NEWS TANGERANG– Insiden keracunan massal dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Bandung Barat memicu reaksi keras dari DPR RI. Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, mendesak adanya Peraturan Presiden (Perpres) khusus untuk mengatur kolaborasi pengelolaan dan pengawasan program ini secara menyeluruh. Menurutnya, payung hukum yang kuat sangat dibutuhkan agar kejadian serupa tidak terulang lagi.
Ribuan Korban di Bandung Barat: Alarm Bahaya Berbunyi!
Bayangkan, lebih dari seribu orang, tepatnya 1.333 jiwa, menjadi korban keracunan massal di Kecamatan Cipongkor, Bandung Barat, dalam beberapa hari terakhir. Mereka semua menyantap menu dari program MBG yang seharusnya menyehatkan dan bergizi. Kejadian ini sontak menjadi sorotan utama dan memicu kekhawatiran publik.
Cucun Ahmad Syamsurijal, didampingi Bupati Bandung Barat Jeje Ritchie Ismail, langsung bergerak cepat meninjau dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kampung Cipari, Desa Cijambu, Kecamatan Cipongkor. Dapur inilah yang diduga menjadi sumber awal keracunan massal tersebut. Kunjungan ini dilakukan pada Kamis (25/9) sekitar pukul 17.28 WIB.
DPR RI Turun Gunung: Cucun Ahmad Syamsurijal Bongkar Masalah
Dalam sidak tersebut, Cucun mengungkap bahwa pengawasan MBG saat ini belum cukup ketat. Ia merasa pengawasan tidak bisa hanya dipegang oleh Badan Gizi Nasional (BGN) saja. Perlu ada keterlibatan lebih banyak pihak untuk memastikan keamanan dan kualitas makanan.
Kenapa Perlu Perpres Kolaboratif?
Menurut Cucun, pengelolaan dan pengawasan MBG tidak bisa hanya dibebankan pada Badan Gizi Nasional (BGN) saja. Perlu kolaborasi kuat dari berbagai pihak, mulai dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), BPOM, hingga pemerintah daerah. Perpres kolaboratif ini diharapkan bisa menjadi payung hukum yang mengikat semua pihak untuk bekerja sama.
"Nanti kita akan usulkan perpres kolaboratif. Jadi tidak hanya BGN, tapi juga Kemenkes, BPOM, dan pemda. Supaya pengawasan lebih optimal dan kejadian seperti ini tidak terulang," tegas Cucun. Ia berharap dengan adanya sinergi lintas sektor, pengawasan akan jauh lebih ketat dan efektif.
Sidak Dapur MBG: Apa yang Ditemukan?
Setelah meninjau dapur SPPG, Cucun dan rombongan juga mendatangi Posko Kecamatan Cipongkor. Di sana, ia melihat langsung kondisi para pasien keracunan MBG yang masih menjalani perawatan. Ia juga berdiskusi dengan para pengelola dapur SPPG di Kecamatan Cipongkor.
Cucun mengingatkan para mitra pemilik dapur bahwa proses masak dilakukan serentak dalam satu waktu. Artinya, jika ada masalah pada satu dapur, dampaknya bisa meluas ke banyak penerima, mulai dari anak PAUD, SD, SMP, bahkan ibu menyusui. Ini adalah risiko besar yang harus dijaga bersama.
Pentingnya Pengawasan Rantai Pasok
Tak hanya soal dapur, Cucun juga menyoroti pentingnya pendampingan ahli gizi, terutama bagi kelompok rentan seperti ibu hamil dan menyusui. Ia menekankan bahwa pengawasan pangan tidak boleh berhenti di operasional dapur saja, melainkan harus mencakup seluruh rantai pasok bahan makanan.
"Siapa yang beli daging, ikan, sayur, semua harus jelas. Kepala dapur SPPG juga harus tahu. Jadi tidak cukup hanya punya dapur, tapi juga wajib mengawasi supply chain," ujarnya. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan bahan baku menjadi kunci utama untuk mencegah masalah sejak awal.
