NEWS TANGERANG– Drama hukum yang melibatkan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan era Presiden Joko Widodo, Nadiem Makarim, akhirnya resmi bergulir. Ia kini berhadapan langsung dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam sidang Praperadilan yang sudah dimulai di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Pertarungan sengit ini menjadi sorotan publik, mengingat Nadiem adalah sosok penting di balik program digitalisasi pendidikan. Kini, ia harus menghadapi tuduhan serius terkait dugaan korupsi pengadaan laptop yang nilainya fantastis.
Awal Mula Drama: Nadiem Terseret Kasus Korupsi Laptop
Kasus ini berpusat pada dugaan korupsi dalam program pengadaan laptop untuk digitalisasi pendidikan periode 2019-2022. Program yang seharusnya memajukan pendidikan justru kini diwarnai dugaan penyelewengan dana.
Kejaksaan Agung telah menetapkan Nadiem sebagai tersangka pada 4 September 2025. Di hari yang sama, ia langsung ditahan, memicu pertanyaan besar mengenai prosedur penetapan status hukumnya.
Praperadilan Dimulai: Nadiem Minta Bebas!
Sidang perdana Praperadilan Nadiem Makarim digelar pada Jumat (3/10) di PN Jakarta Selatan. Tim kuasa hukumnya, yang dipimpin oleh pengacara kondang Hotman Paris Hutapea, langsung tancap gas mengajukan permohonan.
Inti dari permohonan tersebut sangat jelas: Nadiem meminta hakim tunggal I Ketut Darpawan untuk membebaskan dirinya dari segala proses hukum. Ia juga menuntut agar status tersangkanya dibatalkan.
Argumen Tim Hukum: Penetapan Tersangka Cacat Hukum?
Tim kuasa hukum Nadiem berargumen bahwa penetapan tersangka terhadap kliennya tidak sah secara hukum. Mereka merujuk pada Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-63/F.2/Fd.2/09/2025 tertanggal 4 September 2025.
Menurut Hotman Paris dan tim, penetapan tersangka tersebut tidak didasarkan pada bukti permulaan yang cukup. Mereka mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 21/PUU-XII/2014 tertanggal 28 April 2025.
Putusan MK itu mensyaratkan bahwa penetapan tersangka harus didasarkan pada sekurang-kurangnya dua alat bukti, sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP. Selain itu, harus disertai dengan pemeriksaan calon tersangka.
Fakta menariknya, Nadiem ditetapkan tersangka dan langsung ditahan di hari yang sama, 4 September 2025. Tim kuasa hukum menyoroti bahwa selama proses tersebut, Nadiem belum pernah diperiksa oleh penyidik.
"Penetapan tersangka dan penahanan terhadap pemohon yang dilakukan tepat di hari penerbitan Surat Perintah Penyidikan menunjukkan bahwa termohon patut diduga belum memiliki bukti permulaan," ujar tim kuasa hukum. Hal ini, menurut mereka, menjadikan penetapan tersangka Nadiem cacat formil dan tidak sah secara hukum.
Bukan Sendirian: Dukungan 12 Tokoh Antikorupsi Jadi Amicus Curiae
Di tengah badai hukum yang menerpa, Nadiem Makarim tidak sendiri. Ia mendapat dukungan moral dan hukum dari 12 tokoh antikorupsi terkemuka yang mengajukan pendapat tertulis sebagai amicus curiae, atau "sahabat pengadilan".
Dokumen amicus curiae ini diserahkan langsung kepada hakim tunggal I Ketut Darpawan pada sidang perdana. Hakim bahkan mempersilakan poin-poin penting dari dokumen tersebut untuk dibacakan di persidangan.
Di antara belasan tokoh yang memberikan dukungan adalah nama-nama besar seperti Pimpinan KPK periode 2003-2007 Amien Sunaryadi dan Erry Riyana Hardjapamekas, Pegiat antikorupsi Arief T Surowidjojo, Peneliti senior Arsil, serta penulis dan pendiri majalah Tempo Goenawan Mohamad. Ada juga mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman dan pendiri ICW Todung Mulya Lubis.
