NEWS TNG – Diskon makanan menjelang jam tutup toko memang terdengar seperti ide brilian yang menguntungkan semua pihak. Niatnya mulia: mengurangi pemborosan makanan sekaligus memberi kesempatan pelanggan menikmati hidangan lezat dengan harga yang lebih bersahabat. Namun, di balik tawaran menggiurkan ini, tersimpan drama yang bikin geleng-geleng kepala para pedagang nasi campur di Malaysia.
Kisah ini membuktikan bahwa niat baik tak selalu berjalan mulus. Alih-alih membantu, praktik diskon ini justru membuat sebagian besar penjual merugi. Kenapa ya, kok bisa begitu? Mari kita selami lebih dalam cerita di balik diskon yang seharusnya jadi solusi, tapi malah jadi masalah baru.
Awal Mula Diskon: Niat Baik untuk Lingkungan
Di sejumlah kedai nasi campur yang tersebar di kawasan Lembah Klang, Malaysia, praktik diskon potongan harga 50% untuk semua makanan setelah pukul 20.30 sudah jadi pemandangan yang tak asing. Kebijakan ini, yang dilansir dari WeirdKaya pada 29 September 2025, semula dimaksudkan untuk mengurangi pemborosan makanan yang kerap terjadi di akhir hari.
Idenya sederhana dan cemerlang: pemilik kedai tidak perlu membuang sisa lauk yang masih layak konsumsi, sementara pelanggan bisa menikmati hidangan favorit mereka dengan harga yang jauh lebih murah. Ini adalah solusi "win-win" yang diharapkan bisa menciptakan ekosistem belanja makanan yang lebih efisien dan berkelanjutan.
Drama Dimulai: Strategi Curang Para Pemburu Diskon
Sayangnya, inisiatif yang mulia ini justru menimbulkan persoalan baru yang tak terduga. Sebagian pelanggan, bukannya bersyukur dan menghargai niat baik pedagang, malah mencoba mencari celah demi keuntungan pribadi yang berlebihan. Mereka memanfaatkan diskon ini dengan cara yang merugikan, mengubah tujuan awal program menjadi bumerang bagi para penjual.
Modus yang mereka lakukan cukup membuat pedagang dan pelanggan lain geram. Ini bukan lagi soal hemat, tapi sudah mengarah pada eksploitasi yang merugikan banyak pihak.
Taktik ‘Booking’ Makanan ala Pembeli Cerdik (atau Nakal?)
Menurut laporan dari Sin Chew Daily, sejumlah pelanggan datang lebih awal, sekitar 10 hingga 15 menit sebelum jam diskon berlaku. Mereka dengan sengaja menumpuk piring mereka dengan lauk-lauk favorit yang paling mahal dan paling dicari. Ayam goreng renyah, udang segar, dan kari ikan yang kaya rasa—semua diambil dalam porsi besar, seolah-olah sedang "memesan" untuk pesta pribadi.
Setelah berhasil mengamankan hidangan-hidangan tersebut, mereka tidak akan langsung membayarnya. Sebaliknya, mereka akan duduk manis di meja, dengan santai menunggu waktu menunjukkan pukul 20.30. Tujuannya jelas: agar semua makanan yang sudah mereka "amankan" bisa dibayar dengan harga diskon 50%, meskipun mereka sudah mengambilnya jauh sebelum diskon berlaku.
Akibatnya fatal bagi pelanggan lain yang datang tepat waktu, berharap bisa menikmati sisa hidangan lezat dengan harga diskon. Saat mereka tiba, banyak baki lauk sudah kosong melompong, hanya menyisakan sayuran sederhana atau tumisan tahu yang kurang diminati. Ini jelas merugikan pedagang karena kehilangan potensi penjualan normal, dan juga mengecewakan pembeli jujur yang tidak kebagian.
