NEWS TANGERANG– Aset ‘Siluman’ Terungkap: KPK Sita Harta Mantan Dirjen Kemnaker
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali bikin gebrakan. Kali ini, mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Haryanto, harus gigit jari. Sejumlah aset miliknya yang diduga hasil tindak pidana korupsi telah disita.
Penyitaan ini adalah bagian dari pengusutan kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kemnaker. Haryanto sendiri merupakan salah satu tersangka utama dalam kasus yang menggemparkan ini.
Dari Kontrakan Hingga Innova: Daftar Aset yang Disita
Apa saja yang disita? Enggak main-main, ada dua bidang tanah berupa kontrakan seluas 90 meter persegi di wilayah Cimanggis, Kota Depok. Selain itu, sebuah rumah megah seluas 180 meter persegi di wilayah Sentul, Kabupaten Bogor, juga ikut diamankan oleh tim penyidik KPK.
Tak hanya properti, satu unit mobil Innova juga ikut disita sebagai barang bukti. Semua aset ini diduga kuat dibeli secara tunai menggunakan uang hasil pemerasan yang didapatkan dari para agen Tenaga Kerja Asing (TKA).
Modus Licik: Aset Atas Nama Kerabat dan ‘Titipan’ Mobil
Modusnya pun cukup licik dan terencana. Menurut Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, aset-aset berupa tanah dan rumah tersebut sempat diatasnamakan kerabat Haryanto. Ini adalah taktik umum untuk menyembunyikan kepemilikan harta yang diduga berasal dari tindak kejahatan.
Lebih jauh, Haryanto juga disebut meminta salah seorang agen TKA untuk membelikan satu unit mobil Innova di sebuah dealer di Jakarta. Kini, kendaraan tersebut pun sudah jadi barang bukti sitaan KPK, melengkapi daftar panjang aset yang berhasil diungkap.
Bukan Sekadar Sita: Bukti Kuat dan Pemulihan Aset Negara
Penyitaan aset ini bukan cuma buat pamer, lho. Ini adalah langkah krusial yang dibutuhkan untuk mendukung proses pembuktian perkara di persidangan. Dengan adanya aset yang disita, KPK memiliki bukti konkret terkait aliran dana hasil korupsi.
Selain itu, penyitaan ini juga merupakan upaya awal KPK untuk memulihkan aset negara yang telah dirugikan. Uang rakyat yang diduga dicuri melalui praktik korupsi harus kembali ke kas negara, demi kepentingan seluruh masyarakat.
Skandal RPTKA: Jaringan Korupsi di Kemnaker Terbongkar
Kasus Haryanto ini cuma puncak gunung es dari skandal korupsi RPTKA di Kemnaker yang lebih besar. Sebelumnya, KPK telah mengungkap bahwa lebih dari 85 pegawai Kementerian Ketenagakerjaan diduga menerima uang haram dari pemerasan terkait pengurusan RPTKA.
Angka fantastis! Selama periode tahun 2019 hingga 2024, total uang yang diterima oleh delapan orang tersangka dan para pegawai pada Direktorat PPTKA mencapai setidaknya Rp53,7 miliar. Sebuah jumlah yang sangat besar dan mencengangkan.
Meskipun begitu, beberapa pihak, termasuk para tersangka, sudah menunjukkan itikad baik dengan mengembalikan uang ke negara. Total pengembalian dana melalui rekening penampungan KPK hingga saat ini mencapai Rp8,61 miliar.
Ancaman Pidana Berat Menanti Para Pelaku
Para pelaku dalam kasus ini dijerat dengan pasal-pasal berat yang menunjukkan keseriusan KPK dalam memberantas korupsi. Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, pasal-pasal tersebut juga juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Ini menunjukkan bahwa para tersangka menghadapi ancaman hukuman yang tidak main-main atas perbuatan mereka.
KPK Tak Berhenti di Sini: Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
KPK tidak akan berhenti di sini. Selain upaya penindakan yang tegas, lembaga antirasuah ini juga terus mendorong berbagai langkah pencegahan korupsi di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan. Tujuannya jelas: menutup celah bagi oknum-oknum nakal.
KPK berharap dengan langkah-langkah ini, tidak ada lagi peluang bagi para pejabat atau pegawai untuk melakukan tindak pidana korupsi. Ini semua demi mewujudkan kualitas pelayanan publik yang lebih baik, transparan, dan bersih dari praktik culas yang merugikan banyak pihak.
Penulis: Arya N
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: September 28, 2025