NEWS TANGERANG– Situasi makin panas! Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) sedang serius mempertimbangkan langkah hukum Praperadilan. Ini bukan sembarang gugatan, melainkan perlawanan terhadap dugaan penegakan hukum yang ‘semena-mena’ oleh Polda Metro Jaya. Targetnya? Proses hukum yang menjerat para aktivis pro-demokrasi, buntut dari gelombang demonstrasi besar pada akhir Agustus hingga awal September lalu.
Gelombang Penangkapan Massal yang Memicu Kontroversi
Ratusan orang, khususnya di wilayah Jakarta, telah diproses hukum oleh Polda Metro Jaya. Tak hanya di ibu kota, laporan serupa juga muncul dari Polda di berbagai wilayah lain, menunjukkan skala penangkapan yang cukup masif dan terkoordinasi. Angka ini diungkapkan oleh Wakil Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Arif Maulana, dalam sebuah konferensi pers daring yang digelar pada Senin (29/9).
YLBHI sendiri merupakan salah satu pilar penting dalam Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) yang beranggotakan berbagai jaringan masyarakat sipil. Mereka bersatu untuk mengawal dan mendampingi para aktivis yang kini berhadapan dengan hukum. Keberadaan TAUD menjadi krusial dalam memastikan hak-hak para aktivis tetap terlindungi di tengah proses hukum yang penuh tantangan.
Praperadilan: Senjata Hukum Melawan Kesewenang-wenangan
Arif Maulana menegaskan bahwa TAUD akan menempuh segala upaya hukum yang memungkinkan untuk melawan dugaan kesewenang-wenangan ini. Salah satu opsi yang paling serius dipertimbangkan adalah Praperadilan, sebuah mekanisme hukum untuk menguji sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan. Ini bukan tentang membuktikan bersalah atau tidaknya seseorang, melainkan fokus pada prosedur hukum yang dijalankan aparat.
Praperadilan menjadi penting karena ia menguji apakah proses penegakan hukum sudah sesuai dengan aturan main yang berlaku. Jika ada cacat prosedur, maka penangkapan atau penahanan tersebut bisa dinyatakan tidak sah. TAUD sedang mengkaji secara mendalam langkah ini, dan berjanji akan memberikan informasi terbaru kepada publik secepatnya mengenai kepastian langkah hukum yang akan diambil.
Deretan Pelanggaran HAM dan Hukum yang Ditemukan
Dari hasil pendampingan dan investigasi LBH-YLBHI di lapangan, terkuak banyak sekali dugaan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia (HAM). Ini terjadi dalam praktik penangkapan besar-besaran yang dilakukan polisi pasca-demonstrasi, menimbulkan pertanyaan serius tentang profesionalisme aparat. Temuan ini menjadi dasar kuat bagi TAUD untuk mempertimbangkan Praperadilan.
Beberapa pelanggaran fatal yang dicatat antara lain penangkapan tanpa minimal dua alat bukti, padahal ini adalah syarat mutlak Pasal 184 KUHAP. Tanpa bukti yang cukup, penangkapan bisa dianggap ilegal dan sewenang-wenang. Selain itu, keluarga dan kuasa hukum seringkali tidak diberi akses informasi, membuat nasib para aktivis menjadi tidak jelas dan rentan terhadap praktik-praktik tidak transparan.
Penyitaan barang pribadi juga dilakukan secara tidak sah, tanpa surat penggeledahan atau penyitaan yang valid. Ini melanggar hak privasi dan prosedur hukum yang seharusnya dipatuhi. Yang lebih mencengangkan, buku-buku yang sama sekali tidak relevan dengan tuduhan justru ikut disita, menimbulkan kecurigaan bahwa ada upaya untuk membungkam pemikiran atau ide-ide tertentu.
Kekerasan dan Penyiksaan yang Mengerikan
Pelanggaran lain yang sangat serius adalah penghalang-halangan terhadap bantuan hukum, seolah-olah akses keadilan sengaja dipersulit. Padahal, hak untuk didampingi pengacara adalah hak dasar setiap warga negara yang berhadapan dengan hukum. Lebih parah lagi, ditemukan praktik kekerasan, penyiksaan, bahkan pemerasan terhadap mereka yang ditangkap.
