NEWS TANGERANG– Yogyakarta, CNN Indonesia – Sebuah langkah mengejutkan datang dari dua tokoh penting di Indonesia. Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Fathul Fahid, bersama Ketua PP Muhammadiyah bidang Hukum dan HAM, Busyro Muqqodas, secara resmi mengajukan diri sebagai penjamin penangguhan penahanan aktivis asal Yogyakarta, Muhammad Fakhrurrozi alias Paul. Paul sendiri kini ditahan Polda Jatim atas tuduhan terkait ricuh demo pada Agustus lalu.
Keputusan ini bukan main-main, menunjukkan betapa seriusnya kasus Paul di mata para intelektual dan tokoh masyarakat. Selain Fathul dan Busyro, sejumlah dekan, direktur pusat studi, hingga Ketua Umum Pengurus Yayasan Badan Wakaf UII juga turut serta menjadi penjamin. Mereka semua bersatu menyuarakan keprihatinan mendalam atas nasib Paul.
Siapa Paul dan Kenapa Ditahan?
Muhammad Fakhrurrozi, atau yang akrab disapa Paul, adalah seorang aktivis muda dari Yogyakarta yang dikenal vokal menyuarakan isu-isu publik. Ia ditangkap dan kini ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jawa Timur. Paul dituduh terlibat dalam dugaan penghasutan aksi demonstrasi yang berujung kericuhan di Kediri, Jawa Timur, pada 30 Agustus 2025 lalu.
Atas perbuatannya, Paul dipersangkakan dengan pasal berlapis, yakni Pasal 160 KUHP juncto Pasal 187 KUHP juncto Pasal 170 KUHP juncto Pasal 55 KUHP. Penahanan Paul ini sontak memicu gelombang solidaritas, terutama dari kalangan akademisi dan pegiat HAM yang melihat adanya kejanggalan dalam proses hukumnya.
Dua Tokoh Besar Turun Tangan
Fathul Fahid, Rektor UII, membenarkan pengajuan surat penjaminan tersebut. "Surat (pengajuan sebagai penjamin) saya sampaikan ke LBH," kata Fathul, Jumat (3/10). Langkah ini menegaskan komitmen UII sebagai institusi pendidikan yang menjunjung tinggi keadilan dan hak asasi manusia.
Tak hanya Fathul, kehadiran Busyro Muqqodas, seorang tokoh senior Muhammadiyah dan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagai penjamin menambah bobot pada upaya pembebasan Paul. Keterlibatan tokoh sekaliber Busyro mengirimkan sinyal kuat bahwa kasus Paul bukan sekadar masalah hukum biasa, melainkan menyentuh inti kebebasan berpendapat dan demokrasi.
Kecaman Keras dari Kampus dan Tokoh Agama
Bagi Fathul, penangkapan Paul telah menimbulkan keprihatinan yang mendalam karena menunjukkan proses yang tak transparan. Ia bahkan menduga adanya prosedur yang tidak sesuai aturan. Kondisi ini, menurut Fathul, membuat publik wajar jika menilai penangkapan Paul bukan demi menegakkan keadilan, melainkan diduga sebagai upaya membungkam suara-suara kritis.
Pernyataan Fathul ini bukan cuma omong kosong. Ia menyoroti bagaimana proses hukum yang tidak jelas dapat mengikis kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum. Ketika transparansi diabaikan, keadilan menjadi kabur, dan kecurigaan publik pun tak terhindarkan.
Demokrasi Sehat Butuh Suara Kritis
Dalam negara yang menganut sistem demokrasi, perbedaan pandangan dan kritik terhadap pemerintah adalah sesuatu yang wajar, bahkan sehat. Fathul menegaskan bahwa hak untuk bersuara kritis ini dijamin oleh konstitusi Republik Indonesia. Namun, realitas yang terjadi justru berbanding terbalik dengan harapan tersebut.
"Harapan publik makin terbatas. Lembaga-lembaga negara yang seharusnya menjadi penyeimbang kebijakan pemerintah tampak makin tumpul," kata Fathul. Akibatnya, masyarakat sipil, mulai dari aktivis, akademisi, jurnalis, mahasiswa, hingga komunitas rakyat kecil, kini semakin sedikit yang berani bersuara lantang. Mereka yang masih berani, seringkali harus menghadapi risiko yang tidak kecil.
