NEWS TANGERANG– Arena Muktamar ke-10 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mendadak memanas dan menjadi sorotan publik setelah munculnya klaim mengejutkan dari Pelaksana Tugas (Plt.) Ketua Umum, Muhammad Mardiono. Ia menyatakan diri terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PPP periode 2025-2030. Namun, euforia klaim tersebut tak bertahan lama.
Klaim Mengejutkan dari Mardiono: Terpilih Aklamasi?
Pada Sabtu malam (27/9), sekitar pukul 21.22 WIB, berita mengenai terpilihnya Muhammad Mardiono sebagai Ketua Umum PPP secara aklamasi mulai beredar luas. Mardiono sendiri mengonfirmasi klaim tersebut, menyatakan bahwa keputusan aklamasi ini diambil untuk "menyelamatkan jalannya Muktamar" yang disebutnya sudah berada dalam situasi darurat. Ia bahkan mengklaim bahwa sekitar 80 persen dari total peserta Muktamar telah menyatakan persetujuan untuk langkah cepat ini.
Narasi yang dibangun Mardiono adalah adanya konsensus besar di antara para peserta Muktamar untuk segera menetapkan pemimpin baru. Dengan dukungan mayoritas yang signifikan, menurutnya, proses aklamasi menjadi jalan keluar terbaik untuk mengatasi kebuntuan atau situasi darurat yang ia rasakan. Ini seolah menunjukkan soliditas dan kesepakatan bulat dalam tubuh partai berlambang Ka’bah tersebut.
Bantahan Keras dari Romahurmuziy: "Itu Palsu!"
Namun, klaim Mardiono langsung dibantah keras oleh Ketua Majelis Pertimbangan PPP, Muhammad Romahurmuziy, atau yang akrab disapa Rommy. Melalui keterangan resminya pada Minggu (28/9) pagi, Rommy menegaskan bahwa berita tersebut sama sekali tidak benar. "Tidak betul Mardiono terpilih, apalagi secara aklamasi," ujar Rommy, membantah mentah-mentah klaim yang beredar.
Rommy menjelaskan bahwa Muktamar ke-10 PPP masih berlangsung hingga pukul 22.30 WIB pada malam sebelumnya, dan belum ada penetapan ketua umum sama sekali. Ini berarti klaim Mardiono muncul di saat proses pemilihan belum rampung sepenuhnya, menimbulkan pertanyaan besar tentang validitasnya. Bantahan Rommy ini sontak menciptakan kegaduhan dan keraguan di kalangan internal partai maupun publik.
Kejanggalan di Balik Klaim Aklamasi
Menurut Rommy, klaim Mardiono yang menyebut dirinya terpilih secara aklamasi adalah "palsu, klaim sepihak, tidak bertanggung jawab, dan merupakan upaya memecah belah Partai Persatuan Pembangunan." Pernyataan ini sangat tajam, menyoroti adanya motif tersembunyi di balik klaim tersebut yang berpotensi merusak persatuan partai. Ini bukan sekadar perbedaan pendapat, melainkan tuduhan serius tentang upaya disinformasi dan perpecahan.
Klaim sepihak di tengah proses Muktamar yang belum usai jelas menimbulkan tanda tanya besar. Rommy mengindikasikan bahwa tindakan Mardiono ini bukan hanya melanggar prosedur, tetapi juga memiliki agenda tersembunyi untuk mengamankan posisi tanpa melalui mekanisme yang sah dan transparan. Tuduhan "memecah belah" ini menunjukkan betapa seriusnya dampak dari klaim tersebut terhadap soliditas internal PPP.
Suara Penolakan di Arena Muktamar
Lebih lanjut, Rommy mengungkapkan fakta menarik yang terjadi di arena Muktamar. Ia menyebutkan bahwa selama Muktamar berlangsung, Mardiono sempat diteriaki "gagal," diminta mundur, dan muncul seruan bahwa PPP perlu perubahan. Suara-suara penolakan ini, menurut Rommy, sangat kontras dengan klaim aklamasi yang disampaikan Mardiono.