Arif Maulana bahkan menceritakan kasus mengerikan seorang anak yang didampingi LBH Yogyakarta. Anak tersebut mengaku dicambuk dengan selang, ditampar, ditendang, dan dipukul di bagian dada. Tujuannya? Untuk memaksa pengakuan bahwa korban terlibat demonstrasi, padahal ia bersikeras tidak ikut. Kasus ini menyoroti betapa rentannya kelompok minoritas dan anak-anak dalam proses hukum yang tidak adil.
Data Angka Penangkapan: Ratusan Tersangka, Puluhan Anak-anak
Sebelumnya, Mabes Polri sendiri telah merilis data yang mengejutkan terkait gelombang penangkapan ini. Total 959 orang ditetapkan sebagai tersangka terkait demonstrasi akhir Agustus hingga awal September. Kabareskrim Polri Komjen Pol Syahardiantono menjelaskan, penetapan ini berasal dari 264 laporan polisi (LP) di 15 Polda berbeda, menunjukkan skala operasi yang sangat luas.
Dari jumlah tersebut, 664 orang adalah dewasa, dan 295 sisanya berstatus anak yang berhadapan dengan hukum (ABH). Ini adalah angka yang mengkhawatirkan, mengingat anak-anak seharusnya mendapatkan perlindungan khusus dalam sistem peradilan. Khusus untuk Polda Metro Jaya, ada 200 tersangka dewasa dan 32 anak-anak yang diproses hukum.
Yang lebih memprihatinkan, 16 dari anak-anak tersebut bahkan harus mendekam di tahanan. Penahanan anak-anak, apalagi dengan dugaan pelanggaran prosedur dan kekerasan, menimbulkan pertanyaan besar tentang komitmen negara terhadap perlindungan anak dan hak asasi manusia. Angka-angka ini menjadi bukti nyata skala masalah yang sedang dihadapi TAUD.
Mengapa Praperadilan Penting untuk Demokrasi?
Langkah Praperadilan ini bukan sekadar gugatan hukum biasa; ini adalah upaya krusial untuk memastikan bahwa penegakan hukum berjalan sesuai koridornya, tanpa ada penyalahgunaan wewenang. Ketika prosedur hukum dilanggar, apalagi sampai terjadi kekerasan, kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum bisa runtuh. Ini sangat berbahaya bagi stabilitas sosial dan politik.
Bagi aktivis pro-demokrasi, kebebasan berekspresi dan berkumpul adalah hak fundamental yang dijamin konstitusi. Maka, upaya hukum ini menjadi penting untuk melindungi ruang demokrasi dan mencegah praktik ‘pembungkaman’ melalui jalur hukum yang cacat. Jika penegakan hukum bisa sewenang-wenang, maka siapa pun bisa menjadi korban, dan kebebasan sipil akan terancam.
Menanti Babak Baru Perlawanan Hukum
TAUD dan YLBHI kini tengah mempersiapkan strategi terbaik mereka untuk menghadapi tantangan ini. Keputusan untuk mengajukan Praperadilan akan menjadi babak baru dalam perjuangan menegakkan keadilan bagi para aktivis yang merasa hak-haknya dilanggar. Ini adalah momen penting yang akan menguji komitmen negara terhadap supremasi hukum dan hak asasi manusia.
Publik, terutama anak muda yang peduli demokrasi, diharapkan terus memantau perkembangan kasus ini. Sebab, apa yang terjadi pada aktivis hari ini bisa menjadi cerminan masa depan kebebasan sipil dan demokrasi di Indonesia. Perlawanan hukum ini bukan hanya untuk para aktivis, tetapi untuk menjaga agar prinsip keadilan dan hak asasi manusia tetap tegak di negeri ini.
Penulis: Arya N
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: September 30, 2025