NEWS TANGERANG– Kabar mengejutkan datang dari parlemen. Anggota Komisi IX DPR, Irma Chaniago, menyuarakan kekhawatiran serius terkait syarat kepemilikan Sertifikat Laik Higienis dan Sanitasi (SLHS) bagi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang menyediakan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Ia curiga, alih-alih menjadi solusi, syarat ini justru bisa jadi celah baru untuk "bancakan" atau praktik jual beli sertifikat yang merugikan.
Program Makan Bergizi Gratis: Harapan untuk Gizi Anak Bangsa
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah inisiatif besar yang bertujuan mulia: memastikan asupan gizi yang layak bagi siswa dan ibu hamil di seluruh Indonesia. Tujuannya jelas, untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup generasi penerus bangsa. Namun, program sebesar ini tentu punya tantangan tersendiri, terutama dalam skala implementasi yang luas.
Belakangan, kasus keracunan massal yang menimpa peserta program MBG di berbagai daerah sempat bikin geger. Kejadian ini sontak memicu alarm bahaya, mengingatkan kita semua betapa krusialnya aspek kebersihan dan keamanan pangan. Presiden Prabowo Subianto sendiri langsung turun tangan, memerintahkan investigasi menyeluruh dan penutupan sementara SPPG yang bermasalah.
SLHS: Solusi Baru atau Masalah Lama Berulang?
Sebagai respons cepat, pemerintah mewajibkan seluruh SPPG yang terlibat dalam program MBG untuk memiliki Sertifikat Laik Higienis dan Sanitasi (SLHS). Secara teori, langkah ini sangat logis dan penting. SLHS adalah bukti bahwa dapur dan proses penyediaan makanan memenuhi standar kebersihan yang ketat, sehingga risiko keracunan bisa diminimalisir. Ini adalah jaminan keamanan bagi makanan yang akan dikonsumsi oleh anak-anak dan ibu hamil yang rentan.
Namun, di sinilah letak kekhawatiran Irma Chaniago. Ia melihat ada potensi besar bahwa niat baik ini bisa melenceng jauh dari tujuan awal. Jika sertifikasi ini justru diperjualbelikan, maka esensi perbaikan kualitas dan keamanan dapur SPPG tidak akan pernah terwujud. Anak-anak dan ibu hamil tetap dalam risiko, dan program MBG yang seharusnya menjadi solusi, malah bisa jadi bumerang.
DPR Bongkar Modus: Sertifikat Higienis Dijual Rp10 Juta?
"Karena sertifikasi-sertifikasi ini bisa diperjualbelikan. Kita banyak lihat selama ini, sertifikasi-sertifikasi ini justru malah jadi bancakan," ujar Irma kepada wartawan di Kompleks Parlemen. Pernyataan ini bukan tanpa dasar. Irma mengaku pernah menemukan kasus serupa di daerah pemilihannya, di mana sertifikat higienis diperjualbelikan dengan harga fantastis.
Ia menceritakan pengalamannya, meski tidak menyebutkan detail lokasi atau pihak yang terlibat, demi melindungi mereka yang bersangkutan. "Harganya bisa sampai kalau enggak salah sampai Rp10 jutaan, Rp6-10 juta. Dan itu terus terang menurut saya tipu-tipu juga," imbuhnya. Bayangkan, sebuah sertifikat yang seharusnya menjamin keamanan, malah bisa dibeli dengan uang tanpa proses verifikasi yang benar. Ini jelas sebuah praktik yang sangat berbahaya dan merugikan.
Ancaman Nyata Bagi Anak-Anak dan Ibu Hamil
Jika praktik "bancakan" sertifikat SLHS ini benar-benar terjadi, maka yang paling dirugikan adalah penerima manfaat program MBG itu sendiri: anak-anak sekolah dan ibu hamil. Mereka akan mengonsumsi makanan yang seolah-olah higienis, padahal disiapkan di dapur yang mungkin jauh dari standar kebersihan. Risiko keracunan makanan akan tetap tinggi, bahkan bisa lebih parah karena adanya rasa aman palsu.
Program MBG yang seharusnya menjadi jaring pengaman gizi, bisa berubah menjadi ancaman kesehatan. Ini bukan hanya soal kerugian finansial akibat praktik korupsi, tetapi juga soal nyawa dan masa depan generasi muda. Kepercayaan publik terhadap program pemerintah juga akan terkikis habis, padahal program ini sangat penting untuk keberlanjutan pembangunan sumber daya manusia.
Lebih dari Sekadar Kertas: Kapasitas Pelaksana Kunci Utama
Irma Chaniago menekankan bahwa yang jauh lebih penting dari sekadar selembar kertas sertifikat adalah memastikan kapasitas tenaga pelaksana MBG. "Saya sarankan seperti tadi, orang-orang yang memang harus bertanggung jawab dan diikutsertakan di dalam BGN ini, betul-betul orang-orang yang memang tupoksinya, kemampuannya memang ada di situ," tegasnya.
Artinya, bukan hanya dapur yang harus bersih, tetapi juga orang-orang di baliknya harus kompeten dan bertanggung jawab. Pelatihan yang memadai, pemahaman tentang standar higienis, dan integritas dalam menjalankan tugas adalah kunci. Sertifikat hanyalah formalitas, namun kualitas dan komitmen dari para pelaksana adalah jaminan sesungguhnya. Tanpa kapasitas yang mumpuni, sertifikat SLHS akan menjadi sekadar formalitas tanpa makna.
Menjaga Amanah dan Kepercayaan Publik
Kasus keracunan massal yang lalu dan kekhawatiran DPR ini menjadi pengingat penting. Program sebesar MBG yang melibatkan jutaan penerima manfaat dan anggaran yang tidak sedikit, membutuhkan pengawasan yang ketat dan transparan. Pemerintah harus memastikan bahwa setiap tahapan, mulai dari pengadaan bahan baku, proses memasak, hingga distribusi, berjalan sesuai standar tertinggi.
Jangan sampai niat baik pemerintah untuk menyehatkan bangsa justru dinodai oleh praktik-praktik curang. Integritas dalam setiap aspek program harus dijaga. Ini adalah amanah besar yang harus diemban dengan penuh tanggung jawab, demi masa depan anak-anak Indonesia yang lebih sehat dan cerdas.
Penutup: Jangan Sampai Anak Sakit Karena ‘Bancakan’ Sertifikat!
Kekhawatiran Irma Chaniago ini harus menjadi perhatian serius bagi semua pihak. Pemerintah perlu memperketat pengawasan terhadap proses sertifikasi SLHS dan memastikan tidak ada celah bagi praktik jual beli sertifikat. Pendidikan dan pelatihan bagi para pelaksana SPPG juga harus diintensifkan, agar mereka benar-benar memiliki kapasitas yang dibutuhkan. Jangan sampai program mulia seperti Makan Bergizi Gratis ini justru menjadi ladang korupsi baru yang mengancam kesehatan dan masa depan anak-anak kita. Ini adalah investasi jangka panjang untuk generasi penerus, dan kualitasnya tidak boleh ditawar.
Penulis: Arya N
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: September 30, 2025