"Dengan demikian, tidak lah masuk akal bahwa hawa penolakan yang begitu besar atas kepemimpinan Mardiono justru berakhir dengan terpilihnya Mardiono secara aklamasi," tegas Rommy. Logika ini memang sulit dibantah: bagaimana mungkin seseorang yang menghadapi penolakan keras dari peserta bisa tiba-tiba terpilih secara aklamasi, yang notabene berarti tanpa perlawanan sama sekali? Ini menjadi bukti kuat yang diajukan Rommy untuk membantah klaim Mardiono.
Drama Perebutan Kursi Ketum: Mengapa Ini Penting?
Perebutan kursi Ketua Umum dalam sebuah partai politik selalu menjadi momen krusial, apalagi bagi PPP yang memiliki sejarah panjang dan tantangan tersendiri. Ketua Umum adalah nahkoda utama yang akan menentukan arah kebijakan, strategi pemenangan pemilu, serta citra partai di mata publik. Oleh karena itu, proses pemilihannya harus legitimate dan diterima oleh seluruh elemen partai.
Bagi anak muda yang mungkin belum terlalu familiar dengan dinamika politik, konflik internal seperti ini menunjukkan betapa sengitnya persaingan kekuasaan. Ini bukan sekadar memilih pemimpin, melainkan pertaruhan besar bagi kelangsungan hidup dan relevansi partai di panggung politik nasional. Sebuah partai yang terus-menerus dilanda konflik internal akan sulit mendapatkan kepercayaan publik, terutama dari pemilih muda yang cenderung mencari stabilitas dan visi yang jelas.
Apa Kata Aturan Main Muktamar?
Muktamar adalah forum tertinggi dalam sebuah partai untuk menetapkan kebijakan strategis dan memilih pemimpin. Dalam konteks partai modern, pemilihan Ketua Umum biasanya dilakukan melalui mekanisme voting yang demokratis, kecuali jika memang ada kesepakatan bulat yang benar-benar tanpa paksaan dari seluruh peserta untuk melakukan aklamasi. Klaim aklamasi yang muncul di tengah penolakan dan sebelum proses resmi selesai jelas melanggar etika dan prosedur yang seharusnya.
Transparansi dan kepatuhan terhadap AD/ART partai adalah kunci legitimasi. Ketika ada klaim yang meragukan proses ini, maka integritas seluruh Muktamar dipertanyakan. Ini bukan hanya tentang siapa yang terpilih, tetapi bagaimana ia terpilih. Proses yang cacat bisa berujung pada gugatan hukum, perpecahan internal yang lebih parah, dan bahkan pembentukan faksi-faksi baru yang melemahkan partai secara keseluruhan.
Masa Depan PPP di Ujung Tanduk?
Konflik terbuka antara Rommy dan Mardiono ini bukan hanya sekadar perselisihan personal, melainkan cerminan dari dinamika internal PPP yang kerap bergejolak. Partai ini memiliki sejarah panjang dalam menghadapi berbagai tantangan, termasuk perpecahan internal. Kejadian di Muktamar ke-10 ini berpotensi memicu gelombang ketidakpercayaan dan ketidakpuasan di kalangan kader, bahkan bisa berujung pada eksodus anggota atau faksi.
Di tengah persiapan menghadapi kontestasi politik di masa depan, stabilitas internal adalah modal utama. Jika PPP terus-menerus disibukkan dengan drama perebutan kekuasaan, energi partai akan terkuras untuk menyelesaikan masalah internal alih-alih fokus pada perjuangan politik. Ini bisa menjadi bumerang yang merugikan elektabilitas dan posisi tawar PPP di kancah politik nasional.
Menanti Titik Terang di Tengah Badai
Dengan bantahan keras dari Rommy dan klaim yang masih menggantung dari Mardiono, status Ketua Umum PPP periode 2025-2030 masih menjadi tanda tanya besar. Publik, terutama para kader dan simpatisan PPP, menantikan kejelasan dan penyelesaian yang legitimate dari konflik ini. Akankah Muktamar berhasil menuntaskan tugasnya dengan demokratis, ataukah drama politik ini akan berlanjut dan memecah belah partai?
Yang jelas, insiden ini menjadi pengingat penting akan perlunya integritas, transparansi, dan kepatuhan pada aturan main dalam setiap proses politik. Masa depan PPP sangat bergantung pada bagaimana para pemimpinnya menyikapi dan menyelesaikan konflik internal ini, demi menjaga marwah partai dan kepercayaan publik.
Penulis: Arya N
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: September 28, 2025