NEWS TANGERANG– Kabar mengejutkan datang dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang berencana menutup akses Jalan Raya Puspitek. Kebijakan kontroversial ini dijadwalkan mulai berlaku pada 1 Oktober 2025 mendatang, memicu gelombang protes keras dari masyarakat sekitar. BRIN mengklaim area tersebut sebagai kawasan vital miliknya, namun warga menuntut kejelasan dan menolak keras rencana penutupan ini.
Rencana Kontroversial BRIN: Klaim Kepemilikan dan Koordinasi yang Dipertanyakan
BRIN telah mengumumkan niatnya untuk memberlakukan sistem buka-tutup pada jalan yang melintasi kawasan Puspitek. Mereka beralasan bahwa lahan tersebut adalah milik BRIN dan penutupan akses diperlukan untuk menjaga keamanan serta kenyamanan area riset yang sangat penting bagi negara.
Pada Jumat (26/09/2025), BRIN menggelar pertemuan di kantornya, mengundang berbagai pihak. Hadir dalam acara tersebut adalah tokoh masyarakat, tokoh agama, perwakilan Polsek, Danramil, Camat Gunung Sindur, Camat Setu Tangsel, Satpol PP, lurah, hingga unsur pemuda. Pertemuan ini dimaksudkan untuk menyampaikan rencana kebijakan mereka.
BRIN melalui perwakilannya mengklaim bahwa rencana buka-tutup akses jalan ini sudah dikoordinasikan dengan Pemerintah Kota Tangsel, DPRD, dan berbagai unsur terkait lainnya. Mereka merasa telah menempuh jalur yang benar dalam mengambil keputusan ini, berlandaskan pada klaim kepemilikan lahan.
BRIN Klaim Kawasan Vital dan Bersertifikat
Juru bicara BRIN dalam pertemuan tersebut menegaskan bahwa hamparan tanah kawasan BRIN sudah bersertifikat resmi. Dengan adanya bukti kepemilikan ini, BRIN merasa memiliki hak penuh untuk menerapkan kebijakan penutupan jalan. Mereka menyatakan tidak ada pihak yang bisa menghalangi kebijakan tersebut.
BRIN juga menekankan bahwa kawasan Puspitek adalah area vital negara yang harus dijaga ketat. Di sana terdapat berbagai fasilitas penelitian penting, termasuk reaktor nuklir, yang memerlukan tingkat keamanan dan kenyamanan tinggi. Oleh karena itu, penutupan jalan dianggap sebagai langkah krusial untuk melindungi aset dan kegiatan ilmiah tersebut.
"Kami berharap para pihak yang hadir di forum ini bisa memahami bahwa BRIN merupakan kawasan vital negara," terang perwakilan BRIN. "Ini adalah pusat ilmuwan dan peneliti, serta ada reaktor nuklir yang harus kita jaga bersama-sama."
Suara Lantang dari Warga Muncul: Sejarah Tanah dan Ancaman Ekonomi
Namun, klaim dan penjelasan dari BRIN langsung ditanggapi dengan keras oleh elemen masyarakat, khususnya warga Muncul yang terdampak langsung. Mereka merasa kebijakan ini sangat sepihak dan tidak mempertimbangkan nasib ribuan warga yang menggantungkan hidupnya pada akses jalan tersebut.
Sejarah Tanah yang Terlupakan?
H. Nurhadi, seorang tokoh masyarakat Muncul, angkat bicara dengan nada tegas. Ia menyatakan bahwa BRIN tidak seharusnya semena-mena memberlakukan buka-tutup jalan tanpa memahami riwayat tanah. "Kami lahir di sini dan menjadi saksi hidup ketika Puspiptek melakukan pembebasan lahan," ujarnya. "Kami tahu persis mana tanah Puspiptek dan mana yang bukan."
Menurut H. Nurhadi, warga Muncul merasa terusik dan tidak akan tinggal diam. Mereka siap melawan kebijakan BRIN yang dianggap arogan dan tidak punya hati nurani. Pertanyaan besar muncul: apakah BRIN benar-benar telah berkoordinasi dengan semua pihak yang berkepentingan, terutama masyarakat lokal?
