NEWS TANGERANG– Jakarta digegerkan oleh keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bikin heboh jagat politik. Bagaimana tidak, KPU sempat mengeluarkan aturan yang bikin 16 dokumen syarat pendaftaran capres-cawapres jadi rahasia, alias enggak bisa diintip publik.
Keputusan KPU RI Nomor 731 Tahun 2025 ini langsung menuai badai kritik dari berbagai pihak. Tapi, drama ini enggak berlangsung lama; setelah 27 hari, KPU akhirnya mencabut aturan kontroversial tersebut.
Apa Saja Dokumen yang Mau Dirahasiakan KPU?
Aturan ini sebenarnya mencakup banyak banget dokumen penting yang wajib diserahkan calon pemimpin. Mulai dari fotokopi KTP dan akta kelahiran, surat keterangan catatan kepolisian (SKCK), sampai laporan harta kekayaan pribadi (LHKPN).
Ada juga surat keterangan kesehatan, NPWP dan bukti laporan pajak lima tahun terakhir, daftar riwayat hidup, serta pernyataan belum pernah menjabat presiden/wakil presiden dua periode. Bahkan, bukti kelulusan seperti fotokopi ijazah pun ikut masuk daftar dokumen yang awalnya mau dirahasiakan.
Dokumen lain yang juga dirahasiakan adalah pernyataan setia pada Pancasila dan UUD 1945, surat keterangan tidak pernah dipidana, hingga surat pernyataan pengunduran diri dari TNI/Polri/PNS/BUMN/D. Intinya, semua data krusial calon pemimpin negara kita.
Publik Ngamuk, KPU Minta Maaf
Begitu aturan ini keluar, kritik langsung berdatangan dari berbagai elemen masyarakat, bahkan sampai DPR RI ikut bersuara. Publik merasa hak mereka untuk tahu informasi penting calon pemimpin jadi terhalang, padahal transparansi adalah kunci demokrasi.
Enggak butuh waktu lama, pada Selasa (16/9), KPU akhirnya membatalkan keputusan yang baru diteken 21 Agustus lalu itu. Ketua KPU, Mochammad Afifuddin, mengakui banyaknya masukan dan kritik dari publik.
Afifuddin pun menyampaikan permohonan maaf atas kegaduhan yang terjadi. Ia membantah keras isu yang menyebut aturan itu dibentuk untuk melindungi pihak tertentu, menegaskan tidak ada pretensi sama sekali dari KPU.
Ada Apa di Balik Keputusan "Kilat" KPU?
Meski KPU sudah minta maaf, dugaan publik justru makin kuat. Pengajar FISIP Unpad, Dede Sri Kartini, menilai KPU sejak awal memang ingin melindungi seseorang dengan aturan ini.
"Dugaan-dugaan bahwa KPU itu adalah melindungi seseorang itu semakin kuat," ujar Dede. Ia juga menyoroti waktu keputusan itu diteken, yaitu 21 Agustus, yang kebetulan setelah kasus ijazah Jokowi ramai di publik.
Dede menekankan pentingnya asas keterbukaan informasi publik, terutama untuk lembaga sekelas KPU. Transparansi harus jadi pegangan, bukan hanya untuk kepentingan sesaat atau menutupi sesuatu.
Kualitas Keputusan KPU Dipertanyakan
Pengajar Hukum Pemilu UI, Titi Anggraini, juga ikut bersuara. Menurutnya, keputusan KPU yang cuma bertahan seumur jagung ini menunjukkan bahwa aturan awal itu enggak punya dasar hukum dan asas keterbukaan yang kokoh.
Titi mengapresiasi respons cepat KPU mencabut aturan tersebut. Namun, ia menyoroti "problem serius" di tubuh KPU dalam membuat kebijakan terkait pemilu, yaitu lemahnya kualitas pengambilan keputusan, terutama soal transparansi dan akuntabilitas.
Ia bilang, wajar kalau publik berspekulasi ada upaya melindungi figur tertentu, apalagi mengingat kontroversi ijazah Presiden Jokowi sebelumnya. KPU seharusnya ekstra hati-hati agar tidak menimbulkan kesan berpihak atau politis.
Profesionalisme KPU Jadi Sorotan
Senada dengan Titi, Peneliti Perludem, Haykal, juga menilai lahirnya Keputusan KPU RI No. 731 Tahun 2025 ini menunjukkan KPU tidak profesional. Keputusan ini diduga dibuat tanpa pertimbangan yang memadai dan dasar hukum yang kuat.
Haykal menegaskan, KPU harus menjadikan kasus ini sebagai pelajaran berharga. Setiap keputusan yang menyangkut akses informasi publik harus dibuat dengan rujukan hukum yang jelas dan konsisten dengan asas keterbukaan.
KPU tidak boleh lagi menggunakan kewenangannya secara serampangan atau "coba-coba." Kepercayaan publik adalah aset terpenting yang harus dijaga agar kredibilitas lembaga penyelenggara pemilu ini tidak rusak.
Drama KPU soal dokumen rahasia capres-cawapres ini memang bikin gaduh. Tapi, ini juga jadi pengingat pentingnya transparansi dalam setiap langkah lembaga publik, apalagi menjelang pesta demokrasi. Semoga KPU bisa belajar dari kejadian ini dan ke depannya lebih hati-hati dalam membuat keputusan. Karena, kepercayaan publik adalah kunci utama untuk pemilu yang jujur dan adil.
Penulis: Arya N
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: September 17, 2025