NEWS TANGERANG– Kabar mengejutkan datang dari Kecamatan Empang, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB). Ratusan siswa dari berbagai sekolah di wilayah tersebut mendadak dilarikan ke Puskesmas setelah menyantap menu Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang dibagikan di sekolah masing-masing. Insiden ini sontak bikin geger dan menyisakan banyak pertanyaan.
Kejadian tak terduga ini berlangsung pada Rabu (17/8) pagi, sekitar pukul 10.00 Wita. Awalnya, para siswa mengeluhkan gejala yang sama: mual, muntah, sakit perut hebat, hingga diare. Gejala ini muncul tak lama setelah mereka menikmati hidangan yang seharusnya menyehatkan tersebut.
Menu ‘Bergizi Gratis’ Berujung Petaka
Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) sejatinya adalah inisiatif mulia untuk memastikan asupan gizi anak-anak sekolah terpenuhi. Namun, insiden di Sumbawa ini justru menjadi ironi yang menyakitkan. Makanan yang seharusnya menunjang tumbuh kembang, malah berbalik menjadi pemicu keracunan massal.
Dugaan kuat mengarah pada kontaminasi makanan sebagai penyebab utama. Para siswa yang keracunan ini tersebar di beberapa sekolah, menunjukkan bahwa masalahnya mungkin terletak pada sumber makanan atau proses penyiapannya yang sama.
Kronologi Horor yang Bikin Panik
Sekretaris Desa (Sekdes) Gapit, Kecamatan Empang, Buhyar MZ, menjadi salah satu saksi mata yang ikut merasakan kepanikan. Ia menuturkan bahwa gelombang pertama keracunan terjadi di MTsN 2 Sumbawa. Sebagian siswa di sana mulai mengeluh pusing dan mual tak lama setelah menyantap menu MBG.
Para guru yang melihat kondisi ini langsung bertindak cepat. Mereka segera melaporkan kejadian tersebut kepada kepala sekolah yang saat itu sedang mengikuti rapat di Kota Sumbawa. Tanpa menunggu lama, kepala sekolah langsung menghubungi pihak Puskesmas Empang untuk meminta bantuan tim medis dan ambulans.
Tak berselang lama, kejadian serupa juga menimpa siswa-siswi di MIN 3 Sumbawa. Guru-guru di sana pun segera meminta pertolongan ke Puskesmas Empang, menambah daftar panjang pasien yang membutuhkan penanganan darurat. Kondisi ini mulai menciptakan suasana mencekam di lingkungan sekolah dan masyarakat sekitar.
Puncaknya, sekitar pukul 15.00 Wita, giliran sejumlah siswa SMPN 3 Empang yang merasakan gejala serupa. Mereka mengeluhkan mual dan sakit perut setelah menyantap MBG. Ini mengindikasikan bahwa masalah keracunan ini tidak hanya terbatas pada satu sekolah, melainkan menyebar luas.
Puskesmas Overload, Pasien Membludak
Berdasarkan data awal yang berhasil dihimpun, jumlah siswa MTsN 2 Sumbawa yang keracunan mencapai 94 orang. Kemudian, siswa MIN 3 Sumbawa sebanyak 20 orang, MAN 3 Sumbawa 11 orang, dan SMPN 3 Empang 2 orang. Total ratusan siswa harus mendapatkan penanganan medis secara intensif.
Jumlah pasien yang membludak ini membuat Puskesmas Empang kewalahan. Ruangan-ruangan Puskesmas penuh sesak. Bahkan, teras hingga musala pun terpaksa dialihfungsikan menjadi tempat penanganan medis darurat. Pemandangan ini sungguh memilukan, menunjukkan betapa seriusnya insiden keracunan massal ini.
Melihat kondisi yang tak lagi memungkinkan di Puskesmas Empang, sebagian siswa akhirnya harus dirujuk dan dirawat di Puskesmas Tarano. Ini adalah upaya untuk memastikan semua korban mendapatkan penanganan yang layak dan cepat, mengingat kapasitas Puskesmas Empang sudah melebihi batas.
Kesaksian dan Keprihatinan Sekdes Buhyar
Sekdes Buhyar MZ mengungkapkan keprihatinannya yang mendalam. "Mereka kebetulan keluarga dan warga saya. Barusan saya menjenguk mereka di Puskesmas Empang," ujarnya dengan nada khawatir. Kehadirannya di Puskesmas menunjukkan betapa seriusnya dampak insiden ini terhadap komunitas lokal.
Buhyar juga menambahkan bahwa beberapa siswa sudah diperbolehkan pulang dan menjalani rawat jalan. Namun, sebagian besar masih harus berada di bawah pengawasan medis, menunjukkan bahwa kondisi mereka masih memerlukan perhatian khusus. Proses pemulihan tentu tidak akan instan.
Mendesak Investigasi Menyeluruh: Siapa yang Bertanggung Jawab?
Insiden keracunan massal ini tentu saja memicu pertanyaan besar tentang standar keamanan pangan dalam program MBG. Siapa yang bertanggung jawab atas pengadaan, persiapan, dan distribusi makanan ini? Apakah ada kelalaian dalam proses pengawasan kualitas?
Pihak berwenang diharapkan segera melakukan investigasi menyeluruh. Mulai dari menelusuri asal bahan baku, proses pengolahan, hingga cara distribusi makanan. Setiap tahapan harus diperiksa dengan cermat untuk menemukan sumber kontaminasi dan mencegah kejadian serupa terulang di masa depan.
Keamanan pangan, terutama untuk anak-anak sekolah, adalah prioritas utama yang tidak bisa ditawar. Kejadian ini harus menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak terkait, mulai dari penyelenggara program, penyedia makanan, hingga lembaga pengawas kesehatan.
Dampak Jangka Panjang dan Harapan Pemulihan
Selain dampak fisik berupa sakit, insiden ini juga berpotensi menimbulkan trauma psikologis bagi para siswa. Pengalaman keracunan massal bisa meninggalkan ketakutan atau keengganan untuk mengonsumsi makanan yang dibagikan di sekolah. Ini tentu akan mengganggu proses belajar mengajar dan kesejahteraan emosional mereka.
Masyarakat dan orang tua berharap agar para siswa yang menjadi korban segera pulih sepenuhnya. Selain itu, ada harapan besar agar pemerintah daerah dan pihak terkait dapat memberikan jaminan keamanan pangan yang lebih baik di masa mendatang. Jangan sampai program yang bertujuan baik ini justru membawa petaka.
Semoga insiden ini menjadi titik balik untuk perbaikan sistem pengawasan dan kualitas program makanan gratis di seluruh Indonesia. Anak-anak adalah aset bangsa, kesehatan dan keselamatan mereka harus menjadi prioritas utama yang tak bisa ditawar.
Penulis: Arya N
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: September 18, 2025