NEWS TANGERANG– Tangerang, sebuah kota yang dikenal dengan dinamika dan kemajuan pendidikannya, tiba-tiba dikejutkan oleh gelombang ketegangan yang menyelimuti dua institusi pendidikan bergengsi. Suasana di Jakarta Nanyang School di Pagedangan, Kabupaten Tangerang, dan Mentari Intercultural School di Bintaro, Tangerang Selatan, mendadak berubah mencekam. Bukan karena ujian mendadak, melainkan karena sebuah ancaman bom yang datang dari “dunia maya,” menyasar langsung ke jantung operasional sekolah.
Bayangkan, pagi yang seharusnya dipenuhi tawa dan kegiatan belajar mengajar, seketika digantikan oleh rasa panik dan ketidakpastian. Sebuah pesan misterius, dikirim melalui WhatsApp dan email dari nomor asing, berisi ancaman yang tak main-main: bom akan meledak jika permintaan pelaku tidak dipenuhi. Ancaman ini, tentu saja, langsung memicu respons cepat dan serius dari pihak sekolah, orang tua, dan aparat keamanan.
Pesan Teror dari Nomor Asing: Minta Tebusan Rp475 Juta via Bitcoin
Kapolres Tangerang Selatan, AKBP Victor Inkiriwang, mengungkapkan detail yang cukup mencengangkan. Pesan ancaman bom tersebut, yang dikirim dalam bahasa Inggris, berasal dari nomor tak dikenal dengan kode negara +234. Kode ini, yang merujuk pada Nigeria, langsung memunculkan dugaan adanya jaringan pelaku kejahatan siber internasional. Modus operandi semacam ini memang seringkali melibatkan pelaku lintas negara demi menyamarkan jejak.
Isi pesan teror yang kini beredar luas di kalangan wartawan dan publik sangat lugas dan menuntut. Bunyinya: “A message for EVERYONE. We have bomb in your school. The bombs are set to go off in 45 mins. If you do not agree to pay us $30.000 to our bitcoin address below: 17TbLtoK4kojSn4sSogJuZgRzv-Tx1Qi4XT. If you do not send the money! We will blow up device immediately. Call the POLICE, we will blow up device at the spot.”
Terjemahan bebasnya: “Sebuah pesan untuk SEMUA ORANG. Kami punya bom di sekolah Anda. Bom-bom ini akan meledak dalam 45 menit. Jika Anda tidak setuju untuk membayar kami $30.000 ke alamat bitcoin kami di bawah ini: 17TbLtoK4kojSn4sSogJuZgRzv-Tx1Qi4XT. Jika Anda tidak mengirim uangnya! Kami akan meledakkan perangkat segera. Telepon POLISI, kami akan meledakkan perangkat di tempat.”
Angka $30.000 itu, jika dikonversi ke rupiah dengan kurs saat ini, setara dengan sekitar Rp475 juta. Sebuah jumlah yang fantastis dan menunjukkan bahwa pelaku memang mengincar target dengan kemampuan finansial yang tinggi, seperti sekolah internasional. Permintaan tebusan via Bitcoin juga bukan tanpa alasan. Mata uang kripto ini dikenal dengan sifat anonimitasnya, yang sangat menyulitkan pelacakan identitas pengirim dan penerima, menjadikannya pilihan favorit para pelaku kejahatan siber.
Evakuasi Cepat dan Respons Sigap Aparat
Mendapat ancaman serius seperti itu, pihak sekolah tentu tidak tinggal diam. Langkah evakuasi segera dilakukan demi memastikan keselamatan seluruh siswa, guru, dan staf. Bayangkan kepanikan yang terjadi: anak-anak yang tadinya belajar dengan tenang, tiba-tiba harus dievakuasi keluar gedung, orang tua yang cemas mencari kabar, dan manajemen sekolah yang berpacu dengan waktu untuk mengambil keputusan terbaik.
Bersamaan dengan evakuasi, pihak sekolah langsung menghubungi kepolisian. Respons dari aparat keamanan pun tak kalah cepat. Personel dari Polres Tangerang Selatan dan Tim Gegana Polda Metro Jaya langsung diterjunkan ke dua lokasi sekolah untuk melakukan penyisiran dan sterilisasi area. Tim Gegana, yang memang spesialis dalam penjinakan bom, datang dengan peralatan lengkap, siap menghadapi kemungkinan terburuk.
“Pesan tersebut disampaikan melalui WhatsApp dan email ke manajemen sekolah. Dari nomor yang sama,” jelas Kapolres Victor saat konferensi pers di lokasi. Ini menunjukkan bahwa pelaku cukup terorganisir, menggunakan dua kanal komunikasi untuk memastikan pesannya sampai.
