Seedbacklink affiliate

Viral! Santri Lirboyo Ngecor Gedung, Ternyata Ini Alasan di Balik Aksi Gotong Royong yang Bikin Kagum!

Jamaah pria berpakaian muslim memenuhi masjid tradisional untuk ibadah atau pengajian.
Ratusan santri mengikuti pengajian rutin di aula pondok pesantren dengan khusyuk dan tertib.
banner 120x600

NEWS TANGERANG– Sebuah video yang menampilkan ratusan santri Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, tengah bergotong royong mengecor gedung bertingkat, mendadak viral di media sosial. Momen ini langsung jadi sorotan, apalagi setelah insiden ambruknya gedung pesantren di Sidoarjo yang menimpa banyak santri beberapa waktu lalu, membuat publik bertanya-tanya tentang keselamatan dan partisipasi santri dalam pembangunan.

Video tersebut sontak memicu beragam reaksi dan perbincangan hangat di kalangan netizen. Banyak yang khawatir, namun tak sedikit pula yang penasaran dengan cerita di balik semangat kebersamaan para santri ini.

Bukan Sekadar Bangun Gedung: Konsep Amal Jariyah yang Mendalam

Menanggapi kehebohan ini, KH Oing Abdul Muid atau Gus Muid, salah satu pengasuh Ponpes Lirboyo, angkat bicara untuk memberikan penjelasan. Ia mengungkapkan bahwa keterlibatan santri dalam pembangunan gedung ini adalah wujud nyata dari konsep "amal jariyah" yang sangat dipegang teguh dalam ajaran Islam.

Dalam ajaran Islam, amal jariyah adalah perbuatan baik yang pahalanya terus mengalir tanpa terputus, bahkan setelah pelakunya meninggal dunia. Ini karena manfaat dari perbuatan tersebut terus dirasakan oleh orang lain secara berkelanjutan. Gus Muid menegaskan, pandangan pesantren terhadap setiap proyek bangunan adalah sebagai ladang untuk menanam kebaikan abadi ini.

Tak heran jika banyak pihak, termasuk para santri, berlomba-lomba ingin ikut serta dalam setiap pembangunan. Mereka melihat kesempatan ini sebagai jalan untuk mendapatkan pahala jariyah yang tak terputus, sebuah investasi spiritual yang akan terus memberikan keuntungan di akhirat kelak. Ini bukan hanya tentang membangun fisik, tetapi juga membangun spiritualitas dan keikhlasan.

Gotong Royong Sukarela, Bukan Paksaan!

Gus Muid dengan tegas menekankan bahwa partisipasi para santri dalam pekerjaan pengecoran ini sepenuhnya atas kemauan dan kesadaran pribadi mereka. Ia memastikan bahwa tidak ada instruksi atau paksaan dari kiai maupun pengurus pesantren untuk melibatkan diri dalam pekerjaan fisik tersebut.

"Mereka yang tidak memiliki tempat atau materi biasanya membantu lewat tenaga gotong royong," jelas Gus Muid. Ia berharap masyarakat bisa melihat fenomena ini dari sudut pandang yang positif, sebagai bentuk keikhlasan, semangat kebersamaan, dan kemandirian yang telah lama menjadi ciri khas pesantren.

Partisipasi sukarela ini mencerminkan nilai-nilai luhur yang diajarkan di pesantren, di mana setiap individu didorong untuk berkontribusi sesuai kemampuan. Ini adalah manifestasi nyata dari rasa memiliki dan tanggung jawab terhadap lingkungan tempat mereka menimba ilmu.

Ada Tukang Profesional, Santri Hanya Membantu di Momen Tertentu

Penting untuk dicatat, Gus Muid menegaskan bahwa pekerjaan pembangunan fasilitas di Lirboyo tidak sepenuhnya ditangani oleh santri. Dalam keseharian, proyek-proyek tersebut digarap oleh tukang profesional yang memang ahli di bidangnya dan memiliki keahlian khusus dalam konstruksi.

"Yang di video itu cuma ngecor saja," kata Gus Muid, menjelaskan bahwa momen pengecoran seringkali menjadi puncak dari sebuah proyek bangunan yang membutuhkan banyak tenaga dalam waktu singkat. Ia menambahkan bahwa santri biasanya hanya membantu di saat-saat tertentu yang membutuhkan tenaga ekstra, seperti pengecoran, sebagai bentuk partisipasi dan gotong royong.

Keterlibatan santri ini lebih bersifat membantu dan berpartisipasi dalam semangat kebersamaan, bukan sebagai pekerja utama yang menggantikan peran profesional. Hal ini memastikan bahwa kualitas dan standar keamanan bangunan tetap terjaga dengan baik oleh para ahli.

