NEWS TANGERANG– Menerima karyawan baru seharusnya menjadi momen yang membahagiakan bagi perusahaan. Namun sayangnya, tidak sedikit perusahaan yang justru kehilangan talenta terbaik mereka dalam beberapa bulan pertama. Penyebabnya? Kesalahan-kesalahan fatal dalam proses onboarding yang sebenarnya bisa dihindari.
Menurut data dari Society for Human Resource Management (SHRM), sekitar 20% turnover karyawan terjadi dalam 45 hari pertama mereka bekerja. Angka yang cukup mengkhawatirkan, bukan? Padahal, proses rekrutmen sudah menghabiskan banyak waktu, tenaga, dan biaya perusahaan.
Lalu, apa saja kesalahan yang sering dilakukan perusahaan saat menerima karyawan baru? Mari kita bahas satu per satu.
1. Tidak Mempersiapkan Peralatan Kerja dengan Matang
Bayangkan skenario ini: hari pertama masuk kerja, karyawan baru penuh semangat datang ke kantor. Tapi ternyata, meja kerjanya belum siap, komputer belum tersedia, atau bahkan akun email belum dibuat. Frustrasi, kan?
Kesalahan ini terlihat sepele, tapi dampaknya sangat besar terhadap first impression karyawan baru. Mereka akan merasa tidak dihargai dan mempertanyakan profesionalitas perusahaan. Padahal, kesan pertama ini akan membekas lama dalam pikiran mereka.
Solusinya sederhana: buat checklist lengkap minimal seminggu sebelum karyawan baru masuk. Pastikan semua peralatan kerja, akses sistem, ID card, dan keperluan administratif lainnya sudah siap. Koordinasi yang baik antara tim HR, IT, dan departemen terkait sangat penting di sini.
2. Melempar Mereka Langsung ke Pekerjaan Tanpa Orientasi yang Jelas

“Nanti kamu pelajari sendiri ya,” atau “Tanya-tanya aja sama rekan kerja kalau ada yang bingung.” Pernahkah Anda mendengar kalimat ini diucapkan kepada karyawan baru?
Ini adalah kesalahan besar. Karyawan baru, sebaik apapun kemampuannya, tetap membutuhkan waktu untuk memahami budaya kerja, sistem, dan ekspektasi perusahaan. Melempar mereka langsung ke dalam pekerjaan tanpa panduan yang jelas hanya akan membuat mereka kewalahan dan produktivitas mereka justru menurun.
Program orientasi atau onboarding yang terstruktur sangat penting. Luangkan waktu untuk menjelaskan visi misi perusahaan, struktur organisasi, alur kerja, dan memperkenalkan mereka dengan tim. Jangan terburu-buru. Investasi waktu di awal akan menghemat banyak masalah di kemudian hari.
3. Tidak Menunjuk Mentor atau Buddy System
Karyawan baru sering merasa canggung untuk bertanya, terutama kepada atasan langsung mereka. Mereka takut terlihat tidak kompeten atau merepotkan. Akibatnya, banyak pertanyaan yang tidak terjawab dan kesalahpahaman yang terakumulasi.
Di sinilah pentingnya sistem mentor atau buddy. Tunjuk seorang karyawan senior yang bisa menjadi “teman” dan tempat bertanya bagi karyawan baru. Mentor ini bisa membantu mereka beradaptasi dengan lebih cepat, menjawab pertanyaan-pertanyaan praktis sehari-hari, dan membuat mereka merasa lebih nyaman.
Sistem ini terbukti efektif dalam meningkatkan engagement dan retensi karyawan baru. Mereka merasa ada seseorang yang peduli dan siap membantu mereka menyesuaikan diri.
4. Ekspektasi yang Tidak Realistis di Minggu-Minggu Awal
“Kenapa sih kerjaan ini belum selesai? Kamu kan sudah seminggu di sini.” Kalimat seperti ini sangat berbahaya dan bisa membunuh semangat karyawan baru.
Ingat, karyawan baru masih dalam masa pembelajaran. Mereka perlu waktu untuk memahami konteks pekerjaan, sistem yang digunakan, dan cara kerja tim. Memberikan target yang terlalu tinggi atau ekspektasi yang tidak realistis di minggu-minggu awal hanya akan membuat mereka stres dan demotivasi.
