NEWS TANGERANG– Industri otomotif di Indonesia sedang menghadapi tantangan yang tidak main-main. Meski ada sedikit kenaikan penjualan bulan lalu, secara keseluruhan, pasar mobil di Tanah Air masih jauh dari kata pulih sepenuhnya. Bahkan, target ambisius yang sudah ditetapkan di awal tahun terancam meleset jauh, bikin banyak pihak pusing tujuh keliling.
Target Ambisius yang Makin Sulit Digapai
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) sejak awal tahun sudah memasang target penjualan mobil sebanyak 900 ribu unit untuk tahun 2025. Angka ini tentu bukan jumlah yang sedikit, apalagi di tengah kondisi ekonomi yang masih penuh ketidakpastian. Namun, seiring berjalannya waktu, target ini terasa semakin berat untuk dicapai.
Kukuh Kumara, Sekretariat Umum Gaikindo, menegaskan bahwa tidak ada revisi target. Ia berujar, "Tidak ada (revisi target), masih tetap. Soal tercapai atau tidak tercapai, kita usahakan terus. Karena kita kan harus bikin tune positif." Optimisme ini patut diacungi jempol, tapi data di lapangan menunjukkan realita yang cukup berbeda.
Data Penjualan yang Bikin Geleng-Geleng Kepala
Mari kita bedah angka-angkanya. Sepanjang Januari hingga Agustus 2025, total penjualan mobil secara wholesales (dari pabrik ke dealer) di Indonesia baru menyentuh angka 500.951 unit. Angka ini sejatinya sudah turun 10,6% dibandingkan periode yang sama di tahun 2024, yang kala itu mencapai 560.552 unit. Penurunan ini jelas menjadi sinyal bahaya bagi industri.
Untuk bisa mencapai target 900 ribu unit di akhir tahun, artinya produsen mobil di Indonesia harus menjual sekitar 400 ribu unit lagi dalam empat bulan tersisa. Kalau dihitung kasar, ini berarti mereka harus menjual rata-rata 100 ribu unit mobil setiap bulannya. Sebuah angka yang sangat fantastis, mengingat tren penjualan saat ini.
Bulan lalu saja, penjualan wholesales hanya tembus 61.780 unit. Angka ini jauh di bawah target 100 ribu unit per bulan yang dibutuhkan. Jika tren penjualan ini tidak berubah secara drastis, mencapai 900 ribu unit per tahun sepertinya akan jadi mimpi di siang bolong. Bahkan, menembus angka 800 ribu unit per tahun pun rasanya akan sangat berat.
Optimisme Gaikindo di Tengah Badai Tantangan
Meski data menunjukkan kondisi yang kurang menguntungkan, Gaikindo tetap memilih untuk mempertahankan targetnya. Sikap ini bisa jadi merupakan upaya untuk menjaga semangat positif di kalangan pelaku industri, dealer, dan konsumen. Dengan mempertahankan target, diharapkan semua pihak tetap termotivasi untuk mendorong penjualan.
Namun, di balik optimisme tersebut, tantangan nyata tetap membayangi. Industri otomotif tidak hanya bergantung pada semangat, tetapi juga pada daya beli masyarakat, stabilitas ekonomi, dan berbagai faktor eksternal lainnya. Pernyataan Kukuh Kumara yang menekankan "tune positif" menunjukkan bahwa mereka sadar betul akan beratnya medan perang ini.
Mengapa Penjualan Mobil Indonesia Loyo?
Ada beberapa faktor yang kemungkinan besar menjadi penyebab lesunya penjualan mobil di Indonesia. Pertama, kondisi ekonomi global yang belum sepenuhnya stabil turut memengaruhi daya beli masyarakat. Inflasi yang masih tinggi di beberapa sektor dan kenaikan suku bunga acuan bisa membuat konsumen menunda pembelian barang-barang besar seperti mobil.
Kedua, perubahan preferensi konsumen juga bisa jadi salah satu pemicu. Generasi muda mungkin lebih memilih transportasi umum atau layanan ride-sharing ketimbang memiliki mobil pribadi, terutama di kota-kota besar yang macet. Selain itu, ada juga konsumen yang mungkin menunda pembelian karena menunggu model-model mobil listrik terbaru dengan harga yang lebih terjangkau atau subsidi pemerintah yang lebih menarik.
Ketiga, ketidakpastian politik menjelang pemilihan umum (jika relevan dengan tahun 2025) juga bisa membuat konsumen menahan diri untuk melakukan investasi besar. Mereka cenderung menunggu hingga kondisi politik lebih stabil sebelum mengambil keputusan finansial penting. Hal ini lumrah terjadi di banyak negara.
Strategi Industri untuk Bertahan dan Bangkit
Melihat kondisi ini, para produsen mobil tentu tidak tinggal diam. Berbagai strategi agresif kemungkinan besar akan diterapkan di sisa tahun ini. Mulai dari peluncuran model-model baru yang lebih menarik, diskon besar-besaran, paket kredit dengan bunga rendah, hingga program tukar tambah yang menggiurkan.
Fokus pada segmen pasar tertentu, seperti mobil murah ramah lingkungan (LCGC) atau mobil listrik yang sedang naik daun, juga bisa menjadi kunci. Selain itu, pasar ekspor juga bisa menjadi penyelamat bagi beberapa pabrikan untuk menjaga volume produksi dan pendapatan mereka di tengah lesunya pasar domestik.
Proyeksi Masa Depan: Akankah Ada Titik Terang?
Jika tren saat ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin penjualan mobil tahun 2025 akan lebih rendah dibandingkan tahun 2024 yang mencapai 865.753 unit. Apalagi jika dibandingkan dengan tahun 2023 yang mencatat angka fantastis 1.005.802 unit. Ini menunjukkan adanya penurunan signifikan dalam dua tahun terakhir.
Untuk target tahun depan atau 2026, Gaikindo sendiri belum bisa bicara banyak. "Kalau tahun depan (target penjualan) belum terlihat, selesaikan tahun ini dulu," kata Kukuh. Pernyataan ini secara tidak langsung menggambarkan betapa beratnya fokus mereka saat ini untuk sekadar mencapai target tahun berjalan.
Masa depan industri otomotif Indonesia akan sangat bergantung pada pemulihan ekonomi, daya beli masyarakat, serta inovasi dari para produsen. Apakah ada titik terang di ujung terowongan? Kita tunggu saja bagaimana strategi industri dan kondisi pasar akan bergerak di sisa tahun ini dan tahun-tahun mendatang.
Penulis: Farah Novianti
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: September 26, 2025