NEWS TANGERANG– Jakarta, CNN Indonesia — Kabar menu ikan hiu di program Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk siswa SD sempat bikin heboh. Apalagi, ada laporan keracunan yang menimpa siswa SDN 12 Kecamatan Benua Kayong, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Badan Gizi Nasional (BGN) akhirnya angkat bicara, memberikan penjelasan yang mungkin bikin kamu mikir dua kali.
Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, menegaskan bahwa menu ikan hiu itu bukan sembarangan. Menurutnya, hidangan laut yang tak biasa ini hanya muncul dua kali sepanjang pelaksanaan program MBG di sekolah tersebut. Jadi, bukan menu rutin yang disajikan setiap hari.
Menu Ikan Hiu: Kearifan Lokal yang Bikin Penasaran
BGN punya alasan kuat di balik pemilihan menu yang terkesan "ekstrem" ini. Nanik menjelaskan bahwa protein dan pilihan menu dalam program MBG memang disesuaikan dengan kearifan lokal dan ketersediaan bahan pangan di masing-masing wilayah. Ini berarti, apa yang disajikan di satu daerah bisa jadi sangat berbeda dengan daerah lain.
"Menu apapun itu, karena kan tujuannya kearifan lokal," kata Nanik, seperti dikutip Antara pada Kamis (25/9). Ia menambahkan, jika di suatu wilayah ikan tongkol melimpah, maka ikan tongkol lah yang akan diutamakan. Logikanya sederhana: memanfaatkan sumber daya lokal yang paling banyak dan mudah didapat.
Kasus ikan hiu ini menjadi contoh nyata. "Hiu misalnya, ternyata di situ biasa memang hiu dihidangkan," lanjut Nanik. Ia juga menyoroti perbedaan harga ikan hiu. "Kalau enggak kan di sini hiu mahal banget, tapi karena di sana banyak hiu, jadi ya diberikan dan itu hanya dua kali selama program berjalan," imbuhnya. Jadi, di Ketapang, ikan hiu dianggap sebagai sumber protein lokal yang ekonomis dan lazim dikonsumsi masyarakat setempat.
Keracunan atau Alergi? BGN Ungkap Perbedaan Penting
Isu keracunan yang menimpa ribuan siswa akibat program MBG juga menjadi sorotan tajam. Namun, Nanik punya pandangan lain. Ia menyebut bahwa seringkali terjadi tumpang tindih antara kasus keracunan dan alergi pada siswa, yang membuat situasi jadi lebih rumit.
"Ini ada keracunan dan alergi yang masih tumpang tindih, tidak semua hal itu ada dugaan keracunan, tetapi ada hal yang karena alergi," jelas Nanik. Ini adalah poin krusial yang perlu dipahami. Keracunan makanan biasanya disebabkan oleh bakteri, virus, atau toksin dalam makanan yang terkontaminasi, sementara alergi adalah reaksi sistem kekebalan tubuh terhadap zat tertentu dalam makanan yang sebenarnya tidak berbahaya bagi kebanyakan orang.
BGN juga tidak tinggal diam soal potensi alergi ini. Sebelum program MBG dimulai, baik guru maupun orang tua siswa diminta untuk mengisi formulir. Formulir ini bertujuan untuk mendata jenis-jenis alergi yang mungkin dimiliki siswa terhadap makanan tertentu.
"Misalnya alergi udang bahkan ada yang alergi mayonnaise, padahal, sebelum kita mau mendaftar murid-murid di sekolah-sekolah itu sebetulnya sudah ditanyakan kepada guru-gurunya, anak-anak ini siapa yang punya alergi dan sudah ada catatannya," ungkap Nanik. Ini menunjukkan bahwa ada upaya proaktif untuk mencegah masalah alergi.
Mekanisme Pengamanan dan Evaluasi Menu
BGN menegaskan komitmennya terhadap keamanan pangan dalam program MBG. Jika ada makanan yang terbukti secara ilmiah menyebabkan keracunan, BGN tidak akan ragu untuk menghentikan penggunaannya di wilayah tersebut. Ini adalah langkah tegas untuk memastikan keselamatan para penerima manfaat program.
"Terkait menu hiu itu, saya tegaskan kalau ada makanan yang terbukti membuat itu diidentifikasi sebagai yang membuat keracunan, kita enggak akan pakai di wilayah itu walaupun banyak," kata Nanik. Pernyataan ini menunjukkan bahwa meskipun kearifan lokal menjadi pertimbangan utama, faktor keamanan dan kesehatan tetap menjadi prioritas tertinggi.
Program Makan Bergizi Gratis sendiri bertujuan mulia: memastikan anak-anak sekolah mendapatkan asupan gizi yang cukup untuk mendukung tumbuh kembang dan konsentrasi belajar mereka. Oleh karena itu, pemilihan menu yang tepat, aman, dan sesuai kebutuhan lokal menjadi sangat penting.
Pentingnya Komunikasi dan Pemahaman Publik
Kontroversi menu ikan hiu ini juga menyoroti pentingnya komunikasi yang jelas dan transparan dari pihak penyelenggara program. Ketika sebuah menu yang tidak biasa disajikan, wajar jika muncul pertanyaan dan kekhawatiran dari masyarakat, terutama orang tua siswa.
Memahami perbedaan antara keracunan dan alergi, serta mengetahui bahwa ada mekanisme pendataan alergi, dapat membantu mengurangi kecemasan publik. Edukasi mengenai kearifan lokal dalam pemilihan bahan pangan juga bisa menjadi jembatan pemahaman antara program dan masyarakat.
Program MBG adalah inisiatif besar yang melibatkan banyak pihak dan kondisi geografis yang beragam. Tantangan dalam penyediaan makanan bergizi secara massal memang tidak mudah, mulai dari logistik, kualitas bahan baku, hingga penyesuaian dengan preferensi dan kondisi kesehatan lokal.
Melihat ke Depan: Gizi Anak, Prioritas Utama
Pada akhirnya, tujuan utama dari program Makan Bergizi Gratis adalah untuk meningkatkan status gizi anak-anak Indonesia. Dengan memastikan mereka mendapatkan makanan yang layak dan bergizi, diharapkan kualitas sumber daya manusia di masa depan juga akan meningkat.
Kasus menu ikan hiu ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak. Bahwa di balik setiap keputusan menu, ada pertimbangan kompleks antara ketersediaan lokal, biaya, nutrisi, dan tentu saja, keamanan. BGN terus berupaya menyempurnakan program ini agar manfaatnya benar-benar sampai kepada anak-anak sekolah tanpa menimbulkan kekhawatiran yang tidak perlu.
Jadi, di balik "geger" menu ikan hiu ini, ada cerita tentang upaya BGN menyeimbangkan kearifan lokal dengan standar gizi dan keamanan. Sebuah tantangan yang tak mudah, namun demi masa depan generasi penerus bangsa, harus terus diupayakan yang terbaik.
Penulis: Arya N
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: September 25, 2025