NEWS TANGERANG– Siapa sangka, di tengah gegap gempita industri otomotif Tanah Air, ada kabar yang bikin kaget sekaligus geleng-geleng kepala. Penjualan mobil di Indonesia ternyata kembali ‘dikalahkan’ oleh negara tetangga, Malaysia, bulan lalu. Bukan cuma sekali, tren ini sudah terjadi berulang kali, bahkan dengan selisih angka yang lumayan bikin mikir. Kok bisa? Apa sebenarnya yang terjadi di balik persaingan sengit ini?
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) akhirnya buka suara terkait fenomena yang cukup mencengangkan ini. Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara, mengakui bahwa pasar otomotif Malaysia memang sedang melesat bak roket. Sementara itu, di waktu yang sama, pasar Indonesia justru terlihat lesu dan mengalami penurunan yang cukup signifikan.
Malaysia Punya Jurus Ampuh: Insentif Jangka Panjang
Menurut Kukuh, ada satu faktor kunci yang menjadi ‘biang kerok’ di balik performa gemilang Malaysia. Mereka punya jurus ampuh berupa insentif jangka panjang yang sudah diberikan sejak era pandemi Covid-19. Insentif ini, katanya, menjadi pendorong utama pertumbuhan pasar otomotif di sana.
"Sebabnya pengurangan pajak, saya nggak tahu detailnya seperti apa. Mereka (kasih insentif mobil) lebih dulu dari kita, tapi sampai sekarang belum berhenti," ujar Kukuh Kumara, menjelaskan situasi yang terjadi. Ini berarti, saat Indonesia mungkin sudah menghentikan atau mengurangi insentif, Malaysia justru terus konsisten dengan kebijakannya.
Insentif yang dimaksud Kukuh memang tidak dijelaskan secara rinci olehnya. Namun, kita bisa melihat ke belakang saat pandemi melanda. Pemerintah Malaysia kala itu menerbitkan aturan perpajakan baru yang sangat menarik. Mereka memberikan diskon pajak hingga 100 persen untuk mobil produksi lokal dan 50 persen untuk mobil impor. Kebijakan ini jelas langsung mendongkrak daya beli masyarakat.
Bayangkan saja, diskon pajak sebesar itu tentu sangat menggiurkan bagi calon pembeli mobil. Harga mobil jadi lebih terjangkau, dan ini memicu lonjakan permintaan yang luar biasa. Efeknya tidak hanya sesaat, melainkan berkelanjutan hingga saat ini, membuat pasar otomotif Malaysia terus tumbuh subur.
Angka Bicara: Indonesia Tertinggal di Bulan Agustus
Data terbaru dari Asosiasi Otomotif Malaysia (MAA) mengonfirmasi kondisi ini. Pada bulan Agustus 2025, penjualan mobil di Malaysia mengalami kenaikan yang impresif. MAA melaporkan bahwa sebanyak 73.041 unit mobil baru berhasil terkirim ke pelanggan di bulan tersebut. Angka ini meningkat 4,2 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Di sisi lain, Gaikindo mencatat bahwa retail sales, atau penjualan dari dealer ke konsumen di Indonesia, pada bulan yang sama hanya mencapai 66.478 unit. Jelas terlihat, angka ini jauh di bawah pencapaian Malaysia yang tembus 73 ribuan unit. Selisih sekitar 6.500 unit ini tentu bukan angka yang kecil dalam persaingan pasar otomotif regional.
Situasi ini bukan kali pertama terjadi. Penjualan mobil di Indonesia juga kalah dari Malaysia pada bulan Juli 2025. Bahkan, tren serupa sudah terlihat sepanjang kuartal kedua tahun ini. Ini menunjukkan bahwa ‘kekalahan’ bulanan ini bukan anomali, melainkan sebuah pola yang patut menjadi perhatian serius bagi industri otomotif Indonesia.
Akumulasi Masih Unggul, Tapi Sampai Kapan?