Sebaliknya, berikan target yang achievable dan beri mereka ruang untuk belajar. Fokus pada proses, bukan hanya hasil. Lakukan evaluasi berkala dengan pendekatan yang mendukung, bukan menghakimi. Ini akan membuat mereka merasa dihargai dan termotivasi untuk terus berkembang.
5. Kurangnya Komunikasi dan Feedback yang Konstruktif
Komunikasi adalah kunci dalam masa onboarding. Sayangnya, banyak manajer yang terlalu sibuk dan mengabaikan pentingnya check-in rutin dengan karyawan baru mereka.
Karyawan baru membutuhkan feedback, baik positif maupun konstruktif, agar mereka tahu apakah mereka sudah on the right track atau perlu penyesuaian. Tanpa feedback, mereka akan merasa bingung dan tidak yakin dengan performa mereka sendiri.
Jadwalkan sesi one-on-one secara rutin, misalnya setiap minggu di bulan pertama, kemudian dua minggu sekali di bulan berikutnya. Gunakan kesempatan ini untuk mendengarkan kekhawatiran mereka, menjawab pertanyaan, dan memberikan arahan yang jelas.
6. Tidak Membangun Koneksi dengan Tim

Karyawan baru yang merasa terisolasi dari tim cenderung lebih cepat resign. Mereka tidak hanya mencari pekerjaan, tapi juga mencari sense of belonging dan komunitas di tempat kerja.
Kesalahan yang sering terjadi adalah membiarkan karyawan baru “sendiri” tanpa upaya untuk mengintegrasikan mereka dengan tim. Tidak ada sesi perkenalan yang proper, tidak ada team lunch, atau bahkan rekan kerja yang enggan berinteraksi.
Buatlah usaha untuk memperkenalkan karyawan baru kepada seluruh tim, tidak hanya departemen mereka. Adakan welcome lunch atau coffee chat informal. Ajak mereka ke meeting-meeting penting agar mereka merasa menjadi bagian dari tim sejak awal. Hal-hal kecil seperti ini sangat berarti.
7. Mengabaikan Proses Background Check yang Menyeluruh
Kesalahan terakhir, tapi tidak kalah fatal, adalah melewatkan atau melakukan background check yang setengah-setengah. Banyak perusahaan yang terburu-buru menerima karyawan tanpa melakukan verifikasi yang proper terhadap latar belakang, riwayat pekerjaan, atau kredensial mereka.
Padahal, kesalahan dalam tahap ini bisa berakibat fatal. Bayangkan jika ternyata karyawan yang Anda terima memiliki track record yang buruk, terlibat masalah hukum, atau bahkan memalsukan ijazah? Risikonya tidak hanya reputasi perusahaan, tapi juga kerugian finansial dan operasional.
Background check yang menyeluruh adalah investasi, bukan biaya. Ini melindungi perusahaan dari berbagai risiko yang mungkin muncul di masa depan. Jika perusahaan Anda belum memiliki sistem background check yang memadai, pertimbangkan untuk menggunakan jasa background check profesional. Dengan jasa cek karyawan yang terpercaya, Anda bisa memastikan bahwa setiap karyawan baru yang masuk memang benar-benar qualified dan memiliki integritas yang baik.
Kesimpulan
Menerima karyawan baru adalah proses yang kompleks dan membutuhkan persiapan matang. Tujuh kesalahan fatal di atas sebenarnya bisa dihindari dengan planning yang baik dan komitmen untuk memberikan pengalaman onboarding yang berkualitas.
Ingat, karyawan yang merasa diterima dengan baik akan lebih loyal, produktif, dan engaged. Mereka akan menjadi aset berharga bagi perusahaan dalam jangka panjang. Jadi, mulai sekarang, evaluasi kembali proses onboarding di perusahaan Anda. Pastikan setiap karyawan baru mendapatkan pengalaman terbaik sejak hari pertama mereka bergabung.
Investasi waktu dan effort di masa onboarding akan memberikan return yang sangat besar bagi perusahaan Anda. Selamat mencoba!
Penulis: Santika Reja
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: Oktober 2, 2025