NEWS TANGERANG– Bayangkan, kamu lagi asyik makan siang gratis di sekolah, eh tiba-tiba perut mules, mual, bahkan sampai harus dilarikan ke rumah sakit. Ngeri, kan? Itulah kenyataan pahit yang dialami ribuan pelajar di Jawa Barat. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang seharusnya jadi penyelamat, malah berubah jadi petaka.
Kini, suara-suara lantang menuntut evaluasi total tak hanya datang dari orang dewasa, tapi juga dari para pelajar itu sendiri! Mereka menuntut perubahan besar-besaran agar kejadian serupa tidak terulang lagi.
Suara Pelajar yang Tak Bisa Diremehkan
Desakan untuk mengkaji ulang program MBG memang sudah ramai dibicarakan. Mulai dari pemerhati pendidikan, kesehatan, hak anak, sampai ibu-ibu alias emak-emak, semua ikut bersuara. Mereka khawatir dengan kualitas dan keamanan makanan yang disajikan.
Tapi kali ini, ada yang beda. Para pelajar di Jawa Barat nggak mau cuma jadi korban pasif. Mereka bergerak, bersatu, dan mengajukan tuntutan serius terkait program MBG yang bikin resah ini. Ini adalah bukti bahwa anak muda punya kekuatan untuk menyuarakan kebenaran.
Poros Pelajar Jabar, sebuah jaringan yang terdiri dari berbagai organisasi siswa di provinsi tersebut, kini menjadi garda terdepan dalam menyuarakan keresahan ini langsung ke DPRD Jabar. Mereka datang bukan dengan tangan kosong, melainkan dengan data dan kajian yang solid.
Siapa Saja Poros Pelajar Jabar Ini?
Jaringan siswa ini bukan kaleng-kaleng. Mereka terdiri dari organisasi-organisasi besar dan berpengaruh seperti Pelajar Islam Indonesia (PII), Ikatan Pelajar Putri Indonesia (IPPI), dan sejumlah organisasi pelajar lainnya. Mereka mewakili suara ribuan siswa di seluruh Jawa Barat.
Suara mereka bukan cuma omongan kosong. Mereka menuangkan kajian dan analisis mendalam dalam sebuah "Naskah Akademik Evaluasi MBG" yang diserahkan ke DPRD Jabar pada akhir September lalu. Ini menunjukkan keseriusan dan kapasitas mereka dalam menganalisis masalah.
Khazimi, salah satu perwakilan Poros Pelajar, menegaskan bahwa sebagai penerima manfaat utama, pelajar punya hak dan kewajiban untuk memastikan program ini aman, berkualitas, dan benar-benar berpihak pada mereka. Mereka merasa bertanggung jawab atas nasib teman-teman mereka.
Petaka di Balik Makan Gratis: Data Korban yang Mengejutkan
Naskah akademik yang disusun para pelajar ini bukan tanpa dasar. Ini adalah respons langsung atas rentetan kasus keracunan massal yang terus-menerus terjadi di berbagai daerah di Jawa Barat akibat program MBG. Kejadian ini sudah berulang kali terjadi dan menimbulkan keresahan.
Bayangkan, data yang mereka kumpulkan bikin miris: total 2.080 pelajar jadi korban! Angka ini tersebar di berbagai wilayah, menunjukkan bahwa masalah ini bukan insiden tunggal, melainkan pola yang mengkhawatirkan.
Di Kabupaten Bandung Barat, ada 1.333 siswa yang keracunan. Lalu, Kabupaten Garut mencatat 659 siswa, Kabupaten Cianjur 36 siswa, dan Kota Tasikmalaya 52 siswa. Angka-angka ini adalah bukti nyata bahwa ada yang salah dengan program ini.
Yang paling baru, pada Jumat (3/10) lalu, puluhan siswa di Desa Luragung, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, juga ikut jadi korban keracunan makanan. Ini menandakan bahwa masalah ini masih terus berlanjut dan butuh penanganan segera.
Ini bukan cuma angka, ini adalah cerita tentang ribuan anak muda yang seharusnya fokus belajar dan bermain, tapi malah harus merasakan sakit, trauma, dan bahkan harus dilarikan ke rumah sakit akibat makanan yang seharusnya menyehatkan. Kondisi ini jelas tidak bisa diterima.
Empat Jurus Jitu dari Poros Pelajar untuk Perubahan Total
Dalam audiensi yang berlangsung di Kantor DPRD Jawa Barat, Bandung, pada akhir September lalu, naskah kajian ini diterima langsung oleh Anggota DPRD Jabar dari Fraksi Gerindra, George Edwin Sugiharto. Ini menunjukkan bahwa suara pelajar mulai didengar oleh wakil rakyat.
Pertemuan ini bukan akhir, tapi justru langkah awal yang penting. Poros Pelajar berharap ini bisa mendorong evaluasi menyeluruh dan menjadikan pelajar sebagai mitra kritis dalam pembangunan daerah yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Mereka ingin dilibatkan dalam solusi.
