NEWS TANGERANG– Siapa bilang batik itu kuno dan cuma buat acara formal? Generasi Z, dengan segala kreativitas dan gaya uniknya, berhasil membawa kain tradisional ini "naik kasta" menjadi tren fesyen yang super kece. Mereka memadukan batik dengan outfit kekinian, menjadikannya pilihan gaya yang ekspresif dan jauh dari kesan kaku.
Fenomena ini bukan cuma bikin batik makin populer di kalangan anak muda, tapi juga mendorong industri batik untuk terus berinovasi. Para pengrajin dan desainer kini berlomba-lomba menciptakan motif dan model yang sesuai dengan selera Gen Z yang dinamis. Mantap banget, kan?
Namun, di balik gemuruh tren positif ini, Indonesia ternyata menghadapi tantangan serius yang bisa bikin kita semua "gak habis pikir." Ada isu besar terkait regenerasi pengrajin batik yang kini sedang jadi sorotan.
Iwet Ramadhan, seorang pemerhati batik yang namanya sudah tak asing lagi, menyoroti masalah ini. Ia mengungkapkannya saat peresmian instalasi batik di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Kota Tangerang, dalam rangka Hari Batik Nasional, beberapa waktu lalu.
Batik: Dari Kaku Jadi Kece, Ekspresi Gaya Hidup Anak Muda
Dulu, batik seringkali identik dengan seragam kantor atau busana wajib untuk kondangan. Tapi, itu cerita lama! Menurut Iwet, pandangan ini sudah bergeser drastis di kalangan Gen Z.
Anak-anak muda sekarang justru menjadikan batik sebagai bagian dari gaya hidup sehari-hari mereka. Mereka tak ragu "berkain" atau mengenakan atasan batik saat nongkrong di kafe, menghadiri konser musik, atau sekadar jalan-jalan santai.
Penggunaan batik telah bertransformasi menjadi bentuk ekspresi diri yang kuat. Bahkan, tren ini merambah komunitas-komunitas yang dikenal punya gaya khas, seperti anak skena dan anak senja. Mereka membuktikan bahwa batik bisa banget jadi bagian dari streetwear yang keren.
"Mereka semakin ekspresif, baik laki-laki maupun perempuan, yang mengenakan kain (batik) dapat pergi ke mana saja," ujar Iwet, dilansir sebuah situs berita lokal. Ini menunjukkan betapa fleksibelnya batik di tangan Gen Z.
Perkembangan ini jelas menjadi sinyal positif. Batik berhasil beradaptasi dan diterima sebagai bagian tak terpisahkan dari fashion modern dan budaya populer anak muda. "Aku rasa itu sudah kemajuan yang sangat besar sekali," terang Iwet dengan antusias.
Bisa dibilang, Gen Z telah memberikan napas baru pada batik. Mereka membuktikan bahwa warisan budaya tak harus disimpan di museum, tapi bisa dipakai dan dibanggakan dalam kehidupan sehari-hari. Dari kemeja batik yang dipadukan dengan celana cargo dan sneakers, hingga kain batik yang dililit sebagai rok dengan crop top, semuanya terlihat effortlessly cool.
Minimnya Pembatik Muda: Tantangan Besar yang Bikin So Sad
Meski tren batik di kalangan anak muda sedang melambung tinggi, ada satu hal yang bikin kita semua harus mikir keras. Di balik gemerlapnya popularitas batik, tersimpan tantangan serius yang butuh perhatian ekstra: regenerasi perajin batik.
Iwet Ramadhan mengungkapkan sebuah fakta yang cukup mencengangkan. Meskipun minat untuk memakai batik melonjak tajam, jumlah penerus pembatik yang berasal dari generasi muda masih sangat minim. Ini sungguh ironis, bukan?
"Penerus pembatiknya yang dari anak-anak muda masih susah sekali. Tetap masih yang tua-tua," tegas Iwet. Pernyataan ini menjadi alarm keras bagi kita semua.
Bayangkan, jika para pembatik senior yang sudah ahli ini pensiun atau tak lagi berkarya, siapa yang akan meneruskan tradisi adiluhung ini? Keahlian membatik, yang merupakan warisan budaya tak benda Indonesia, bisa terancus putus di tengah jalan. Ngeri banget, kan?
Kurangnya minat generasi muda untuk mendalami profesi pengrajin batik ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor. Mungkin karena prosesnya yang dianggap rumit dan memakan waktu, atau mungkin juga karena prospek ekonomi yang belum terlihat menjanjikan di mata mereka.
Padahal, menjadi pembatik bukan hanya sekadar pekerjaan, tapi juga menjaga dan melestarikan identitas bangsa. Jika kita bangga memakai batik, seharusnya kita juga bangga dan peduli terhadap mereka yang menciptakan karya seni tersebut.
Masa Depan Batik: Antara Tren dan Tradisi yang Terancam
Tren batik yang digandrungi Gen Z memang patut diacungi jempol. Ini menunjukkan bahwa warisan budaya kita bisa relevan dan keren di era modern. Namun, euforia ini tak boleh membuat kita lengah.
Ada jurang lebar antara minat konsumsi batik dengan minat untuk melestarikan proses pembuatannya. Ini adalah PR besar yang harus segera dicarikan solusinya. Bagaimana caranya agar profesi pembatik juga terlihat "keren" dan menarik di mata anak muda?
Pemerintah, komunitas, dan bahkan industri fesyen sendiri perlu duduk bersama. Mungkin perlu ada program pelatihan yang lebih menarik, dukungan finansial, atau kampanye yang menyoroti betapa penting dan mulianya profesi pembatik.
Jika tidak ada regenerasi, bisa-bisa batik yang kita banggakan ini hanya akan menjadi produk massal tanpa jiwa. Keunikan dan nilai artistik yang lahir dari tangan-tangan terampil para pembatik tradisional akan hilang ditelan zaman. So sad, kan?
Mari kita jadikan fenomena ini sebagai momentum untuk merenung. Batik bukan hanya tentang kain atau motif, tapi juga tentang cerita, sejarah, dan tangan-tangan yang tak lelah menciptakan keindahan. Jangan sampai kita hanya menjadi penikmat, tanpa peduli pada pelestari. Yuk, sama-sama jaga warisan budaya ini agar tetap hidup dan terus lestari!
Penulis: Ifan R
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: Oktober 3, 2025