Paul Bukan Sendiri: Gelombang Intimidasi Aktivis Lain
Fathul menambahkan bahwa para aktivis ini bersuara bukan karena ingin melawan negara, melainkan karena cinta pada negeri ini dan kerinduan akan Indonesia yang lebih baik. "Mas Paul adalah salah satu dari barisan itu," sambungnya, menyoroti dedikasi Paul dalam perjuangannya.
Ironisnya, Paul bukan satu-satunya. Masih banyak aktivis lain yang diduga menerima intimidasi dan kriminalisasi hanya karena menyuarakan isu lingkungan, HAM, keadilan sosial, atau ketimpangan kebijakan ekonomi. Latar belakang perjuangan mereka mungkin beragam, tapi semangatnya sama: menjaga nurani bangsa agar tetap hidup dan tidak mati suri.
Ancaman bagi Ruang Dialog dan Kebebasan
Sikap yang terus memperlakukan aktivis sebagai musuh negara hanya akan menciptakan ketakutan di masyarakat untuk bersuara. Ruang dialog konstruktif yang seharusnya menjadi pilar demokrasi pun bakal tertutup rapat. Fathul yakin pemerintah juga tidak mau dilabeli sebagai diktator baru, karena itu akan menjadi catatan hitam dalam sejarah bangsa.
Negara seharusnya hadir untuk melindungi kebebasan warganya, bukan justru mengekangnya. Ketika suara-suara kritis dibungkam, yang tersisa hanyalah kepatuhan buta yang tidak mencerminkan kemajuan. Ini adalah ancaman serius bagi masa depan demokrasi Indonesia.
Desakan Pembebasan dan Harapan untuk Keadilan
Dengan semua alasan kuat tersebut, Fathul mendesak agar Paul dan para aktivis lainnya yang kini ditahan aparat segera dibebaskan. Ia percaya bahwa pembebasan mereka adalah langkah awal untuk mengembalikan kepercayaan publik dan menjaga kesehatan demokrasi.
"Negara yang sehat selalu ditopang oleh masyarakat sipil yang kuat. Tanpa masyarakat sipil yang berani bersuara, negara hanya akan dikelilingi bisu yang penuh basa-basi," kata Fathul. Ini bukan hanya tentang satu orang, ini tentang hak kita bersama, tentang menjaga agar Indonesia tidak kehilangan akal sehat dan jiwanya.
Kejanggalan Proses Hukum Versi LBH Surabaya
Direktur LBH Surabaya, Habibus Shalihin, juga angkat bicara mengenai penangkapan Paul. Ia menegaskan bahwa penangkapan Paul yang didasari laporan model A tidak sesuai prosedur hukum yang berlaku. Menurutnya, Paul tidak pernah menerima pemanggilan sebelumnya, sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
LBH Surabaya menilai penetapan tersangka terhadap Paul telah menyalahi aturan, khususnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2014. Putusan MK tersebut secara jelas mengatur bahwa penetapan tersangka harus didasarkan minimal pada dua alat bukti yang sah, serta adanya pemanggilan pemeriksaan terlebih dahulu. Pelanggaran prosedur ini semakin memperkuat dugaan adanya upaya kriminalisasi terhadap Paul.
Apa Selanjutnya?
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak kepolisian mengenai pengajuan penangguhan penahanan Paul yang dijamin oleh Fathul dan kawan-kawan. Publik menanti respons dari Polda Jatim terkait desakan dari tokoh-tokoh besar ini.
Kasus Paul menjadi sorotan tajam yang menguji komitmen negara terhadap kebebasan berpendapat dan hak asasi manusia. Akankah suara-suara kritis ini didengar, ataukah akan terus dibungkam? Masa depan demokrasi Indonesia sedikit banyak akan ditentukan oleh bagaimana kasus ini diselesaikan.
[Gambas:Video CNN]
Penulis: Arya N
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: Oktober 3, 2025