Tradisi Turun Temurun Sejak Awal Berdirinya Pesantren

Keterlibatan santri dalam pembangunan fasilitas pesantren ternyata bukan hal baru di Lirboyo, melainkan sebuah tradisi yang sudah berlangsung sangat lama. Budaya gotong royong ini telah mengakar kuat bahkan sejak awal berdirinya Pondok Pesantren Lirboyo pada tahun 1910.

Gus Muid menceritakan kisah menarik tentang Kiai Abdul Karim, pendiri Lirboyo. Pada awalnya, Kiai Abdul Karim tidak memiliki rencana khusus untuk membangun tempat tinggal santri. Namun, ketika banyak orang datang ingin mengaji dan bertempat tinggal di sana, Kiai menjawab dengan bijak, "Sampeyan bikin sendiri."

Dari situlah, kamar-kamar santri di masa lalu banyak yang dibangun sendiri oleh para santri dengan semangat kebersamaan. Kisah ini menunjukkan betapa kuatnya budaya kemandirian, inisiatif, dan gotong royong yang telah menjadi pondasi utama dalam pembangunan dan perkembangan Lirboyo dari generasi ke generasi.

Keselamatan Tetap Prioritas Utama: Belajar dari Tragedi Sidoarjo

Meskipun tradisi gotong royong dalam pembangunan sangat kuat, pihak pesantren memastikan bahwa keselamatan santri tetap menjadi perhatian utama dan prioritas tertinggi. Gus Muid mengakui bahwa tragedi ambruknya gedung di Pondok Pesantren Al Khoziny, Sidoarjo, menjadi pelajaran penting yang harus diambil hikmahnya oleh semua pesantren.

"Ya, kita terima kasih diberi kritikan [oleh netizen]. Kita akan koreksi diri," ujar Gus Muid, menunjukkan keterbukaan pesantren terhadap masukan dan evaluasi. Ia menambahkan bahwa jika memang ada aspek yang perlu dievaluasi atau diperbaiki terkait prosedur keamanan dan partisipasi santri, pihak pesantren akan segera melakukannya demi keamanan seluruh penghuni.

Komitmen terhadap keselamatan ini menjadi bukti bahwa pesantren tidak hanya fokus pada pembangunan fisik dan spiritual, tetapi juga pada kesejahteraan dan perlindungan santri. Setiap masukan dianggap sebagai kesempatan untuk terus berbenah dan meningkatkan kualitas.

Kemandirian Pesantren: Dana Pembangunan dari Mana?

Gus Muid juga menyinggung soal sumber dana pembangunan di pesantren, sebuah aspek yang seringkali menjadi pertanyaan publik. Ia mengungkapkan bahwa mayoritas pembangunan fasilitas di Lirboyo didanai secara mandiri oleh pesantren itu sendiri, menunjukkan kemandirian finansial yang luar biasa.

Bantuan dari pemerintah, seperti yang berasal dari APBN atau APBD, diakui Gus Muid hanya sebagian kecil dari total pendanaan. "Bukan kita anu [pamer] ya, kita harus apresiasi selama ini kita itu kemandiriannya kuat," tegasnya, menunjukkan kebanggaan atas kemampuan pesantren untuk berdiri di atas kaki sendiri dan mengelola sumber daya secara efektif.

Kemandirian finansial ini memungkinkan pesantren untuk lebih fleksibel dalam merencanakan dan melaksanakan proyek-proyek pembangunan. Ini juga mencerminkan kepercayaan umat dan alumni yang terus mendukung pesantren melalui berbagai bentuk donasi dan partisipasi.

Harapan Pesantren: Mari Lihat dari Sisi Positif dan Beri Masukan Membangun

Di akhir pernyataannya, Gus Muid berharap masyarakat bisa melihat fenomena ini dari sisi positif dan memahami konteks yang melatarbelakanginya. Gotong royong santri dalam pembangunan adalah bagian tak terpisahkan dari tradisi luhur dan semangat kemandirian pesantren yang patut dihargai.

"Ya kita mohon perlu maslahatkan dan beri masukan yang baik gitu aja. Jangan olok-olok yang seperti itu," pungkasnya. Ini adalah ajakan untuk memahami nilai-nilai di balik setiap aksi, memberikan dukungan konstruktif, dan menghindari penilaian yang hanya didasarkan pada permukaan.

Semangat kebersamaan dan amal jariyah ini adalah cerminan dari identitas pesantren yang kuat, di mana pendidikan tidak hanya terbatas pada ruang kelas, tetapi juga melibatkan partisipasi aktif dalam membangun masa depan bersama.

Penulis: Arya N

Editor: Santika Reja

Terakhir disunting: Oktober 2, 2025

Promo Akad Nikah Makeup