Meskipun kalah dalam penjualan bulanan, ada sedikit kabar baik yang bisa jadi penghibur. Jika dihitung secara akumulatif dari Januari hingga Agustus 2025, penjualan mobil di Indonesia masih lebih unggul dibandingkan Malaysia. Total penjualan di Indonesia tembus 522 ribuan unit, sementara Malaysia hanya mencapai 516 ribuan unit.
Ini berarti, secara keseluruhan, Indonesia masih memimpin tipis. Namun, pertanyaan besarnya adalah: sampai kapan keunggulan akumulatif ini bisa bertahan jika tren kekalahan bulanan terus berlanjut? Jika Malaysia terus melaju dengan insentifnya, bukan tidak mungkin mereka akan menyalip total penjualan Indonesia dalam waktu dekat.
Apa Implikasi Kekalahan Ini Bagi Indonesia?
Kekalahan bulanan ini bukan sekadar angka, lho. Ada banyak implikasi yang bisa muncul. Pertama, ini bisa jadi sinyal bahwa daya beli masyarakat Indonesia terhadap mobil baru sedang menurun, atau setidaknya tidak sekuat di Malaysia. Kedua, ini bisa mempengaruhi investasi di sektor otomotif. Jika pasar domestik lesu, investor mungkin akan berpikir ulang untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Ketiga, ini juga bisa menjadi tantangan bagi pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan insentif otomotif. Apakah insentif yang ada saat ini sudah cukup efektif? Atau perlu ada penyesuaian, seperti yang dilakukan Malaysia, untuk kembali menggairahkan pasar? Ini adalah pertanyaan penting yang harus dijawab.
Belajar dari Malaysia: Kunci Pertumbuhan yang Berkelanjutan
Dari kasus ini, kita bisa belajar banyak dari Malaysia. Insentif pajak yang konsisten dan jangka panjang terbukti sangat efektif dalam menjaga momentum pertumbuhan industri otomotif. Ini bukan hanya tentang menjual mobil, tetapi juga tentang menciptakan ekosistem yang mendukung, mulai dari produksi, penjualan, hingga purna jual.
Bagi Indonesia, ini adalah momen untuk bercermin. Sebagai salah satu pasar otomotif terbesar di Asia Tenggara, Indonesia memiliki potensi yang luar biasa. Namun, potensi itu harus didukung dengan kebijakan yang tepat dan berkelanjutan. Mungkin sudah saatnya pemerintah dan pelaku industri duduk bersama, merumuskan strategi baru yang lebih agresif dan inovatif.
Masa Depan Industri Otomotif Indonesia: Tantangan dan Peluang
Industri otomotif Indonesia saat ini berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, ada tantangan dari persaingan regional dan perubahan preferensi konsumen. Di sisi lain, ada peluang besar, terutama dengan tren elektrifikasi kendaraan yang semakin menguat. Indonesia punya sumber daya nikel yang melimpah, modal penting untuk menjadi pemain kunci di era mobil listrik.
Namun, untuk bisa memanfaatkan peluang ini, pasar domestik harus tetap kuat. Insentif yang tepat untuk kendaraan listrik, misalnya, bisa menjadi salah satu cara untuk mendongkrak penjualan dan menarik investasi. Selain itu, edukasi dan promosi yang gencar juga diperlukan untuk mengubah pandangan masyarakat terhadap teknologi baru.
Jadi, kekalahan bulanan dari Malaysia ini bukan akhir dari segalanya. Justru, ini adalah alarm keras yang mengingatkan kita untuk berbenah. Dengan strategi yang cerdas, kebijakan yang pro-industri, dan dukungan penuh dari semua pihak, Indonesia pasti bisa kembali menjadi raja di pasar otomotif regional, bahkan global. Mari kita tunggu gebrakan selanjutnya dari industri otomotif Tanah Air!
Penulis: Farah Novianti
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: September 27, 2025