"Pendapat hukum ini tidak secara khusus hanya kami tujukan untuk perkara ini semata," kata Arsil di hadapan majelis hakim. Ia menegaskan bahwa dukungan ini juga demi tegaknya prinsip fair trial dalam penegakan hukum di Indonesia secara umum.
Keyakinan Orang Tua: “Nadiem Jujur!”
Sidang perdana Praperadilan Nadiem juga dihadiri oleh kedua orang tuanya, Atika Algadri dan Nono Anwar Makarim. Kehadiran mereka menambah dimensi emosional dalam kasus yang sedang berjalan.
Atika Algadri, ibunda Nadiem, mengungkapkan kesedihan mendalamnya. Ia mengenal betul putranya sebagai sosok yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan tidak menyangka hal ini akan terjadi.
"Sebagai ibu dari Nadiem saya sedihnya luar biasa tentunya. Sedihnya karena dia anak saya dan dia orang yang menjalankan nilai-nilai keadilan. Kami tidak menyangka bahwa ini akan terjadi," tutur Atika dengan nada pilu.
Ia berharap proses hukum dapat berjalan transparan, akuntabel, dan adil agar kebenaran sesungguhnya dapat terungkap. "Kami tetap berharap dan berkeyakinan bahwa proses hukum akan dijalankan dengan baik untuk mendapatkan kebenaran ini," imbuhnya.
Senada dengan sang istri, Nono Anwar Makarim, ayah Nadiem, juga menaruh harapan besar pada hakim tunggal PN Jakarta Selatan. Ia berharap putranya dapat dibebaskan dari jerat hukum.
"Bebas dong, bebas karena di lubuk hati saya sendiri sebagai bapak, itu yakin betul bahwa dia jujur, jujur," ungkap Nono, menunjukkan keyakinan penuhnya pada integritas Nadiem.
Siapa Saja yang Terseret? Skandal Korupsi Rp1,98 Triliun
Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop dalam Program Digitalisasi Pendidikan periode 2019-2022 ini tidak hanya menyeret nama Nadiem Makarim. Kejaksaan Agung telah memproses hukum lima orang tersangka.
Selain Nadiem, ada juga Direktur SMP Kemendikbudristek 2020-2021 Mulyatsyah, Direktur SD Kemendikbudristek 2020-2021 Sri Wahyuningsih, Mantan stafsus Mendikbudristek Nadiem Makarim Jurist Tan, dan Mantan Konsultan Teknologi pada Kemendikbudristek Ibrahim Arief.
Ironisnya, salah satu tersangka, Jurist Tan, hingga kini masih buron dan dalam pengejaran aparat hukum.
Dari kasus ini, negara diduga mengalami kerugian yang sangat besar, mencapai Rp1,98 triliun. Angka ini terbagi menjadi kerugian akibat Item Software (CDM) sebesar Rp480 miliar dan mark up harga laptop sebesar Rp1,5 triliun.
Sebagai bagian dari proses penyidikan, Kejaksaan Agung juga telah melakukan penggeledahan di apartemen Nadiem di Jakarta Selatan. Dari lokasi tersebut, sejumlah dokumen yang diduga terkait dengan perkara telah disita.
Apa Selanjutnya? Menanti Putusan Praperadilan
Sidang Praperadilan ini menjadi gerbang awal yang krusial bagi Nadiem Makarim. Jika permohonannya dikabulkan, status tersangkanya bisa dibatalkan, dan ia akan bebas dari penahanan. Namun, jika ditolak, proses hukum utamanya akan terus berlanjut.
Publik kini menanti dengan cemas putusan hakim tunggal PN Jakarta Selatan. Akankah Nadiem Makarim berhasil meyakinkan pengadilan bahwa penetapan status tersangkanya cacat hukum? Atau justru ia harus menghadapi babak baru dalam kasus korupsi laptop triliunan rupiah ini?
Kasus ini tidak hanya tentang Nadiem Makarim semata, tetapi juga tentang integritas penegakan hukum di Indonesia. Keputusan Praperadilan akan menjadi barometer penting bagi kepercayaan publik terhadap sistem peradilan.
Penulis: Arya N
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: Oktober 4, 2025