, dan pengadilan sering memenangkan gugatan tersebut. Ini menunjukkan perlunya penetapan area-area yang tidak boleh ditambang (No-Go Zones) secara tegas.

8. Ancaman Terhadap Pariwisata

Praktik pertambangan nikel ini tidak hanya mengancam status geopark, tetapi juga akan berimbas pada pariwisata yang menjadi andalan ekonomi Raja Ampat. Pada tahun 2023, Raja Ampat berhasil mendatangkan 19.000 wisatawan, angka yang bisa merosot drastis jika keindahan alamnya rusak.

Seruan Mendesak: Selamatkan Raja Ampat!

Melihat semua fakta ini, desakan untuk bertindak semakin kuat. Auriga Nusantara dan Earth Insight mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera mencabut seluruh izin tambang nikel di Raja Ampat dan menetapkan area-area yang tidak boleh ditambang secara permanen. Mereka juga menyerukan agar pemerintah memprioritaskan pembangunan ekonomi berkelanjutan yang melindungi keragaman hayati dan mata pencarian masyarakat, sekaligus mewujudkan kepeloporan konservasi kelautan global.

Masa depan Raja Ampat, surga bawah laut yang kita banggakan, ada di tangan kita semua. Apakah kita akan membiarkannya hancur demi keuntungan sesaat, ataukah kita akan berdiri tegak melindunginya untuk generasi mendatang?

Penulis: Arya N

Editor: Santika Reja

Terakhir disunting: September 26, 2025

Promo Akad Nikah Makeup