NEWS TANGERANG– Jakarta – Pagi itu, Kamis, 2 Oktober 2025, berita duka kembali menyelimuti Ibu Kota. Sebuah kisah tragis berujung maut mengguncang warga Kebon Jeruk, Jakarta Barat, dan bikin geleng-geleng kepala. Seorang agen gas elpiji berinisial SAS (34) harus meregang nyawa di tangan kerabatnya sendiri, semua berawal dari persoalan utang-piutang yang tak kunjung usai. Insiden berdarah ini, yang terjadi di kios korban di Jalan Patra pada Selasa siang, 30 September 2025, menjadi pengingat pahit tentang bahaya konflik finansial yang tak terkendali.
Awal Mula Konflik Berdarah
Hubungan antara korban dan pelaku sebenarnya cukup dekat, mereka masih terikat tali keluarga yang seharusnya saling mendukung. Bahkan, SAS menyewa kios milik pelaku untuk menjalankan usahanya berjualan gas elpiji, sebuah arrangement yang mulanya tampak saling menguntungkan. Namun, di balik kedekatan itu, ada ganjalan besar berupa utang-piutang yang terus membayangi dan perlahan menggerogoti keharmonisan mereka.
Menurut keterangan dari Kapolsek Kebon Jeruk, Komisaris Polisi Nur Aqsha Ferdianto, pelaku diketahui sering meminjam uang dalam jumlah besar kepada korban. Jumlahnya tidak sedikit, dan ini menjadi beban tersendiri bagi SAS. Sayangnya, sampai saat insiden terjadi, utang-utang tersebut belum juga dilunasi, bahkan cenderung diabaikan. Situasi ini tentu saja memicu ketegangan yang kian memuncak, menciptakan suasana yang tidak nyaman di antara keduanya.
SAS, yang mungkin sudah habis kesabaran, akhirnya mencapai puncak emosinya. Ia memutuskan untuk mengambil tindakan drastis dengan menjual tangki bekas minyak tanah milik pelaku. Tindakan ini diambil SAS bukan tanpa alasan, melainkan sebagai bentuk kompensasi atas utang yang tak kunjung dibayar dan janji-janji pelunasan yang tak pernah ditepati. "Ini saya anggap untuk membayar utang-utangmu," ujar korban, seperti ditirukan Nur Aqsha, dengan nada yang mungkin sudah bercampur putus asa.
Kalimat tersebut rupanya menjadi pemicu kemarahan pelaku yang sudah memendam kekesalan. Ia merasa barang miliknya dijual tanpa izin, padahal di sisi lain, korban merasa sudah cukup sabar menunggu pelunasan utang yang tak kunjung datang. Aduh, miris banget, ya! Sebuah kesalahpahaman yang berakar dari masalah finansial, kini siap meledak menjadi tragedi.
Kronologi Penikaman yang Bikin Geleng-geleng
Mendengar pernyataan korban, amarah pelaku langsung meledak tak terkendali. Dengan perasaan kesal yang membara dan pikiran yang kalut, ia kemudian pergi meninggalkan kios. Tujuannya adalah Pasar Patra, bukan untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari, melainkan untuk membeli sebilah pisau dapur. Ngerinya, pisau itu bukan untuk memasak, melainkan untuk menghabisi nyawa kerabatnya sendiri. Sebuah keputusan yang diambil dalam sekejap, namun dampaknya seumur hidup.
Tanpa pikir panjang dan tanpa tedeng aling-aling, pelaku langsung mendatangi kembali kios SAS. Suasana di sekitar kios yang biasanya ramai dengan aktivitas jual beli gas, tiba-tiba berubah mencekam. Saat korban sedang membungkuk membuka sebuah paket, mungkin sedang melayani pelanggan atau menyiapkan barang dagangan, pelaku mengambil kesempatan itu. Dengan cepat dan brutal, ia langsung menancapkan pisau tersebut ke punggung SAS.
Momen yang bikin jantung copot itu disaksikan langsung oleh beberapa warga sekitar yang sedang melintas atau berada di dekat lokasi. Teriakan kaget dan kepanikan langsung pecah. Warga yang melihat kejadian mengerikan itu sontak berusaha melerai dan menangkap pelaku yang masih dalam kondisi emosi tinggi. Mereka bergerak cepat, berusaha mengamankan situasi dan mencegah hal yang lebih buruk terjadi.
Sementara itu, SAS yang sudah terkapar dengan luka tusuk serius, segera dilarikan ke rumah sakit terdekat oleh warga lainnya. Harapan untuk menyelamatkan nyawanya masih ada, namun takdir berkata lain. Setelah berjuang selama kurang lebih tiga jam dalam perawatan medis intensif, nyawa SAS tidak tertolong. Ia dinyatakan meninggal dunia, meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, kerabat, dan tetangga yang mengenalnya. So sad! Sebuah nyawa melayang hanya karena persoalan utang.
Jeratan Hukum Menanti Pelaku
Kini, pelaku penikaman tragis itu sudah mendekam di sel tahanan Polsek Kebon Jeruk. Ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya yang keji di mata hukum. Polisi menjeratnya dengan Pasal 355 subsider 354 KUHP, sebuah pasal yang menunjukkan keseriusan tindakan kriminal yang dilakukannya.
Ancaman hukuman yang menanti pelaku tidak main-main, maksimal 15 tahun penjara. Ini adalah konsekuensi berat dari sebuah keputusan impulsif yang didorong oleh emosi sesaat. Kasus ini menjadi pengingat pahit tentang bagaimana persoalan utang-piutang, jika tidak diselesaikan dengan kepala dingin dan komunikasi yang baik, bisa berujung pada petaka yang tak terbayangkan. Gak habis pikir, kan, bagaimana masalah uang bisa merenggut nyawa dan kebebasan?
Pelajaran dari Tragedi Utang
Tragedi di Kebon Jeruk ini bukan hanya sekadar berita kriminal biasa yang lewat begitu saja. Ini adalah cerminan betapa pentingnya komunikasi yang efektif dan penyelesaian masalah secara damai, terutama dalam urusan finansial antar kerabat. Utang, meskipun terlihat sepele, bisa jadi pemicu konflik serius jika tidak dikelola dengan baik dan transparan.
Mungkin, jika ada mediasi yang jelas, perjanjian tertulis, atau kesepakatan yang lebih transparan sejak awal, insiden memilukan ini bisa dihindari. Mungkin, jika kedua belah pihak bisa menahan emosi dan mencari jalan keluar yang lebih baik, dua keluarga tidak perlu menanggung duka yang mendalam. Namun, nasi sudah menjadi bubur, satu nyawa melayang dan satu lagi harus mendekam di balik jeruji besi, kehilangan kebebasan. Semoga kejadian ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi kita semua untuk lebih bijak dalam mengelola hubungan dan keuangan, agar tidak ada lagi tragedi serupa yang terjadi di kemudian hari.
Penulis: Dyandra
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: Oktober 2, 2025