NEWS TANGERANG– Jumat, 03 Okt 2025 22:37 WIB
Partai Persatuan Pembangunan (PPP), partai berlambang Ka’bah, kembali diterpa badai. Konflik internal yang tak kunjung usai kini memasuki babak baru yang lebih panas dan siap menggebrak panggung politik nasional.
M. Romahurmuziy, atau akrab disapa Rommy, Ketua Majelis Pertimbangan PPP periode 2020-2025, secara terang-terangan melontarkan tuduhan serius. Ia menuding Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Supratman Andi Agtas telah melakukan intervensi politik dalam sengkarut kepengurusan partai.
Blunder Fatal Menkum? Tuduhan Intervensi di Balik SK Mardiono
Tuduhan Rommy ini muncul setelah Menkumham mengesahkan Surat Keputusan (SK) kepengurusan PPP kubu Muhammad Mardiono. Rommy menilai, pengesahan tersebut adalah bentuk campur tangan politik yang tidak bisa dibenarkan dan sangat merugikan partai.
"Saya melihat Menkum melakukan intervensi politik terhadap PPP dengan penerbitan SK Mardiono itu," ujar Rommy kepada awak media pada Jumat (3/10). Ia menegaskan bahwa pihaknya sangat menyayangkan langkah Menkumham tersebut, yang dinilai mengabaikan prinsip keadilan.
Aturan Diabaikan? Syarat Penting yang Hilang
Menurut Rommy, pengesahan kepengurusan Mardiono ini dilakukan tanpa mempertimbangkan syarat-syarat krusial yang seharusnya dipenuhi. Syarat-syarat tersebut sejatinya telah diatur dengan jelas dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 34 Tahun 2017.
Salah satu poin penting yang diabaikan adalah keharusan adanya surat pernyataan tidak ada sengketa dari Mahkamah Partai. Rommy dengan tegas menyatakan bahwa kubu Mardiono tidak memiliki surat vital tersebut, padahal itu adalah fondasi legalitas.
"Ada 8 syarat. Salah satunya harus menyampaikan surat pernyataan tidak ada sengketa dari Mahkamah Partai. Mardiono tidak punya surat itu," jelas Rommy, menyoroti pelanggaran prosedur yang ia anggap fatal dan disengaja.
Ia melanjutkan, "Jadi Menkum melakukan intervensi dengan sengaja mengabaikan persyaratan yang dia buat sendiri. Itu pelanggaran undang-undang itu." Pernyataan ini menunjukkan betapa seriusnya Rommy melihat situasi ini, mengindikasikan adanya motif di balik pengesahan tersebut.
Siap Tempur di PTUN: Rommy Tak Gentar Gugat SK Menkum
Tak tinggal diam, Rommy memastikan bahwa pihaknya tidak akan menyerah begitu saja. Ia dan kubunya akan segera melayangkan gugatan terhadap SK kepengurusan kubu Muhammad Mardiono yang telah disahkan. Gugatan ini akan didaftarkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Langkah hukum ini, menurut Rommy, bukan sekadar keputusan pribadi atau emosional. Ini adalah amanat langsung dari para sesepuh partai yang menginginkan keadilan ditegakkan dan marwah partai kembali pulih dari intrik politik.
"Kita ketemu di Pengadilan. Ya, akan kita gugat, segera," tegas Rommy, menunjukkan keseriusan dan tekadnya untuk membawa masalah ini ke ranah hukum. Berkas gugatan pun sedang disiapkan dengan cermat, siap untuk diserahkan dalam waktu dekat.
Kilas Balik Konflik: Dualisme PPP yang Tak Berujung
Konflik kepemimpinan memang bukan hal baru bagi PPP. Partai ini seolah akrab dengan drama dualisme yang kerap memecah belah internal, menciptakan ketidakpastian di setiap periode kepengurusan.
Kali ini, dualisme kembali mencuat pasca Muktamar yang digelar di Ancol, Jakarta Utara, pada Sabtu (27/9) lalu. Dua kubu yang berseteru, yaitu M. Mardiono dan Agus Suparmanto, saling mengklaim sebagai Ketua Umum PPP yang sah, memicu perdebatan sengit.
Situasi ini menciptakan ketidakpastian di tubuh partai dan kebingungan di kalangan kader. Sementara perdebatan masih berlangsung dan belum ada titik temu, Kementerian Hukum dan HAM justru menandatangani SK Kepengurusan PPP kubu Mardiono, memicu gelombang protes dari kubu lain.
Mengapa Konflik Internal PPP Sering Terjadi?
Sejarah PPP memang diwarnai oleh berbagai sengketa internal yang berulang. Sejak awal pembentukannya di era Orde Baru, PPP adalah hasil fusi empat partai Islam, sebuah proses yang seringkali meninggalkan residu perbedaan pandangan dan kepentingan yang sulit disatukan.
Perebutan kursi kepemimpinan kerap menjadi pemicu utama dari konflik-konflik ini. Dinamika politik internal yang kompleks, ditambah dengan campur tangan atau kepentingan eksternal, seringkali memperkeruh suasana dan memperpanjang masa sengketa.
Hal ini menunjukkan bahwa struktur internal partai dan mekanisme penyelesaian konflik perlu dievaluasi secara mendalam dan diperkuat. Tanpa solusi permanen dan komitmen untuk bersatu, drama serupa mungkin akan terus terulang di masa depan, menghambat potensi partai.
Implikasi Politik dan Hukum dari Gugatan PTUN
Gugatan ke PTUN ini bukan sekadar masalah internal partai yang bisa diabaikan. Ini memiliki implikasi yang luas, baik secara politik maupun hukum, yang bisa mengguncang stabilitas PPP.
Secara hukum, PTUN akan menguji apakah SK Menkumham tersebut sah secara prosedur dan substansi, berdasarkan bukti dan argumen yang diajukan. Putusan PTUN bisa membatalkan SK tersebut, yang berarti kepengurusan Mardiono akan terganjal dan harus dipertimbangkan ulang.
Secara politik, gugatan ini bisa memperpanjang ketidakpastian di PPP, menciptakan faksi-faksi yang lebih dalam. Ini berpotensi mengganggu persiapan partai menjelang kontestasi politik penting di masa mendatang, termasuk Pemilu 2029, yang membutuhkan konsolidasi kuat.
Stabilitas internal partai sangat krusial untuk menjaga elektabilitas dan kepercayaan publik. Konflik berkepanjangan hanya akan merugikan citra PPP di mata pemilih, membuat mereka ragu untuk memberikan dukungan pada partai yang terus bergejolak.
Menanti Babak Baru di Meja Hijau
Dengan adanya gugatan ini, fokus kini beralih ke PTUN, tempat di mana kebenaran prosedural akan diuji. Proses hukum ini diperkirakan akan memakan waktu dan energi yang tidak sedikit, menuntut kesabaran dari semua pihak.
Publik dan para kader PPP tentu menantikan bagaimana akhir dari drama kepemimpinan ini akan terungkap. Apakah PTUN akan membatalkan SK Menkumham dan mengembalikan proses ke titik awal, atau justru menguatkannya dan mengakhiri perdebatan legal?
Satu hal yang pasti, pertarungan di meja hijau ini akan menjadi penentu arah PPP ke depan, membentuk wajah partai untuk beberapa tahun mendatang. Semua mata kini tertuju pada perkembangan kasus ini, menunggu putusan yang akan mengakhiri atau justru memperpanjang sengkarut di tubuh partai berlambang Ka’bah ini.
Penulis: Arya N
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: Oktober 3, 2025