Bukan Alasan Hentikan Program, Tapi Evaluasi Total!
Meski terjadi insiden keracunan yang memprihatinkan, Cucun menegaskan bahwa ini bukan alasan untuk menghentikan program MBG. Program ini, yang digagas Presiden Prabowo Subianto, punya niat mulia untuk memastikan anak-anak Indonesia mendapatkan gizi terbaik dan tersenyum.
Ia mengatakan, maraknya kasus keracunan dan masalah lain terkait MBG yang sudah berlangsung sejak awal Januari lalu harus menjadi momentum evaluasi. "Tolong jangan dirusak oleh orang pengen ambil untung, orang yang pengen ada lebihnya," pesan Cucun, mengingatkan agar program ini tidak disalahgunakan.
Suara Lain dari Senayan: Komisi IX Ikut Bersuara
Di lokasi terpisah, Wakil Ketua Komisi IX DPR, drg. Putih Sari, juga ikut menyuarakan pentingnya koordinasi lintas kementerian/lembaga untuk mengelola dan mengawasi MBG. Ia menyoroti kualitas dan kompetensi para penjamu makanan di dapur SPPG.
Sertifikasi Penjamu Makanan, Penting Banget!
Menurut Putih Sari, petugas di SPPG seharusnya adalah orang-orang yang bersertifikasi dan memiliki kompetensi. Hal ini penting agar mereka dapat bekerja dengan baik dan mencegah terulangnya kasus-kasus keracunan. Ia mengusulkan pemanfaatan balai-balai besar di berbagai daerah untuk pelatihan dan sertifikasi.
Komisi IX DPR sendiri berencana untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program MBG. Evaluasi ini akan fokus pada maraknya kasus keracunan yang terjadi di beberapa daerah.
Evaluasi Dapur Bermasalah, Bukan Berarti Stop Program
Anggota Komisi IX DPR lainnya, Ashabul Kahfi, juga mendukung evaluasi ini. Namun, ia menegaskan bahwa evaluasi akan difokuskan pada dapur-dapur SPPG yang bermasalah, bukan berarti menghentikan program secara keseluruhan. "Kita tetap membiarkan yang berjalan," katanya, menolak gagasan untuk menghentikan program.
Respons dari Badan Gizi Nasional (BGN): Masalah Pemasok?
Kepala BGN, Dadan Hindayana, yang saat itu berada di Palu, Sulawesi Tengah, memberikan tanggapan terkait kasus keracunan di Kabupaten Banggai Kepulauan, yang juga menjadi sorotan. Menurutnya, insiden di sana murni karena masalah pergantian pemasok dan sudah diperbaiki.
"Operasional dihentikan sementara untuk memastikan kualitas kembali sesuai standar," kata Dadan, menunjukkan langkah cepat yang diambil BGN untuk mengatasi masalah.
Sorotan Terus Menerus: Rekam Jejak Program MBG
Sejak diluncurkan awal Januari lalu, program MBG memang tak luput dari berbagai sorotan. Mulai dari menu yang gizinya dipertanyakan, temuan benda asing, makanan basi, hingga serangkaian kasus keracunan yang terjadi di beberapa wilayah. Semua permasalahan ini mendorong pemerintah untuk terus mengevaluasi dan memperbaiki program ini.
Program Makan Bergizi Gratis adalah inisiatif besar dengan tujuan mulia. Namun, serangkaian insiden keracunan ini menjadi pengingat keras bahwa implementasi di lapangan harus diawasi dengan sangat ketat. Usulan Perpres kolaboratif dari DPR RI diharapkan bisa menjadi solusi jitu untuk memastikan setiap porsi makanan yang disajikan benar-benar aman, bergizi, dan sesuai standar. Ini demi senyum dan kesehatan anak-anak Indonesia.
Penulis: Arya N
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: September 27, 2025