NEWS TANGERANG– Tragedi memilukan melanda Pondok Pesantren Al Khoziny di Desa Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, pada Rabu, 1 Oktober 2025. Sebuah musala di asrama putra tiba-tiba ambruk, menimbun puluhan santri di bawah reruntuhan. Suasana duka dan kepanikan menyelimuti lokasi, sementara tim penyelamat berpacu dengan waktu untuk mengevakuasi korban.
Dilema Berat di Tengah Reruntuhan
Badan SAR Nasional (Basarnas) menjadi garda terdepan dalam operasi penyelamatan ini, namun mereka menghadapi tantangan yang sangat besar. Keputusan krusial harus diambil: alat berat, yang biasanya menjadi andalan dalam evakuasi skala besar, tidak bisa digunakan secara optimal. Ini adalah dilema yang membuat proses penyelamatan menjadi jauh lebih rumit dan berisiko.
Kepala Sub Direktorat Pengarahan dan Pengendalian Operasi Bencana dan Kondisi Membahayakan Manusia Basarnas, Emi Freezer, menjelaskan alasan di balik keputusan sulit ini. Penggunaan alat berat, meskipun terlihat efektif, justru berpotensi memicu dampak lanjutan yang jauh lebih fatal. Risiko runtuhan susulan menjadi momok yang harus dihindari demi keselamatan tim penyelamat dan korban yang masih terjebak.
Analisis Ahli: Kegagalan Struktur Total
Keputusan Basarnas ini bukan tanpa dasar. Mereka melibatkan ahli sipil terkemuka dari Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya (ITS), Mudji Irmawan, untuk menganalisis kondisi struktur bangunan. Mudji Irmawan membawa peralatan canggih dengan kapasitas angkat hingga 30 ton untuk mengevaluasi situasi di lapangan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa struktur penyangga musala mengalami "totally collapse" atau kegagalan total. Ini berarti seluruh sistem penopang bangunan sudah tidak berfungsi sama sekali. Intervensi sekecil apa pun, apalagi dengan alat berat, berisiko mengubah pola runtuhan yang ada dan merembet ke semua sektor bangunan yang masih terhubung.
Ancaman Runtuhan Susulan yang Mengerikan
Emi Freezer menjelaskan, saat tim mencoba menggunakan alat berat untuk membuat celah di akses A1, mereka langsung melihat dampaknya. Reruntuhan di sisi lain yang terhubung dengan gedung di depan mulai menunjukkan tanda-tanda pergerakan. Ini menjadi peringatan keras bahwa setiap langkah harus diperhitungkan dengan sangat hati-hati.
Bayangkan saja, jika alat berat dipaksakan, bisa jadi seluruh bangunan yang tersisa ikut ambruk, menimpa lebih banyak korban dan membahayakan nyawa tim penyelamat. Oleh karena itu, pendekatan yang lebih lambat, aman, dan terukur menjadi satu-satunya pilihan, meskipun itu berarti waktu penyelamatan akan lebih panjang.
Tiga Sektor Reruntuhan: Fokus Penyelamatan
Tim SAR gabungan membagi area reruntuhan menjadi tiga sektor utama untuk mempermudah operasi. Sektor A1 adalah bagian depan bangunan, yang menjadi akses terdekat dari jalan masuk. Sektor A2 berada di bagian belakang, sementara sektor A3 adalah area paling atas atau "top floor" dari reruntuhan.
Sejauh ini, 11 korban sudah berhasil dievakuasi dari ketiga sektor tersebut. Sektor A3 atau "top floor" bahkan sudah dinyatakan "klir" dari korban. Namun, fokus utama kini beralih ke sektor A1, yang dipercaya masih menyimpan korban di bawah himpitan puing.
Perjuangan Menyelamatkan Korban yang Responsif
Di tengah tumpukan puing di sektor A1, ada secercah harapan. Tim penyelamat mendeteksi satu korban yang masih memberikan respons secara langsung. Ini adalah momen krusial, di mana setiap detik sangat berharga. Korban tersebut tidak bisa menggerakkan tubuhnya sama sekali karena terhimpit reruntuhan.
Untuk menyelamatkan korban ini, tim SAR sedang berupaya keras membuat "tunnel" atau terowongan di bawah reruntuhan. Pendekatan ini memungkinkan mereka untuk mencapai korban tanpa harus mengganggu struktur utama yang sangat rapuh. Ini adalah metode yang sangat rumit dan membutuhkan ketelitian tinggi, tetapi menjadi harapan satu-satunya.
Golden Time: Batas Waktu Kritis Penyelamatan
Operasi penyelamatan ini berlangsung dalam "golden time" atau rentang waktu kritis 72 jam setelah kejadian. Dalam periode ini, peluang korban untuk bertahan hidup masih relatif tinggi. Tim penyelamat bekerja tanpa henti, memanfaatkan setiap menit untuk menyisir titik-titik yang belum bisa diakses langsung.
Setidaknya ada enam titik yang belum terjangkau oleh tim penyelamat. Mereka harus memastikan setiap celah dan ruang diperiksa dengan teliti, mencari tanda-tanda kehidupan di antara puing-puing. Ini adalah perlombaan melawan waktu, di mana setiap keputusan bisa berarti perbedaan antara hidup dan mati.
Pelajaran Berharga dari Tragedi Sidoarjo
Tragedi ambruknya musala di Sidoarjo ini memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya keselamatan konstruksi, terutama di fasilitas umum seperti pondok pesantren. Kegagalan struktur yang total menunjukkan bahwa pengawasan dan pemeliharaan bangunan harus menjadi prioritas utama.
Semoga operasi penyelamatan ini berjalan lancar dan semua korban dapat dievakuasi dengan selamat. Doa dan dukungan dari seluruh masyarakat Indonesia sangat dibutuhkan untuk para santri, keluarga korban, dan tim penyelamat yang berjuang di garis depan. Kita semua berharap tidak ada lagi kejadian serupa di masa mendatang.
Penulis: Arya N
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: Oktober 1, 2025