Ancaman Ekonomi Warga: Mati Suri di Depan Mata
Dampak paling mengkhawatirkan dari rencana penutupan jalan ini adalah ancaman terhadap sumber kehidupan warga Muncul dan sekitarnya. H. Nurhadi menegaskan bahwa jika akses jalan ditutup, ekonomi warga akan "mati suri." Banyak usaha kecil, pedagang, dan pekerja yang sangat bergantung pada kelancaran akses jalan tersebut.
"Dengan segala cara akan kami lakukan untuk melawan," tegas H. Nurhadi. "Dampak langsung akan dirasakan warga Muncul dan sekitar, terutama sumber kehidupan kami akan mati kalau akses jalan ditutup." Ini bukan sekadar masalah lalu lintas, melainkan pertaruhan hidup dan mati bagi banyak keluarga.
Tantangan Bukti Sertifikat
H. Nurhadi juga menantang BRIN untuk membuktikan klaim kepemilikan tanah dengan menunjukkan sertifikat yang sah dan legal. "Kalau memang pihak BRIN punya sertifikat tanah tersebut, buktikan, tunjukkan pada kami," tantangnya. "Kita akan adu bukti mana sertifikat yang sah dan legal."
Warga Muncul bersikeras bahwa mereka tidak akan menyerah begitu saja. Mereka akan terus melawan kebijakan BRIN yang dianggap sewenang-wenang dan tidak adil. Konflik ini diperkirakan akan memanas jika BRIN tetap pada pendiriannya tanpa mempertimbangkan aspirasi masyarakat.
Intervensi Hukum dan Pertanyaan Aturan: BRIN Jangan Arogan!
Tidak hanya masyarakat, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) GP Ansor juga turut menyuarakan keberatan. Suhendar dari LBH GP Ansor mengingatkan BRIN agar tidak bertindak arogan dalam mengambil kebijakan. Ia mendesak BRIN untuk mencari solusi terbaik yang menguntungkan kedua belah pihak, bukan hanya kepentingan sepihak.
Jalan Provinsi, Bukan Sembarang Jalan
Suhendar menekankan bahwa setiap kebijakan pemerintah, termasuk BRIN, harus merujuk pada undang-undang sebagai dasar hukum. Aturan-aturan tersebut harus diterapkan sebagai pijakan kebijakan, bukan membuat aturan untuk kepentingan sepihak. "Semua ada tahapan dan berproses," jelasnya.
Lebih lanjut, Suhendar menyoroti status jalan yang akan ditutup. Ia menegaskan bahwa jalan tersebut merupakan jalan provinsi. Artinya, untuk melakukan penutupan atau perubahan akses, diperlukan persetujuan dari Pemerintah Kota dan DPRD Provinsi. "Setahu saya tidak ada persetujuan dari pihak provinsi," tegas Suhendar. "Dan saya banyak kenal dengan Pemkot dan DPR provinsi."
Pernyataan ini semakin memperkuat argumen bahwa BRIN mungkin belum menempuh semua prosedur yang seharusnya. Jika benar jalan tersebut berstatus provinsi dan belum ada persetujuan resmi, maka kebijakan BRIN bisa saja cacat hukum dan berpotensi menimbulkan masalah yang lebih besar.
Dampak dan Masa Depan Konflik
Konflik antara BRIN dan masyarakat Muncul ini jelas menimbulkan ketegangan yang serius. Jika rencana penutupan Jalan Puspitek tetap dilakukan, dampaknya akan sangat besar bagi ribuan warga yang bergantung pada akses tersebut untuk mata pencarian dan kehidupan sehari-hari.
Masyarakat berharap ada dialog yang lebih terbuka, transparan, dan mencari solusi yang adil bagi semua pihak. BRIN diharapkan tidak hanya berpegang pada klaim kepemilikan, tetapi juga mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, dan hak-hak dasar masyarakat yang sudah lama tinggal di sekitar kawasan tersebut.
Rencana penutupan Jalan Puspitek oleh BRIN ini bukan sekadar masalah administrasi atau klaim lahan. Ini adalah pertarungan antara klaim kepemilikan negara dan hak hidup masyarakat yang sudah lama mendiami area tersebut. Bagaimana kelanjutan drama ini? Apakah BRIN akan tetap pada pendiriannya, ataukah suara warga akan didengar? Kita tunggu saja perkembangan selanjutnya.
Penulis: Dini Susilowati
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: September 27, 2025