Mereka nggak cuma mengeluh, tapi juga menawarkan solusi konkret. Ada empat rekomendasi utama yang diajukan Poros Pelajar melalui DPRD Jabar terkait program MBG ini. Rekomendasi ini mencakup berbagai aspek, mulai dari hukum hingga ekonomi.
1. Perkuat Dasar Hukum: Jangan Cuma ‘Asal Jalan’
Rekomendasi pertama adalah mendesak pemerintah untuk menetapkan landasan hukum program MBG pada level minimal Peraturan Presiden (Perpres). Ini penting agar program ini punya payung hukum yang kuat dan jelas.
Kenapa Perpres? Karena ini penting untuk memperkuat koordinasi antar lembaga, menjamin akuntabilitas, dan meningkatkan pengawasan, terutama pada proses lelang dan keamanan pangan. Tanpa dasar hukum yang kuat, program bisa rentan penyimpangan.
Dengan dasar hukum yang kuat, diharapkan program ini tidak lagi ‘asal jalan’ dan lebih terstruktur, sehingga risiko keracunan bisa diminimalisir. Ini juga akan memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat.
2. Desentralisasi Pengelolaan: Serahkan ke Daerah, Lebih Paham Kondisi Lokal
Selama ini, pengelolaan program MBG cenderung tersentralisasi. Poros Pelajar mengusulkan desentralisasi, alias memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah. Ini berarti daerah bisa punya kontrol lebih.
Ini berarti daerah bisa lebih leluasa dalam pengadaan bahan pangan secara lokal, bahkan menyesuaikan menu sesuai kearifan lokal. Bayangkan, makanan yang lebih segar, lebih cocok dengan lidah, dan lebih aman karena sumbernya jelas dari sekitar.
Pendekatan lokal ini juga bisa memangkas birokrasi panjang yang seringkali jadi celah masalah kualitas dan keamanan. Daerah lebih tahu kebutuhan dan potensi lokal mereka, sehingga program bisa lebih efektif dan efisien.
3. Bentuk Komite Pengawas Independen: Biar Transparan dan Terpercaya
Untuk memastikan pengawasan yang menyeluruh dan transparan, Poros Pelajar mengusulkan pembentukan komite pengawas independen. Ini penting agar tidak ada konflik kepentingan dan pengawasan berjalan objektif.
Komite ini harus melibatkan berbagai unsur, mulai dari akademisi yang punya keahlian, masyarakat sipil yang mewakili kepentingan publik, asosiasi profesi yang memahami standar, hingga perwakilan orang tua siswa yang punya kepentingan langsung.
Dengan begitu, pengawasan tidak hanya dari internal pemerintah, tapi juga dari pihak-pihak yang punya kepentingan langsung dan bisa menjaga objektivitas. Ini akan membangun kepercayaan publik terhadap program.
4. Reformasi Kemitraan Ekonomi Lokal: Berdayakan UMKM, Jamin Kualitas
Rekomendasi terakhir adalah mendorong sistem kemitraan yang lebih berpihak pada pelaku usaha kecil, seperti UMKM, koperasi, dan BUMDes. Ini bukan cuma soal ekonomi, tapi juga soal kualitas dan keberlanjutan.
Ini bukan cuma soal ekonomi, tapi juga soal kualitas. Dengan memberdayakan UMKM lokal, rantai pasok bisa lebih pendek, kontrol kualitas lebih mudah, dan bahan baku lebih segar. UMKM lokal juga lebih punya insentif untuk menjaga reputasi.
Selain itu, perbaikan sistem pembayaran serta pelatihan teknis untuk peningkatan kapasitas UMKM juga jadi kunci agar mereka bisa menyediakan makanan yang aman dan bergizi secara berkelanjutan. Ini adalah investasi jangka panjang untuk kualitas pangan.
Masa Depan Program Makan Gratis: Akankah Ada Perubahan Nyata?
Apa yang dilakukan Poros Pelajar Jabar ini adalah bukti nyata bahwa anak muda punya kekuatan untuk membawa perubahan. Mereka tidak hanya mengeluh, tapi menganalisis masalah, mengumpulkan data, dan menawarkan solusi konkret demi masa depan yang lebih baik bagi teman-teman pelajar lainnya.
Mereka telah menunjukkan bahwa suara pelajar itu penting dan harus didengar. Mereka adalah generasi penerus yang berhak mendapatkan yang terbaik, termasuk makanan yang aman dan bergizi di sekolah.
Kini, bola ada di tangan DPRD Jabar dan pemerintah. Akankah suara ribuan pelajar ini didengar dan program MBG benar-benar dirombak total demi keamanan dan kesehatan anak-anak bangsa? Kita tunggu saja, semoga perubahan nyata segera terwujud!
Penulis: Arya N
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: Oktober 5, 2025