Seedbacklink affiliate

Insentif Mobil Listrik Bakal ‘Nampol’ Kalau TKDN-nya Gak Kaleng-Kaleng? Ini Usulan Berani GIAMM!

Ilustrasi orang dengan disabilitas, tidak relevan dengan artikel otomotif.
Gambar tidak relevan dengan insentif TKDN mobil listrik.
banner 120x600

NEWS TANGERANGIndustri otomotif Tanah Air kembali bergejolak dengan usulan berani dari Gabungan Industri Alat-alat Mobil dan Motor (GIAMM). Mereka mengusulkan agar besaran insentif mobil, khususnya mobil listrik, ditentukan berdasarkan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang sebenarnya. Tujuannya jelas: mendorong produsen untuk lebih serius menggunakan komponen lokal, bukan cuma sekadar memenuhi batas minimal.

Usulan ini disampaikan langsung oleh Rachmat Basuki, Sekretaris Jenderal GIAMM, baru-baru ini di Jakarta. Menurutnya, dengan skema insentif yang mengacu pada TKDN, tidak akan ada lagi produsen yang cuma ‘kejar setoran’ aturan minimal. Semakin tinggi TKDN mobilnya, semakin besar pula insentif yang diberikan. Ini yang namanya win-win solution, Sobat NewsTangerang!

Kenapa TKDN Harus Jadi Penentu Utama Insentif?

Rachmat Basuki menekankan bahwa TKDN yang dimaksud harus benar-benar substansial, bukan cuma menghitung aktivitas perakitan. "Kalau cuma assembling aja dihitung 30 persen, itu sih kurang nampol lokalisasinya, ya kan?" ujarnya, dilansir dari situs berita ekonomi. Dengan begitu, produsen akan terdorong untuk memperluas penggunaan komponen lokal.

Kebijakan ini diharapkan bisa meningkatkan kapasitas produksi pabrik-pabrik komponen di dalam negeri. Selain itu, yang tak kalah penting, akan tercipta lebih banyak lapangan kerja bagi tenaga kerja Indonesia. Ini bukan cuma soal bisnis, tapi juga soal keberpihakan pada ekonomi nasional, Sobat NewsTangerang.

"Karpet Merah" untuk Impor dan Tantangan Lokalisasi

Basuki juga menyoroti tantangan besar dalam realisasi lokalisasi komponen kendaraan di Indonesia. Lebih ngerinya lagi, sejak dua tahun terakhir, mobil listrik impor seolah mendapat ‘karpet merah’ dari pemerintah. Akibatnya, penyerapan komponen lokal jadi minim banget, Sobat NewsTangerang. So sad! Padahal, potensi industri komponen lokal kita itu besar lho kalau digarap serius.

Menurutnya, ini adalah sebuah ironi. Di satu sisi kita ingin mendorong elektrifikasi, tapi di sisi lain, kebijakan yang ada justru membuat industri komponen lokal kesulitan bersaing. Dampaknya, kita hanya menjadi pasar, bukan produsen sejati.

TKDN Minimalis: Cuma Perakitan Doang? Gak Habis Pikir!

Menurut Basuki, syarat TKDN 40 persen yang berlaku saat ini juga dianggap terlalu kecil untuk sebuah kendaraan bermotor. Yang bikin geleng-geleng kepala, 30 persen dari batas minimal itu dihitung dari aktivitas assembling atau perakitan saja. "Dih, kalau begini sih, produsen bisa saja impor semua komponen, terus dirakit di sini, dan langsung dapat 30 persen TKDN," kata Basuki.

"Gak habis pikir kan? Ini kan sama aja kasih jalan tol buat komponen impor," tambahnya. Kondisi ini membuat produsen mobil listrik tidak punya insentif kuat untuk berinvestasi dalam pengembangan dan produksi komponen lokal yang lebih dalam. Mereka cukup merakit, dan syarat TKDN sudah terpenuhi.

Perbandingan Jomplang: Avanza Vs. Mobil Listrik

Basuki membandingkan dengan mobil ICE (Internal Combustion Engine) seperti Avanza yang TKDN-nya bisa mencapai 80 persen. "Dia itu komponennya harus disuplai dari lokal, jadi akan tumbuh banyak pabrik, pabrik jok, pabrik steering, dan lainnya," tuturnya. Untuk mencapai angka segitu, rantai pasok komponen lokal harus benar-benar kuat dan berdaya.

Bayangkan saja, Sobat NewsTangerang, jika setiap mobil yang diproduksi di sini benar-benar menggunakan komponen lokal secara masif. Bukan cuma pabrik perakitan yang sibuk, tapi juga ratusan bahkan ribuan pabrik komponen kecil dan menengah akan ikut tumbuh. Ini berarti akan ada ribuan lapangan kerja baru yang tercipta, transfer teknologi yang lebih mendalam, dan tentu saja, peningkatan nilai tambah ekonomi yang signifikan di dalam negeri. Jadi, ini bukan cuma soal insentif, tapi juga soal kedaulatan industri kita. Mantap bos!

Masa Depan Industri Otomotif Indonesia: Mandiri atau Sekadar Pasar?

Kebijakan insentif berbasis TKDN yang lebih ketat ini, menurut GIAMM, adalah kunci untuk menciptakan ekosistem industri otomotif yang mandiri dan kuat. Bukan cuma sekadar jadi pasar atau tempat perakitan, tapi juga pusat inovasi dan produksi komponen. Kita punya potensi besar untuk itu, asalkan ada dukungan kebijakan yang tepat dan berani.

Semoga usulan ini didengar dan dipertimbangkan serius oleh pemerintah ya, Sobat NewsTangerang. Demi masa depan industri otomotif dan kesejahteraan pekerja di Tanah Air. Jangan sampai kita cuma jadi penonton di rumah sendiri. Gas pol!

Penulis: Farah Novianti

Editor: Santika Reja

Terakhir disunting: September 29, 2025

Promo Akad Nikah Makeup