Detik-detik Pencarian dan Napas Lega “Hoax”
Selama berjam-jam, tim Gegana dengan cermat menyisir setiap sudut gedung sekolah, memeriksa setiap loker, setiap kelas, setiap area yang mungkin disembunyikan bom. Ketegangan menyelimuti lokasi. Para siswa dan guru menunggu di titik kumpul yang aman, sementara orang tua berdatangan dengan wajah khawatir. Proses sterilisasi ini sangat krusial, karena meskipun seringkali ancaman bom terbukti hoaks, setiap ancaman harus ditanggapi dengan keseriusan penuh.
Akhirnya, setelah pemeriksaan yang intensif dan menyeluruh, tim penjinak bom menyatakan bahwa tidak ditemukan bahan peledak atau benda mencurigakan di lokasi. Sebuah napas lega kolektif pun terembus. Ancaman itu terbukti hoaks. Namun, meskipun tidak ada bom sungguhan, dampak psikologis dan kerugian waktu serta tenaga yang ditimbulkan sangatlah nyata.
Mengejar Jejak Pelaku: Peran Cyber Crime
Meski ancaman bom terbukti palsu, kasus ini belum selesai. Pihak kepolisian menyatakan bahwa saat ini mereka masih melakukan penyelidikan intensif. Melacak pelaku di balik ancaman siber, apalagi yang menggunakan nomor asing dan mata uang kripto, bukanlah tugas yang mudah.
“Kami dalami siapa pengirimnya dan dari mana pesan itu dikirim. Tim kami bekerja sama dengan Direktorat Cyber Polda Metro Jaya untuk menelusuri lebih lanjut,” ujar Victor. Kolaborasi dengan unit kejahatan siber sangat penting di sini, mengingat pelaku kemungkinan besar bersembunyi di balik anonimitas internet. Mereka akan berusaha melacak alamat IP, menganalisis pola pengiriman pesan, dan mencari celah digital yang mungkin ditinggalkan pelaku.
Ancaman bom di dua Sekolah Internasional di Tangerang ini menjadi cerminan adanya modus baru tindak kejahatan digital yang semakin canggih. Pelaku kini menyasar institusi pendidikan dengan tujuan pemerasan, menggunakan mata uang kripto seperti Bitcoin sebagai alat transaksi. Ini menunjukkan bahwa para penjahat siber sangat memahami celah keamanan di dunia pendidikan, sekaligus eksploitasi psikologis terhadap rasa takut yang bisa mereka ciptakan.
Pelajaran Penting untuk Keamanan Digital Sekolah
Meski ancaman tersebut terbukti hoaks, kasus ini menjadi peringatan penting bagi semua lembaga pendidikan, khususnya sekolah internasional, untuk meningkatkan keamanan digital mereka. Di era digital ini, ancaman tidak hanya datang dari dunia fisik, tetapi juga dari ruang siber yang tak terbatas.
Beberapa langkah yang perlu diperkuat oleh sekolah antara lain:
- Sistem Keamanan Email dan WhatsApp: Menerapkan filter spam yang lebih ketat, mengedukasi staf tentang phishing dan pesan mencurigakan.
- Protokol Tanggap Darurat Digital: Memiliki prosedur yang jelas untuk merespons ancaman siber, termasuk siapa yang harus dihubungi dan bagaimana berkomunikasi dengan publik.
- Pelatihan Staf: Memberikan pelatihan rutin kepada seluruh staf tentang kesadaran keamanan siber dan cara mengidentifikasi ancaman.
- Koordinasi dengan Pihak Berwajib: Membangun jalur komunikasi yang kuat dengan kepolisian dan unit kejahatan siber.
- Pendidikan Siswa: Mengajarkan siswa tentang bahaya internet, pentingnya menjaga privasi, dan cara melaporkan konten mencurigakan.
Pihak sekolah diimbau untuk tidak panik, namun tetap waspada dan memperkuat sistem komunikasi serta keamanan siber di internal mereka. Kasus ini juga mengingatkan kita semua, baik sebagai individu maupun institusi, bahwa kejahatan siber terus berevolusi. Pertahanan kita pun harus terus ditingkatkan.
Kejadian ini mungkin berakhir tanpa ledakan fisik, namun meninggalkan “ledakan” kesadaran akan pentingnya keamanan digital. Semoga pelaku segera tertangkap dan kasus serupa tidak terulang kembali, sehingga lingkungan pendidikan bisa kembali fokus pada tujuan utamanya: mencerdaskan anak bangsa.
Sumber berita: infotangerang.id
Penulis: Dini Susilowati
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: Oktober 8, 2025