NEWS TANGERANG– Kisah tragis menimpa M Ilham Pradipta (MIP), seorang kepala cabang bank di Jakarta Pusat, yang berujung pada penculikan dan kematiannya. Misteri di balik peristiwa mengerikan ini kini mulai tersingkap, mengungkap jalinan motif rumit dan keterlibatan berbagai pihak.
Jasad Ilham ditemukan tak bernyawa di persawahan Serang Baru, Bekasi, pada Kamis pagi, 21 Agustus. Penemuan ini terjadi sehari setelah ia diculik dari sebuah pusat perbelanjaan di Ciracas, Jakarta Timur, memicu penyelidikan besar-besaran.
Penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya telah bekerja keras, berhasil meringkus dan menetapkan 15 orang sebagai tersangka. Mereka kini mendekam di tahanan, menunggu proses hukum lebih lanjut atas perbuatan keji yang mereka lakukan.
Motif di Balik Aksi Keji: Uang dari Rekening Dormant
Apa sebenarnya yang melatarbelakangi aksi penculikan berdarah ini? Ternyata, motif utamanya adalah rencana licik untuk menguras uang dari rekening dormant.
Rekening dormant adalah rekening bank yang sudah lama tidak aktif, tidak ada transaksi selama minimal tiga bulan. Para pelaku berencana memindahkan dana dari rekening-rekening ini ke rekening penampungan yang sudah mereka siapkan.
Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Wira Satya Triputra menjelaskan, ide ini pertama kali dicetuskan oleh tersangka Candy alias Ken. Ia adalah sosok yang memiliki data rekening dormant dari berbagai bank.
Pada Juni 2025, Candy bertemu dengan Dwi Hartono (DH) untuk membahas detail rencana pemindahan dana ini. Mereka tahu, untuk melancarkan aksinya, persetujuan dari seorang kepala cabang bank sangatlah krusial.
Dari obrolan awal ini, belasan tersangka lainnya kemudian ikut bergabung, membentuk sebuah sindikat kejahatan. Mereka pun mulai menyusun strategi untuk melancarkan aksi penculikan terhadap korban.
Target yang Dipilih: Sang Kepala Cabang
Mendapatkan persetujuan dari kepala cabang bank bukanlah perkara mudah. Candy mengakui, upaya mereka untuk mendekati para kepala cabang bank sebelumnya selalu menemui kegagalan.
Hingga akhirnya, Dwi Hartono (DH) muncul dengan nama M Ilham Pradipta sebagai target potensial. Nama Ilham didapatnya dari sebuah kartu nama yang diberikan oleh salah satu rekannya.
Kombes Wira Satya Triputra menambahkan, Ilham kemudian menjadi sasaran pembuntutan intensif oleh para pelaku. Mereka mengamati gerak-gerik korban sebelum melancarkan aksi penculikan.
Keterlibatan Anggota Kopassus: Plot Twist Tak Terduga
Kasus ini semakin rumit dengan terungkapnya keterlibatan dua anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Mereka adalah Sersan Kepala (Serka) N dan Kopral Dua (Kopda) FH.
Pomdam Jaya telah menetapkan keduanya sebagai tersangka setelah melakukan penyidikan mendalam, mengumpulkan barang bukti, dan keterangan saksi. Keduanya berasal dari Detasemen Markas Kopassus.
Danpomdam Jaya Kolonel Cpm Donny Agus Priyanto menjelaskan, Serka N dan Kopda F sebenarnya sudah dalam pencarian oleh satuannya karena mangkir dari dinas. Keterlibatan mereka menambah dimensi serius pada kasus ini.
Motif keterlibatan mereka juga terkuak: iming-iming uang tunai. Kopda FH dan Serka N dijanjikan upah sebesar Rp100 juta untuk ikut serta dalam aksi penculikan ini.
Sebagai bukti, Pomdam Jaya berhasil menyita uang tunai sebesar Rp40 juta dari tangan Kopda FH. Ini menjadi salah satu barang bukti penting dalam penyidikan.
Empat Klaster Tersangka: Pembagian Peran yang Terencana
Untuk memahami alur kejahatan ini, polisi membagi 15 tersangka ke dalam empat klaster berbeda, sesuai dengan peran masing-masing. Pembagian ini menunjukkan betapa terorganisirnya aksi mereka.
Klaster pertama adalah otak di balik penculikan, yang terdiri dari empat tersangka: Candy alias Ken, Dwi Hartono (DH), JP, serta AAM. Mereka adalah perencana utama.
Kedua, klaster eksekutor penculikan, yang bertugas langsung menculik korban. Ada lima tersangka dalam kelompok ini: E, REH, JRS, AT, serta EWB.
Klaster ketiga adalah kelompok penganiaya yang menyebabkan korban meninggal dunia. Tiga tersangka masuk dalam klaster ini: JP, NU, dan DSD. Perlu dicatat, JP juga termasuk dalam klaster otak kejahatan.
Terakhir, klaster surveillance yang bertugas membuntuti dan mengamati korban sebelum penculikan. Empat orang tersangka di dalamnya adalah AW, EWH, RS, serta AS.
Satu Buron yang Masih Diburu: EG alias B
Meskipun 15 tersangka dan dua anggota Kopassus telah diamankan, kasus ini belum sepenuhnya tuntas. Polisi masih memburu satu orang lagi yang berstatus buron.
Tersangka buron ini berinisial EG alias B, dan ia termasuk dalam klaster surveillance. Perannya adalah mengamati korban sebelum aksi penculikan dilakukan.
Kombes Wira menegaskan bahwa pengejaran terhadap EG akan terus dilakukan hingga ia berhasil ditangkap. Kehadirannya diharapkan bisa melengkapi kepingan puzzle yang tersisa.
Bukan Pembunuhan Berencana? Penjelasan Hukum
Ada satu aspek menarik dari kasus ini yang menjadi sorotan publik: mengapa polisi tidak menjerat para tersangka dengan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana? Alasannya cukup spesifik.
Kombes Wira menjelaskan bahwa dari hasil penyidikan, tidak ditemukan niat awal para tersangka untuk menghabisi nyawa korban. Niat mereka murni hanya untuk menculik dan menganiaya.
Namun, penganiayaan tersebut sayangnya berujung pada kematian M Ilham Pradipta. Oleh karena itu, para tersangka dijerat Pasal 328 KUHP tentang Penculikan dan/atau Pasal 333 KUHP tentang Merampas Kemerdekaan Seseorang.
Ancaman pidana untuk pasal-pasal ini adalah paling lama 12 tahun penjara. Keputusan ini didasarkan pada fakta bahwa kematian korban adalah akibat tidak langsung dari aksi penculikan dan penganiayaan, bukan niat pembunuhan yang direncanakan sejak awal.
Kasus penculikan dan kematian kepala cabang bank ini menjadi pengingat pahit akan bahaya kejahatan terorganisir. Dari motif uang rekening dormant hingga keterlibatan oknum militer, setiap detailnya membuka tabir gelap dunia kriminal.
Meskipun sebagian besar pelaku telah ditangkap, perburuan terhadap satu buron masih terus berlangsung. Semoga keadilan dapat ditegakkan sepenuhnya bagi M Ilham Pradipta dan keluarganya.
Penulis: Arya N
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: September 17, 2025