NEWS TANGERANG– Setelah sempat bikin heboh dan jadi perbincangan panas di berbagai platform media sosial, pemerintah akhirnya angkat bicara soal isu pelarangan buku-buku berideologi tertentu. Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra, menegaskan bahwa tidak ada niatan dari pemerintah untuk melarang penerbitan maupun peredaran buku, termasuk yang berhaluan kiri.
Pernyataan ini tentu saja jadi angin segar di tengah kekhawatiran publik, terutama setelah gelombang aksi demonstrasi di berbagai daerah pada akhir Agustus lalu yang sempat diwarnai kerusuhan. Kala itu, sejumlah aktivis dilaporkan mengalami penyitaan buku oleh pihak kepolisian, memicu pertanyaan besar tentang kebebasan berekspresi dan literasi di Indonesia.
Buku Ideologi Kiri Aman: Bukan Pelarangan, Tapi Penyelidikan
Yusril menjelaskan, isu pelarangan buku ideologi kiri yang sempat beredar luas itu tidak benar. Ia menegaskan bahwa pemerintah tidak akan melakukan tindakan pelarangan semacam itu. Kebijakan pemerintah sejak lama adalah bersikap terbuka terhadap berbagai jenis buku dan ideologi.
Bahkan, Kejaksaan Agung pun sudah lama tidak lagi menjalankan kewenangan untuk melakukan pembredelan terhadap media maupun buku. Hal ini terbukti dari banyaknya buku dengan berbagai macam ideologi, termasuk paham kiri, yang bisa dengan mudah ditemukan di pasaran saat ini tanpa ada hambatan berarti.
Lalu, bagaimana dengan penyitaan buku yang dilakukan polisi terhadap sejumlah aktivis? Yusril menegaskan bahwa tindakan tersebut bukan indikasi adanya pembatasan bacaan masyarakat. Menurutnya, penggeledahan dan penyitaan buku dari tempat tinggal aktivis semata-mata adalah bagian dari proses penyelidikan.
Tujuannya adalah untuk mendalami latar belakang di balik aksi-aksi tersebut. Pihak berwenang ingin melihat apakah ada keterkaitan dengan pihak lain atau motif tertentu yang melatarbelakangi insiden yang terjadi. Jadi, ini lebih ke arah pengumpulan data untuk kepentingan investigasi, bukan sensor atau pelarangan buku secara umum.
Paham Anarko yang Bikin Penasaran: Apa Itu?
Dalam kesempatan yang sama, Yusril juga menyinggung soal paham anarko yang belakangan ini sering disebut-sebut oleh kepolisian, namun kurang dipahami oleh masyarakat luas. Pemerintah saat ini sedang mendalami paham tersebut, yang menurutnya sedang berkembang pesat melalui media elektronik.
Anarko, atau anarkisme, adalah sebuah ideologi politik yang menganjurkan masyarakat tanpa negara, atau secara umum, menentang segala bentuk otoritas dan hierarki. Paham ini memiliki pengikut di berbagai belahan dunia dan menjadi perhatian banyak negara, bukan hanya Indonesia.
Yusril menekankan bahwa ideologi, dalam esensinya, tidak bisa dilarang. Ideologi itu hidup dan berkembang dengan sendirinya di tengah masyarakat. Yang bisa dilakukan adalah memahami dan mengkajinya, bukan menindas keberadaannya.
Pemerintah sedang mempelajari bagaimana paham ini menyebar dan apa implikasinya bagi stabilitas sosial. Ini menunjukkan pendekatan yang lebih komprehensif, yaitu memahami akar masalah daripada sekadar melarang ekspresi ideologis.
Suara Kemenham: Penyitaan Buku Bertentangan dengan HAM
Meski Yusril memberikan klarifikasi, ada suara lain yang juga penting untuk didengar. Kementerian Hak Asasi Manusia (Kemenham) sebelumnya menyatakan bahwa penyitaan buku oleh aparat kepolisian dalam penangkapan aktivis tidak sejalan dengan semangat demokrasi dan HAM.
Staf Ahli Bidang Penguatan Reformasi Birokrasi dan Legislasi Kemenham, Rumadi Ahmad, menyampaikan pernyataan ini setelah insiden penyitaan buku aktivis literasi di Kediri, Jawa Timur. Menurutnya, langkah tersebut bertentangan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto.
Presiden Prabowo, dalam penanganan aksi demonstrasi, telah menginstruksikan aparat untuk selalu memperhatikan aspek HAM. Hal ini khususnya merujuk pada Pasal 19 International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), yang menjamin hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Pernyataan Kemenham ini menyoroti pentingnya menjaga keseimbangan antara penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia. Meskipun penyelidikan perlu dilakukan, caranya harus tetap menghormati prinsip-prinsip demokrasi dan kebebasan individu.
Apa Artinya Bagi Anak Muda dan Kebebasan Berpikir?
Bagi anak muda yang haus akan informasi dan pengetahuan, pernyataan Menko Yusril ini tentu memberikan kejelasan. Ini menegaskan bahwa ruang untuk berdiskusi, membaca, dan memahami berbagai ideologi tetap terbuka lebar. Kebebasan berpikir dan mengakses informasi adalah fondasi penting dalam membangun masyarakat yang kritis dan cerdas.
Meskipun ada kekhawatiran dan proses penyelidikan yang sedang berjalan, pesan utamanya adalah pemerintah tidak berniat membatasi akses masyarakat terhadap buku. Ini adalah sinyal positif bahwa literasi dan keberagaman pemikiran dihargai, selama tidak mengarah pada tindakan melanggar hukum.
Penting bagi kita semua, terutama generasi muda, untuk tetap kritis dan selektif dalam menyerap informasi. Membaca berbagai perspektif, termasuk ideologi yang berbeda, adalah cara untuk memperkaya wawasan. Namun, kemampuan untuk menganalisis dan membedakan antara ideologi dan tindakan melanggar hukum juga sangat krusial.
Pada akhirnya, polemik ini mengingatkan kita akan pentingnya dialog terbuka dan pemahaman yang mendalam. Pemerintah telah menegaskan posisinya, dan kini giliran masyarakat untuk terus menjaga semangat literasi dan kebebasan berpikir, sembari tetap menjunjung tinggi hukum dan nilai-nilai demokrasi.
Penulis: Arya N
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: September 27, 2025