Reaksi Pedagang: Pasang Pengumuman Tegas dan Sanksi
Melihat kondisi yang tak adil dan merugikan ini, sejumlah kedai nasi campur akhirnya bereaksi. Mereka tak tinggal diam dan langsung mengambil tindakan tegas untuk menghentikan praktik curang tersebut. Para pemilik kedai ini berupaya mengembalikan keadilan dan menjaga keberlangsungan program diskon yang awalnya berlandaskan niat baik.
Mereka memasang pengumuman tegas di area kedai, berharap bisa menjadi peringatan dan edukasi bagi para pelanggan.
"Jangan Ambil Makanan Sebelum Jam 20.30!"
Tulisan dalam bahasa Inggris dan Mandarin terpampang jelas di beberapa kedai nasi campur. Pengumuman itu berbunyi: "Tolong jangan mengambil makanan sebelum pukul 20.30 untuk meminta potongan harga 50%! Terima kasih atas kerja samanya." Ini adalah pesan langsung yang bertujuan untuk menghentikan praktik "booking" makanan sebelum waktunya.
Aturan baru ini bukan cuma gertakan semata. Disertai dengan sanksi tegas, setiap makanan yang sudah diambil sebelum jam diskon tiba, akan tetap dikenakan harga normal. Ini berlaku meskipun pelanggan mencoba menunda waktu pembayaran hingga jam diskon tiba. Tujuannya jelas: menghentikan praktik curang dan mengembalikan semangat awal program diskon.
Curhat Pedagang Senior: Antara Memaklumi dan Batas Kesopanan
Tan Cheep Lian, seorang pemilik kedai nasi campur dengan pengalaman lebih dari 30 tahun, buka suara mengenai fenomena ini. Ia mengaku memahami alasan mengapa sebagian pelanggan melakukan hal ini. "Bagi saya, menunggu waktu yang tepat untuk mendapatkan potongan harga itu bisa dimaklumi karena semua orang ingin makan murah," ujarnya kepada WeirdKaya.
Sebagai pedagang yang sudah lama berkecimpung di dunia kuliner, Tan tahu betul bahwa keinginan untuk berhemat adalah hal yang wajar. Namun, ia juga menegaskan ada batas yang tidak boleh dilampaui.
Tamak dan Rakus: Batas yang Dilanggar
"Sebagian pelanggan terlalu tamak serta rakus dan itu yang membuat kami, para pemilik kedai, harus turun tangan mengatur keadaan," tambahnya dengan nada prihatin. Ini bukan lagi soal hemat, tapi sudah mengarah ke eksploitasi yang merugikan pedagang dan pelanggan lain yang jujur.
Tan juga menyoroti adanya pelanggan yang datang khusus saat diskon, tetapi justru mengeluh karena pilihan lauk terbatas. Bahkan, ada yang berani menuntut lebih, seolah-olah mereka berhak mendapatkan semua yang terbaik dengan harga murah. Padahal, tujuan diskon ini adalah menghabiskan sisa makanan, bukan menyediakan menu lengkap dengan harga setengah.
Bukan Sekadar Diskon, Ini Soal Etika dan Semangat Awal
Tindakan semacam itu, menurut Tan, bertentangan dengan semangat awal program diskon. Diskon ini diadakan untuk mengurangi sisa makanan yang terbuang, bukan sekadar mengejar keuntungan pribadi dengan cara yang merugikan orang lain. Ini adalah pelajaran penting tentang etika berbelanja dan menghargai usaha orang lain.
Kisah drama diskon makanan ini menjadi pengingat bahwa niat baik bisa saja disalahgunakan. Penting bagi kita semua, baik sebagai penjual maupun pembeli, untuk selalu menjunjung tinggi kejujuran dan etika. Bahkan dalam hal kecil seperti berburu diskon makanan, integritas harus tetap dijaga.
Agar program yang awalnya mulia ini tidak berujung pada kerugian dan kekecewaan bagi semua pihak, mari kita bersama-sama membangun lingkungan belanja yang lebih adil dan saling menghargai. Diskon memang menggiurkan, tapi etika jauh lebih berharga.
Penulis: Tammy
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: September 30, 2025