NEWS TANGERANG– Sobat NewsTangerang, ada kabar panas nih dari dunia otomotif yang bikin geleng-geleng kepala! Produsen mobil listrik raksasa macam BYD dan Vinfast, yang selama ini asyik menikmati insentif impor, wajib banget produksi kendaraan mereka di Indonesia mulai Januari 2026. Tapi, nih, yang bikin heboh, meski deadline cuma tinggal hitungan bulan, mereka belum juga ada kesepakatan buat pakai komponen buatan industri lokal!
Deadline Mepet, Komponen Lokal Belum ‘Jodoh’
Info ini bukan kaleng-kaleng, lho! Rachmat Basuki, Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Alat-alat Mobil dan Motor (GIAMM), yang ngasih bocoran langsung. Menurutnya, beberapa produsen komponen lokal di Tanah Air udah coba ngobrol-ngobrol sama merek-merek ini, terutama BYD, untuk menjalin kerja sama.
Namun, sampai detik ini, belum ada tuh titik terang atau kesepakatan yang tercapai. Duh, kok bisa ya, padahal waktu terus berjalan dan deadline sudah di depan mata? Ini jelas jadi PR besar bagi kedua belah pihak.
Basuki sendiri bilang, "Yang paling gede volumenya kan BYD. Kita sih sudah pernah business matching sekitar 1-2 tahun lalu." Tapi, lanjutnya, "Sampai sekarang, ya mungkin masih deal-deal-an kali. Belum ada satu pun yang sepakat lokalisasi." Ini diungkapkan Rachmat Basuki saat ditemui di Tanah Abang, Jakarta Pusat.
So, bisa dibilang, proses ‘penjodohan’ antara BYD dan komponen lokal ini masih jauh dari kata ‘sah’. Padahal, seperti yang kita tahu, BYD sendiri sudah ancang-ancang bangun pabrik gede di Subang, Jawa Barat. Masa iya pabriknya udah ada, tapi komponennya masih impor terus? Ngerinya!
Dugaan Biang Kerok: Biaya dan Sistem Pembayaran
Nah, Basuki menduga, biang kerok masalah ini ada di dua hal yang fundamental: biaya dan sistem pembayaran. Skema yang beda jauh antara kebiasaan industri di Tiongkok dan Indonesia bikin kesepakatan jadi susah banget dicapai, kayak lagi nego harga di pasar tradisional aja.
Dia menjelaskan lebih lanjut, "Kayaknya masalah cost mungkin ya. Cost-nya belum ada kesepakatan." Terus, "Kedua mungkin cara bayarnya, term of payment-nya," tambahnya. Gak habis pikir kan, masalah pembayaran aja bisa jadi batu sandungan segede ini?
Basuki juga membeberkan, di China sana, sistem pembayaran alias term of payment-nya itu cenderung lebih lama. Sementara, supplier lokal kita udah terbiasa dengan industri yang ada sekarang, di mana term of payment-nya biasanya cuma sebulan. Kalau pembayaran molor, supplier lokal kita yang nanggung beban biaya operasional dan modal.
"Kalau lebih lama kan dia jadi nanggung cost-nya. Mungkin belum deal," kata Basuki. So sad, kan? Kondisi ini jelas menciptakan tantangan besar bagi industri komponen lokal untuk bisa beradaptasi atau bagi BYD dan Vinfast untuk mencari solusi tengah.
Tim redaksi kami sendiri sudah coba menghubungi perwakilan BYD untuk minta klarifikasi lebih lanjut mengenai isu krusial ini. Tapi, sampai artikel ini naik, belum ada respons nih dari pihak mereka. Hmm, kira-kira kenapa ya? Apakah ada strategi lain yang sedang mereka siapkan?
Aturan Main yang Ketat: Sanksi Menanti!
Sebagai info penting buat Sobat NewsTangerang, ada aturannya lho! Berdasarkan Peraturan Menteri Investasi Nomor 6/2023 juncto Nomor 1/2024, semua produsen mobil listrik yang udah kecipratan insentif impor itu WAJIB produksi kendaraannya di Indonesia per 1 Januari 2026. Ini bukan main-main, lho, ini aturan mainnya yang harus ditaati!
Bukan cuma itu, Sobat NewsTangerang. Peta jalan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) juga mengatur bahwa dari 1 Januari 2026 sampai 31 Desember 2027, produsen harus melunasi komitmen produksi 1:1. Artinya, setiap unit mobil listrik yang diimpor dengan insentif, harus diimbangi dengan produksi satu unit di dalam negeri.
Produksi mereka juga harus punya spesifikasi teknis yang setara atau bahkan lebih tinggi. Ini mencakup daya motor listrik dan kapasitas baterai minimal yang sama atau lebih baik dari model yang diimpor. Mantap, kan? Tujuannya jelas, biar industri lokal kita makin maju dan gak cuma jadi pasar doang.
Dan yang paling ngeri, kalau sampai produsen mobil listrik ini gagal penuhi semua syarat tadi, siap-siap aja deh bank garansi mereka ditarik pemerintah. Itu sebagai ‘jaminan’ atau komitmen awal mereka saat pertama kali mengajukan insentif. Dih, ngeri banget kan kalau sampai bank garansi ditarik? Ini bukan cuma soal bisnis, tapi juga soal komitmen dan kepatuhan terhadap regulasi yang ada. Gak main-main deh!
Jadi, kita tunggu saja, Sobat NewsTangerang, bagaimana kelanjutan ‘drama’ antara BYD, Vinfast, dan industri komponen lokal ini. Semoga ada titik terang dan solusi terbaik demi kemajuan industri otomotif listrik di Indonesia!
Penulis: Farah Novianti
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: September 29, 2025