Seedbacklink affiliate

Geger! Identitas Korban Ponpes Al-Khoziny Sulit Terkuak: KTP Tak Cukup, DNA Jadi Harapan Terakhir!

Wanita keluarga TKI menangis saat menunggu proses identifikasi jenazah.
Tangis kesedihan menyelimuti anggota keluarga Tenaga Kerja Indonesia (TKI) saat menunggu proses identifikasi jenazah.
banner 120x600

NEWS TANGERANG– Tragedi pilu melanda Sidoarjo. Sebuah insiden ambruknya bangunan mushala di Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Khoziny telah menyisakan duka mendalam dan misteri yang belum terpecahkan. Di tengah puing-puing reruntuhan, tim Disaster Victim Identification (DVI) Polda Jawa Timur berjuang keras mengungkap identitas para korban, namun menghadapi kendala yang tak terduga.

Sabtu, 04 Oktober 2025, menjadi hari yang penuh tantangan bagi tim DVI. Mereka harus bekerja ekstra keras di RS Bhayangkara Surabaya, berpacu dengan waktu dan kondisi jenazah yang semakin memburuk. Proses identifikasi ini bukan sekadar tugas teknis, melainkan juga pertaruhan harapan bagi keluarga yang menanti kabar orang terkasih.

Jeritan Hati di Balik Reruntuhan: Identifikasi Korban Ponpes Al-Khoziny yang Penuh Tantangan

Bayangkan, di tengah hiruk pikuk duka dan upaya penyelamatan, ada satu tugas krusial yang menentukan segalanya: mengenali siapa saja yang menjadi korban. Tanpa identitas yang jelas, keluarga tak bisa berduka dengan tenang, dan proses pemakaman pun terhambat. Inilah dilema yang kini dihadapi tim DVI.

Kaurkes Kamtibmas Subdit Dokpol Biddokes Polda Jatim, Kompol Naf’an, mengungkapkan bahwa kendala utama muncul dari hal yang mungkin terdengar sepele, namun sangat fundamental. Banyak korban yang ternyata belum memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), sebuah dokumen identitas dasar yang seharusnya dimiliki setiap warga negara dewasa.

Misteri Identitas: Ketika KTP Bukan Lagi Kunci

Ketiadaan KTP ini menjadi tembok penghalang besar dalam proses identifikasi. Biasanya, KTP adalah alat pembanding utama untuk mencocokkan data antemortem (data sebelum kematian) dengan postmortem (data setelah kematian). Tanpa KTP, tim DVI harus mencari cara lain yang lebih rumit.

Fenomena ini seringkali terjadi pada santri atau anak-anak muda yang masih dalam masa pendidikan. Prioritas mereka mungkin lebih pada ilmu agama, sehingga urusan administrasi seperti KTP kerap terabaikan atau belum waktunya diurus. Namun, dalam situasi darurat seperti ini, ketiadaan dokumen tersebut menjadi masalah besar.

Tim DVI pun berupaya mencari alternatif lain. Mereka mencoba meminta data dari raport atau ijazah yang mungkin memiliki cap jempol atau sidik jari korban. Ini adalah langkah darurat untuk mendapatkan pembanding identitas, meski tingkat akurasinya tentu tidak seoptimal data KTP.

Perjuangan Melawan Waktu dan Kondisi Jenazah

Selain masalah administrasi, kondisi jenazah juga memperumit segalanya. Waktu yang terus berjalan sejak insiden ambruknya bangunan membuat jenazah mengalami pembusukan. Kondisi ini secara signifikan menghambat pengambilan sidik jari yang akurat.

Pembusukan dapat merusak pola unik sidik jari, menjadikannya sulit bahkan mustahil untuk diidentifikasi secara manual. Tim DVI harus bekerja dengan sangat hati-hati, menghadapi tantangan fisik dan emosional yang berat. Mereka adalah garda terdepan dalam memberikan kepastian di tengah ketidakpastian.

Harapan Terakhir: Sains di Balik Uji DNA

Ketika metode identifikasi sekunder seperti sidik jari dan gigi tidak membuahkan hasil, tim DVI beralih ke metode primer yang paling akurat: pemeriksaan DNA. Ini adalah harapan terakhir bagi keluarga yang menanti kepastian. Sampel DNA diambil dari jenazah dan juga dari keluarga inti korban sebagai pembanding.

Sebanyak sembilan jenazah di RS Bhayangkara Surabaya telah diambil sampel DNA-nya. Tak hanya itu, sampel DNA dari pendamping orang tua korban juga dikumpulkan untuk dicocokkan. Ini adalah proses yang sangat detail dan membutuhkan ketelitian tinggi.

Sampel-sampel berharga ini tidak bisa langsung dianalisis di Jawa Timur. Pagi itu juga, mereka diterbangkan khusus ke Pusat Laboratorium DNA Pusdokkes Polri di Cipinang, Jakarta Timur. Ini menunjukkan betapa serius dan kompleksnya penanganan kasus identifikasi ini.

Hingga saat ini, tim DVI telah berhasil mengumpulkan data antemortem dari 57 orang tua yang diduga memiliki hubungan keluarga dengan para korban. Data ini sangat penting sebagai "cetak biru" genetik yang akan dicocokkan dengan sampel DNA dari jenazah.

Kompol Naf’an menjelaskan bahwa proses pemeriksaan DNA ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar, sekitar dua hingga tiga minggu. Lamanya waktu ini bergantung pada tingkat kesulitan kasus dan juga beban kerja laboratorium. Mengingat hanya ada satu lab DNA di Cipinang untuk seluruh Indonesia, antrean bisa saja terjadi.

Pelajaran Berharga dari Tragedi Sidoarjo

Tragedi di Ponpes Al-Khoziny ini bukan hanya tentang bangunan yang ambruk, melainkan juga tentang pentingnya identitas dan kesiapan kita dalam menghadapi musibah. Kasus ini menjadi pengingat betapa krusialnya memiliki dokumen identitas lengkap, bahkan bagi mereka yang masih sangat muda.

Pemerintah dan lembaga terkait perlu lebih gencar mensosialisasikan pentingnya kepemilikan KTP atau identitas lain sejak dini. Terutama di lingkungan pondok pesantren atau asrama, di mana santri mungkin jauh dari keluarga dan urusan administrasi seringkali terlewatkan. Ini adalah langkah preventif yang bisa meringankan beban saat musibah datang.

Dukungan penuh kepada tim DVI juga sangat penting. Mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang bekerja di balik layar, mengurai benang kusut identitas demi memberikan ketenangan bagi keluarga korban. Kesabaran dan pengertian dari masyarakat sangat dibutuhkan selama proses identifikasi berlangsung.

Semoga proses identifikasi ini segera membuahkan hasil, memberikan kepastian bagi keluarga yang berduka. Tragedi ini mengajarkan kita tentang kerapuhan hidup, namun juga tentang kekuatan solidaritas dan pentingnya setiap detail kecil dalam kehidupan, termasuk selembar KTP yang ternyata bisa menjadi penentu nasib.

Penulis: Arya N

Editor: Santika Reja

Terakhir disunting: Oktober 4, 2025

Promo Akad Nikah Makeup