NEWS TANGERANG– Dulu, nama Suzuki Satria FU identik dengan kecepatan dan gaya anak muda yang berani. Motor bebek hyperunderbone ini sempat jadi primadona, merajai jalanan dengan performanya yang garang dan desain sporty yang bikin melirik. Tapi, siapa sangka, kini takhta penjualan Suzuki di Indonesia sudah beralih tangan, bukan lagi dipegang oleh Satria FU yang legendaris.
Pergeseran tren ini menjadi bukti nyata bagaimana pasar roda dua terus berevolusi, menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan gaya hidup konsumen modern. Suzuki, sebagai salah satu pemain besar, berhasil membaca arah perubahan ini dengan sangat baik. Mereka tidak lagi bertumpu pada satu model saja, melainkan beradaptasi dengan menghadirkan jagoan-jagoan baru yang lebih relevan.
Pergeseran Takhta: Dari Satria ke Skutik Premium yang Praktis
Menurut Ellya Masula, Direktur Operasional PT Indo SunMotor Gemilang (ISG), anak perusahaan PT Suzuki Indomobil Sales, kini jagoan utama mereka adalah Suzuki Burgman. Skutik bongsor ini berhasil meraup pangsa pasar hingga 60 persen dari total penjualan Suzuki. Angka ini jelas menunjukkan betapa besarnya minat konsumen, terutama di segmen skutik premium yang menawarkan kenyamanan ekstra.
Burgman, dengan desainnya yang elegan dan fitur-fitur modern, memang sangat cocok untuk mobilitas perkotaan yang padat. Kapasitas bagasinya yang luas dan posisi berkendara yang rileks menjadi nilai jual utama bagi para komuter maupun mereka yang sering melakukan perjalanan jarak menengah. Ini adalah pilihan cerdas bagi anak muda yang mencari kepraktisan tanpa mengorbankan gaya.
Bukan Sekadar Gaya, Tapi Fungsionalitas: Dominasi Skutik Entry-Level dan Fleet
Di posisi kedua dan seterusnya, ada Suzuki Nex Crossover, Suzuki Nex standar, dan Suzuki Address yang tak kalah menarik perhatian. Ketiga skutik ini menunjukkan bahwa Suzuki juga kuat di segmen skutik entry-level dan menengah yang menawarkan efisiensi dan kelincahan. Mereka menjadi pilihan populer bagi mereka yang mencari kendaraan harian yang irit dan mudah dikendarai.
Menariknya, Ellya Masula juga mengungkapkan rasa syukurnya karena motor-motor Suzuki kini banyak dipercaya sebagai armada operasional perusahaan. Hal ini tentu saja menjadi indikator positif terhadap durabilitas dan efisiensi motor Suzuki di mata korporasi. Kepercayaan ini turut mendongkrak penjualan motor Suzuki di bawah PT ISG secara signifikan.
Ellya menjelaskan bahwa untuk Suzuki Nex, rata-rata digunakan untuk kebutuhan fleet atau armada operasional. Banyak perusahaan, baik swasta maupun BUMN, yang memilih Nex sebagai kendaraan dinas atau operasional karyawannya. Ini membuktikan bahwa selain gaya, faktor keandalan dan biaya operasional yang terjangkau menjadi pertimbangan penting bagi segmen korporat.
Nasib Satria FU dan GSX: Kini Jadi Motor Hobi, Bukan Harian
Lantas, bagaimana dengan nasib Suzuki Satria FU yang dulu begitu berjaya dan menjadi ikon kecepatan di kalangan anak muda? Ellya Masula mengakui bahwa penjualan Satria kini memang terbilang kecil, hanya menyumbang sekitar 5 persen dari total penjualan. Angka ini jauh di bawah dominasi skutik yang kini menjadi tulang punggung penjualan Suzuki.
Ia menjelaskan bahwa Satria kini lebih banyak dipilih sebagai motor hobi, bukan lagi kendaraan harian utama. Konsumen Satria saat ini adalah anak-anak muda di usia tertentu yang mencari sensasi berkendara manual dan performa tinggi untuk kesenangan pribadi atau kegiatan komunitas. Motor ini tidak lagi dipakai sehari-hari untuk menembus kemacetan kota.
Fenomena serupa juga terjadi pada lini motor sport Suzuki GSX. Motor-motor sport memang memiliki pasar yang lebih niche dan spesifik, sehingga kontribusinya terhadap total penjualan juga relatif kecil, sekitar 5 persen. Jadi, bisa dikatakan bahwa 90 persen penjualan motor Suzuki saat ini didominasi oleh segmen matic atau skutik.
Pergeseran ini mencerminkan perubahan gaya hidup dan prioritas konsumen. Dulu, motor sport atau bebek kencang menjadi simbol status dan gaya. Namun kini, kepraktisan, kenyamanan, dan efisiensi bahan bakar menjadi pertimbangan utama bagi sebagian besar masyarakat, terutama di tengah kondisi lalu lintas perkotaan yang semakin padat. Skutik menawarkan solusi yang lebih relevan untuk kebutuhan mobilitas sehari-hari.
Kualitas Lokal yang Bikin Kagum: Burgman CKD Lebih Baik dari CBU?
Satu hal lagi yang tak kalah penting dan patut diacungi jempol adalah kualitas Suzuki Burgman rakitan lokal atau CKD (Completely Knocked Down). Ellya Masula dengan bangga memastikan bahwa Burgman CKD tetap memiliki standar kualitas terbaik dan diterima sangat baik oleh konsumen. Ini membuktikan komitmen Suzuki terhadap kualitas produk, meskipun dirakit di dalam negeri.
Bahkan, ada beberapa ulasan dari konsumen yang menyebutkan bahwa Burgman CKD justru terasa lebih baik dibandingkan versi CBU (Completely Built Up) atau impor utuh. Ellya mencontohkan, "seperti dari baut-bautnya itu lebih bagus." Pernyataan ini tentu saja sangat menggembirakan dan menambah kepercayaan konsumen terhadap produk lokal Suzuki. Ini menunjukkan bahwa standar kualitas produksi lokal mampu bersaing, bahkan melampaui produk impor.
Keberhasilan Suzuki dalam memproduksi Burgman CKD dengan kualitas tinggi juga memberikan dampak positif bagi perekonomian lokal. Dengan merakit di dalam negeri, Suzuki turut menciptakan lapangan kerja dan mendukung industri komponen lokal. Ini adalah langkah strategis yang tidak hanya menguntungkan perusahaan, tetapi juga masyarakat luas.
Pergeseran dominasi penjualan dari Satria FU ke Burgman dan skutik lainnya jelas menunjukkan adaptasi Suzuki terhadap dinamika pasar roda dua di Indonesia. Mereka berhasil membaca tren, di mana kepraktisan, kenyamanan, dan efisiensi menjadi prioritas utama bagi sebagian besar konsumen. Jadi, bagi kamu yang penasaran dengan masa depan motor Suzuki, sepertinya era skutik akan terus berjaya, menawarkan solusi mobilitas yang cerdas dan stylish.
Penulis: Farah Novianti
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: September 19, 2025