NEWS TANGERANG– Sobat NewsTangerang, kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) kini jadi isu hangat yang bikin pusing banyak pihak. Deretan SPBU swasta seperti Shell, Vivo, hingga BP, semuanya kena imbas. Pemerintah pun sampai turun tangan, meminta SPBU swasta ini membeli BBM dari Pertamina untuk menutupi kekurangan stok.
Dih, situasi ini memang bikin geleng-geleng kepala. Kabarnya, BP dan Vivo sempat menunjukkan minat untuk membeli BBM dari Pertamina. Tapi, ada satu nama besar yang masih ‘malu-malu kucing’, yaitu Shell. Apa sih yang bikin Shell belum juga merapat ke Pertamina?
Kok Bisa Shell Ogah Beli BBM Pertamina?
Wakil Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Achmad Muchtasyar, sempat menjelaskan duduk perkaranya. Menurutnya, Shell belum bisa langsung ikut negosiasi karena terganjal birokrasi internal yang harus mereka tempuh. Jadi, bukan karena tidak mau, tapi lebih ke urusan dapur internal mereka yang rumit.
"Satu tidak bisa melakukan negosiasi ini karena ada birokrasi internal yang harus ditempuh," jelas Achmad Muchtasyar dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XII DPR. Ini menunjukkan bahwa proses di balik layar sebuah perusahaan multinasional bisa sangat kompleks.
Berbeda dengan Shell, Vivo dan APR (joint venture AKR dan BP) disebut-sebut lebih cepat tanggap. Mereka sudah menyatakan kesediaan untuk membeli BBM dari Pertamina, asalkan produk yang ditawarkan berupa base fuel tanpa campuran apapun. Ini jadi poin penting dalam negosiasi mereka.
Drama Etanol Bikin BP & Vivo Mundur Teratur
Sayangnya, niat baik BP dan Vivo untuk membeli BBM dari Pertamina ternyata harus kandas di tengah jalan. Sebuah masalah tak terduga muncul dan bikin mereka mundur teratur. Gak habis pikir, ternyata ada kandungan etanol 3,5 persen pada BBM impor yang didatangkan Pertamina.
Kandungan etanol ini menjadi batu sandungan besar. Spesifikasi BBM yang diimpor Pertamina tersebut tidak sesuai dengan standar yang diinginkan oleh BP dan Vivo. Alhasil, kesepakatan yang sudah di depan mata pun batal begitu saja.
Hingga saat ini, belum ada satu pun SPBU swasta yang resmi membeli BBM dari Pertamina. Ini menunjukkan betapa krusialnya masalah spesifikasi produk dalam transaksi B2B (Business to Business) skala besar seperti ini. Semoga saja ada titik terang ke depannya.
Stok Bensin Shell Kritis, Cuma Segini Sisanya?
Di tengah tarik ulur negosiasi ini, kondisi Shell sendiri sudah sangat memprihatinkan. Presiden Director & Managing Director Mobility Shell Indonesia, Ingrid Siburian, mengungkap bahwa stok BBM jenis bensin mereka sudah benar-benar menipis. So sad!
Dari total sekitar 200 SPBU Shell yang tersebar di Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur, kini hanya tersisa sekitar lima SPBU saja yang masih menjual bensin. Bayangkan, dari ratusan SPBU, cuma segelintir yang masih bisa melayani konsumen. Ngerinya!
Ini tentu saja berdampak langsung pada konsumen setia Shell. Antrean panjang dan kekecewaan karena tidak bisa mengisi bensin jadi pemandangan yang tak terhindarkan. Situasi ini memang bikin pusing semua pihak.
Importasi Dibatasi, Shell Merana?
Sejatinya, kelangkaan BBM ini sudah diantisipasi oleh Shell sejak jauh-jauh hari, tepatnya pada bulan Juni 2025. Ingrid Siburian menyebut bahwa pihaknya sudah meminta kuota impor tambahan. Permintaan ini didasari adanya kenaikan permintaan dari konsumen yang cukup signifikan.
Namun, harapan Shell untuk mendapatkan kuota impor tambahan harus pupus. Mereka baru menerima tanggapan resmi melalui surat dari Wakil Menteri ESDM tertanggal 17 Juli 2025. Surat tersebut membawa kabar kurang mengenakkan bagi Shell.
"Surat tersebut mengatakan bahwa impor dibatasi hanya 10 persen di atas penjualan dari 2024," ujar Ingrid. Ini artinya, Shell tidak bisa sebebas dulu mengimpor BBM untuk memenuhi kebutuhan pasar yang terus meningkat. Pembatasan ini jelas bikin Shell merana.
Negosiasi Alot: Shell & Pertamina Masih Tarik Ulur
Meskipun menghadapi pembatasan impor dan stok yang menipis, Shell tidak tinggal diam. Ingrid lebih lanjut menjelaskan bahwa pihaknya masih terus melakukan komunikasi intensif dengan Pertamina. Fokus utama mereka adalah penyediaan base fuel.
Awalnya, Pertamina bersedia menyediakan produk "as-is" atau apa adanya. Namun, setelah mendengar kekhawatiran dari Shell, Pertamina menunjukkan itikad baik. Mereka bersedia menyediakan BBM dalam bentuk base fuel, yaitu BBM tanpa campuran aditif.
"Saat ini kami masih dalam pembahasan B2B sesuai dengan anjuran bapak menteri," lanjut Ingrid. Ini menunjukkan bahwa proses negosiasi antara dua raksasa energi ini masih berjalan alot. Ada banyak detail yang harus disepakati sebelum transaksi besar ini bisa terealisasi.
Pembahasan B2B ini sangat krusial, Sobat NewsTangerang. Jika Shell dan Pertamina bisa mencapai kesepakatan terkait base fuel yang sesuai spesifikasi, ini bisa menjadi solusi jangka pendek untuk mengatasi kelangkaan BBM di SPBU Shell. Kita tunggu saja kabar baiknya.
Dampak ke Konsumen: Siapa yang Paling Merugi?
Situasi ini tentu saja paling merugikan konsumen. Dengan stok bensin Shell yang menipis dan pembatasan impor, pilihan SPBU menjadi terbatas. Ini bisa memicu antrean panjang di SPBU lain atau bahkan kekosongan stok di beberapa wilayah.
Kita berharap pemerintah dan semua pihak terkait bisa segera menemukan solusi terbaik. Baik itu melalui relaksasi kebijakan impor, percepatan negosiasi B2B, atau langkah strategis lainnya. Kelancaran pasokan BBM adalah kunci stabilitas ekonomi dan kenyamanan masyarakat.
Jadi, Sobat NewsTangerang, meskipun Shell belum membeli BBM dari Pertamina, bukan berarti mereka tidak berusaha. Ada birokrasi internal, masalah spesifikasi produk, hingga pembatasan impor yang jadi tantangan. Semoga saja drama BBM ini segera berakhir dengan happy ending!
Penulis: Farah Novianti
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: Oktober 2, 2025