160 x 600 AD PLACEMENT
160 x 600 AD PLACEMENT
160 x 600 AD PLACEMENT
160 x 600 AD PLACEMENT

Copenhagen: Rahasia Bahagia dengan Senyuman Tulus

“Semoga hari Anda menyenangkan ya,” sapa seorang ibu paruh baya ramah, setelah dengan sabar menjelaskan arah menuju The Little Mermaid. Atraksi turis terkenal ini berada di Kopenhagen, Denmark.

Saat itu, saya sedang kebingungan di area pusat kota Kopenhagen. Aplikasi Google Maps saya tak berfungsi, mungkin karena daerah tersebut termasuk “blank spot” sinyal.

Ibu ini tidak hanya berhenti sebentar. Ia benar-benar memastikan saya memahami rute yang harus dilalui. Bahkan, ia langsung menutup teleponnya berpamit dengan lawan bicara untuk menolong saya, padahal saya sudah rela menunggu.

Momen sederhana ini menjadi cerminan hangat dari apa yang saya rasakan selama beberapa hari di Kopenhagen. Sebuah kehangatan tulus yang mungkin menjelaskan mengapa kota ini konsisten menduduki peringkat teratas sebagai salah satu kota paling bahagia di dunia.

Berbagai riset dan situs perjalanan memang telah menempatkan Kopenhagen dan kota-kota lain di Denmark dalam daftar ini. Mereka dikenal sebagai kota yang paling memberikan kebahagiaan bagi penduduknya.

Namun, apa sebenarnya ukuran kebahagiaan itu? Dan dari perspektif siapa kita melihatnya? Pertanyaan ini menggelitik pikiran saya.

Warga lokal Denmark yang saya jumpai menyebutkan hal menarik. Mereka merasa bahwa pemerintah benar-benar menjaga kemakmuran mereka.

Keterkaitan antara kesejahteraan (well-being) dan kepercayaan terhadap pemerintah begitu kuat. “Mereka merasa pemerintah benar-benar menjaga mereka,” demikian kira-kira hasil beberapa riset yang muncul belakangan ini.

Memang, kita tahu bahwa Denmark bukanlah negara yang murah dari segi biaya hidup. Bahkan, termasuk salah satu yang paling mahal di Eropa.

Namun, tingginya biaya hidup ini diimbangi dengan pendapatan rata-rata yang juga tinggi. Dan yang terpenting, tersedianya fasilitas publik yang luar biasa.

Saya menyaksikan sendiri bagaimana warga Denmark membayar pajak yang tinggi. Namun, mereka melihat langsung hasilnya dalam kehidupan sehari-hari.

Ada pendidikan gratis hingga tingkat magister, fasilitas kesehatan gratis, serta transportasi umum yang sangat efisien.

Taman dan ruang rekreasi pun dapat dinikmati secara cuma-cuma. Semua ini terjadi karena tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap pemerintah dan sistem yang berjalan.

Selama berada di Kopenhagen, saya merasakan nuansa yang berbeda. Suasananya santai namun tetap produktif.

Warganya ramah, namun tidak berlebihan. Ada warna aristokrat yang kental, namun tidak sombong. Pengamatan kecil-kecil ini melengkapi pemahaman saya tentang kebahagiaan versi Denmark.

Di dalam restoran, saya menyaksikan bagaimana warga lokal bercengkerama dengan tenang. Mereka tidak terburu-buru, menikmati setiap momen.

Di transportasi umum, keheningan yang tercipta bukanlah karena ketidakpedulian. Justru itu adalah bentuk saling menghormati ruang pribadi masing-masing.

Para petugas yang saya temui, baik di stasiun, toko, maupun tempat wisata, menunjukkan keramahan yang tulus. Bukan sekadar profesionalisme semata.

Sebagai turis, saya merasa nyaman berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Mudah juga meminta petunjuk ketika kehilangan arah.

Warga Denmark dalam kesehariannya memang sudah terbiasa menggunakan dua bahasa. Terutama di berbagai cabang makanan dan tempat-tempat umum.

Yang paling mengesankan adalah bagaimana mereka menghargai komunikasi dengan orang lain. Mereka tidak hanya memberikan jawaban, tetapi memastikan lawan bicara benar-benar memahami informasi yang disampaikan.

Esensi menghargai orang lain ini, menurut saya, adalah salah satu kunci kebahagiaan yang sering kita abaikan.

Di era yang semakin individualistis, sikap seperti ini menjadi langka dan berharga. Sebuah nilai yang patut kita renungkan.

Menurut Happiness Report 2025, faktor kebahagiaan bagi sebuah negara terdiri dari beberapa elemen penting. Ada caring & sharing, social connection, trust, pro-social behavior, dan giving to others.

Semua elemen ini saya rasakan secara nyata selama berada di Denmark. Ini membuktikan mengapa mereka terus disebut sebagai kota paling bahagia.

Menariknya, Harvard Report 2017 melalui The Harvard Gazette mengatakan bahwa kesepian memiliki dampak yang sama kuatnya dengan merokok atau alkohol dalam “membunuh” jiwa dan raga.

Mungkin di Denmark, ketika kota-kota tertata rapi dan jiwa terasa sunyi, banyak hal yang tersedia secara gratis. Ini bisa mengobati kesepian dan membahagiakan sanubari.

Namun, artikel ini bukanlah promosi negara lain. Sebaliknya, ini adalah perenungan bahwa Indonesia memiliki kekayaan alam dan budaya yang luar biasa. Potensi untuk mewujudkan kebahagiaan serupa sangat besar.

Pertanyaannya adalah: bagaimana kita bisa menumbuhkan budaya caring & sharing? Bagaimana membangun kepercayaan sosial?

Dan bagaimana kita menciptakan ruang-ruang yang memungkinkan orang saling terhubung dengan tulus? Ini adalah tantangan bersama.

Mungkin kunci kebahagiaan Kopenhagen yang sesungguhnya bukan terletak pada infrastruktur atau sistemnya.

Tetapi pada kesediaan setiap individu untuk mengucapkan “semoga hari Anda menyenangkan” dengan tulus kepada orang asing yang membutuhkan bantuan. Sebuah pelajaran sederhana yang bisa kita terapkan di mana pun kita berada.

Ringkasan

NEWS TANGERANG– Kopenhagen konsisten menempati peringkat kota paling bahagia di dunia, didasarkan pada kehangatan dan ketulusan warganya. Meskipun biaya hidupnya tinggi, Denmark menawarkan pendapatan rata-rata yang seimbang serta fasilitas publik luar biasa seperti pendidikan dan kesehatan gratis. Tingginya pajak diimbangi dengan hasil nyata yang dirasakan, menumbuhkan kepercayaan kuat terhadap pemerintah.

Warga Denmark dikenal ramah, menghargai komunikasi, dan menunjukkan kepedulian tulus dalam interaksi sehari-hari. Faktor-faktor kebahagiaan seperti kepedulian, koneksi sosial, dan kepercayaan sangat menonjol dalam budaya mereka. Esensi kebahagiaan Kopenhagen yang sebenarnya terletak pada kesediaan individu untuk tulus peduli dan membantu sesama.

Penulis: Santika Reja

Editor: Santika Reja

Terakhir disunting: Juni 17, 2025

Kamu mungkin juga suka ini!