Seedbacklink affiliate

Indonesia Bakal Punya Kapal Induk Pertama? TNI AL Incar Raksasa Laut Italia, Ini Sisi Menarik dan Kontroversinya!

Kapal induk Giuseppe Garibaldi C551 milik Italia, potensi akuisisi TNI AL.
Kapal induk Giuseppe Garibaldi, kandidat kuat perkuat pertahanan maritim Indonesia.
banner 120x600

NEWS TANGERANG– TNI Angkatan Laut (TNI AL) tengah jadi sorotan. Pasalnya, ada rencana besar untuk mengakuisisi kapal induk atau aircraft carrier milik Italia, yang bernama Giuseppe Garibaldi. Jika rencana ini benar-benar terwujud, ini akan menjadi kapal induk pertama yang dimiliki Indonesia, sebuah langkah yang tentu saja sangat monumental bagi pertahanan maritim kita.

Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Muhammad Ali menjelaskan bahwa kapal ini akan difokuskan untuk Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Namun, tidak menutup kemungkinan juga akan dikerahkan untuk misi-misi lain yang berkaitan dengan pertempuran.

Giuseppe Garibaldi: Sang Raksasa Laut dari Italia yang Penuh Sejarah

Giuseppe Garibaldi bukanlah kapal baru. Ia adalah kapal induk ringan yang sudah malang melintang di lautan, menjadi bagian penting dari Angkatan Laut Italia selama bertahun-tahun. Rencana akuisisi ini tentu saja menimbulkan banyak pertanyaan dan perdebatan.

Membeli kapal induk bekas, apalagi sekelas Giuseppe Garibaldi, adalah keputusan besar yang melibatkan banyak aspek. Mulai dari anggaran, kesiapan operasional, hingga dampaknya terhadap strategi pertahanan nasional.

Antara Kebutuhan dan Simbol Kekuatan: Kata Para Ahli

Rencana pembelian kapal induk ini memicu beragam pandangan dari para pengamat militer. Ada yang melihatnya sebagai langkah strategis, namun tak sedikit pula yang mengingatkan akan potensi risiko dan tantangan besar di baliknya.

Perspektif Khairul Fahmi: Bukan Prioritas Utama, Tapi Bisa Multifungsi

Khairul Fahmi, pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), berpendapat bahwa jika berbicara pertahanan murni, Indonesia sebenarnya lebih membutuhkan alutsista seperti kapal selam, fregat, dan sistem senjata asimetris. Ini semua penting untuk menjaga kedaulatan laut dan skema sea denial kita.

Namun, Fahmi juga melihat sisi lain. Sebagai negara maritim besar, kapal induk bisa menjadi simbol kekuatan yang luar biasa sekaligus platform multifungsi yang sangat berguna. Apalagi jika dimodifikasi untuk OMSP, khususnya misi humanitarian assistance and disaster relief (HADR).

Dalam skenario HADR, kapal induk ini bisa jadi pusat operasi yang vital. Prioritasnya bukan lagi pesawat tempur, melainkan helikopter dan drone. Helikopter sangat krusial untuk distribusi logistik, evakuasi korban, dan misi SAR di wilayah bencana yang luas.

Sementara itu, drone bisa memperluas jangkauan pengintaian dan pengawasan, memberikan informasi real-time yang sangat dibutuhkan. Dengan begitu, kapal induk tidak hanya jadi simbol, tapi juga aset nyata yang mendukung kesiapsiagaan nasional kita dalam menghadapi berbagai krisis.

Catatan Penting dari Fahmi: Biaya, Usia, dan Kemandirian

Meski begitu, Fahmi tidak menampik adanya sejumlah catatan penting yang harus diperhatikan. Biaya operasional kapal induk itu sangat besar, apalagi Giuseppe Garibaldi sudah tidak muda lagi. Usia kapal yang sudah tua tentu akan menuntut biaya perawatan yang tidak sedikit.

Integrasinya dengan grand strategy pertahanan nasional juga harus dipastikan agar tidak menjadi "gajah putih" yang membebani. Idealnya, setiap akuisisi alutsista besar juga harus diarahkan pada target kemandirian pertahanan.

Ini bisa dicapai melalui transfer teknologi, keterlibatan industri pertahanan dalam proses modifikasi, serta pembangunan kapasitas sumber daya manusia. Dengan demikian, kapal induk ini bukan sekadar dibeli, tapi juga menjadi sarana percepatan kemandirian pertahanan nasional kita.

Fahmi menyimpulkan bahwa rencana TNI AL ini bisa dimaknai sebagai bagian dari transformasi maritim Indonesia. Jika kalkulasi cost-benefit, doktrin operasional, dan target kemandirian dijalankan secara serius, kehadiran kapal induk dinilai bisa memberi manfaat strategis, baik sebagai kekuatan simbolik maupun instrumen nyata dalam menjaga rakyat dan kedaulatan.

Peringatan Keras dari Fauzan Malufti: Jangan Hanya Gengsi!

Di sisi lain, Analis Pertahanan Fauzan Malufti mengingatkan agar rencana akuisisi kapal induk ini benar-benar didasari oleh kebutuhan nyata, bukan semata-mata gengsi atau pride. Menurutnya, keputusan ini harus rasional dan terukur.

PR Besar: Harga, Operasional, dan Konsep Jelas

Fauzan menyoroti beberapa hal utama yang menjadi perhatian dalam rencana tersebut. Pertama adalah harga, yang mencakup biaya akuisisi, perbaikan, dan modifikasi yang mungkin sangat besar. Kapal bekas tentu membutuhkan banyak penyesuaian.

Kedua, kemampuan TNI AL untuk mengoperasikan kapal tersebut. Ini bukan hanya soal sumber daya manusia yang terlatih, tapi juga biaya perawatan rutin, bahan bakar yang masif, kelengkapan persenjataan, hingga ketersediaan pangkalan yang mampu menunjang operasi, pemeliharaan, dan perawatan kapal induk.

Terakhir, konsep operasi. Apakah TNI AL memang butuh kapal induk, dan apakah kebutuhannya mendesak sekarang? Pertanyaan-pertanyaan ini harus dijawab dengan transparan.

Menurut Fauzan, semua hal di atas sebaiknya dijelaskan secara terbuka oleh TNI AL maupun Kementerian Pertahanan. Ini penting agar publik bisa menilai baik-buruknya rencana akuisisi kapal induk ini, terutama mengingat umur Giuseppe Garibaldi yang sudah cukup tua dan statusnya sebagai kapal bekas.

Apalagi, situasi dalam negeri saat ini menunjukkan bahwa publik sangat kritis terhadap belanja-belanja pemerintah yang dinilai tidak produktif dan mahal. Transparansi akan membangun kepercayaan dan dukungan.

Belajar dari Kegagalan Thailand: HTMS Chakri Naruebet

Fauzan juga mengingatkan agar pengalaman Thailand dengan Kapal Induk HTMS Chakri Naruebet dijadikan pelajaran berharga. Thailand tidak bisa mengoperasikan kapal induk tersebut secara maksimal, dan kapal itu lebih banyak menghabiskan waktu di pelabuhan dibanding di laut.

Chakri, menurut Fauzan, bisa dibilang sudah kehilangan banyak fungsi sebagai kapal induk. Ini adalah contoh nyata bagaimana investasi besar bisa berakhir sia-sia jika tidak didasari perencanaan matang dan kemampuan operasional yang memadai.

Intinya, jangan dipaksakan. Jika manfaat dan fungsinya bisa lebih sedikit dibanding biaya yang harus dikeluarkan, maka anggarannya bisa jadi lebih baik digunakan untuk keperluan lain. Misalnya, menambah jumlah kapal fregat yang mungkin lebih relevan dengan kebutuhan pertahanan Indonesia saat ini.

Menanti Keputusan Akhir: Transparansi Kunci Utama

Rencana akuisisi kapal induk Giuseppe Garibaldi oleh TNI AL memang memicu perdebatan sengit. Di satu sisi, ada potensi manfaat strategis dan simbol kekuatan maritim yang tak terbantahkan. Di sisi lain, ada kekhawatiran besar terkait biaya, usia kapal, dan kesiapan operasional.

Publik menanti penjelasan yang lebih komprehensif dan transparan dari pihak terkait. Keputusan ini akan sangat menentukan arah pertahanan maritim Indonesia di masa depan. Akankah Giuseppe Garibaldi menjadi kebanggaan baru atau justru beban yang memberatkan? Waktu yang akan menjawabnya.

Penulis: Arya N

Editor: Santika Reja

Terakhir disunting: September 17, 2025

Promo Akad Nikah Makeup