NEWS TANGERANG– Kabar terbaru dari Korlantas Polri bikin sebagian besar pengguna jalan raya bernapas lega. Penggunaan strobo dan sirene yang seringkali memicu pro dan kontra, kini resmi dibekukan sementara. Kebijakan ini diambil sebagai respons atas keluhan masyarakat yang merasa terganggu oleh suara bising dan kilatan lampu yang kerap muncul di jalanan.
Strobo dan Sirene ‘Dibekukan’, Apa Maksudnya?
Kamu pasti sering kan, melihat kendaraan melaju kencang dengan strobo berkedip dan sirene melengking di jalanan? Nah, mulai sekarang, pemandangan itu akan jauh berkurang. Pihak kepolisian telah mengeluarkan kebijakan untuk membekukan sementara penggunaan alat-alat tersebut. Ini adalah langkah progresif yang diambil untuk menciptakan suasana lalu lintas yang lebih kondusif dan nyaman bagi semua.
Pembekuan ini bukan tanpa alasan. Banyak laporan masuk mengenai penggunaan strobo dan sirene yang tidak pada tempatnya, bahkan oleh kendaraan yang tidak memiliki hak prioritas. Hal ini tentu saja menimbulkan rasa tidak adil dan mengganggu ketertiban umum. Dengan adanya kebijakan ini, diharapkan ketenangan di jalan raya bisa kembali dirasakan oleh masyarakat luas.
Bukan Berarti Pengawalan Dihilangkan, Ini Penjelasannya!
Meskipun strobo dan sirene dibekukan, bukan berarti pengawalan kendaraan sepenuhnya dihentikan. Dirgakkum Korlantas Polri, Brigjen Pol Faizal, menegaskan bahwa kebijakan ini hanya berlaku untuk penggunaan alat bantu visual dan audio tersebut, bukan untuk menghentikan fungsi pengawalan itu sendiri. Pengawalan tetap menjadi bagian penting dari tugas kepolisian dalam situasi tertentu yang memang mendesak dan diatur oleh undang-undang.
Lalu, apa bedanya? Intinya, pengawalan akan tetap berjalan, namun dengan pendekatan yang lebih bijak dan minim gangguan. Polisi akan berupaya semaksimal mungkin untuk tidak menyalakan strobo atau sirene, kecuali dalam kondisi yang benar-benar krusial dan tidak bisa ditawar lagi. Ini menunjukkan komitmen Polri untuk tetap melayani, namun dengan cara yang lebih berempati terhadap kenyamanan publik.
Kapan Pengawalan Tetap Diperlukan?
Ada beberapa skenario di mana pengawalan masih harus tetap dilaksanakan. Contohnya, saat ada acara kenegaraan berskala internasional seperti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Bali, atau ketika ada tamu negara asing yang berkunjung ke Jakarta. Situasi-situasi ini diatur secara ketat dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 134, yang memang mewajibkan adanya pengawalan untuk kelancaran acara dan keamanan pejabat.
Meskipun demikian, Faizal menekankan bahwa bahkan dalam situasi penting ini, penggunaan strobo dan sirene akan sangat dibatasi. Jika memungkinkan, pengawalan akan dilakukan tanpa suara bising atau kilatan lampu yang mencolok. Ini adalah tantangan baru bagi petugas di lapangan untuk tetap memastikan kelancaran dan keamanan tanpa menimbulkan gangguan yang tidak perlu.
Prioritas Tetap Ada, Tapi Tanpa Bising?
Tentu saja, kendaraan prioritas yang diatur dalam undang-undang tetap memiliki hak untuk didahulukan. Namun, dengan kebijakan baru ini, cara mereka mendapatkan prioritas akan berubah. Fokusnya adalah pada koordinasi yang lebih baik dan komunikasi yang efektif, bukan lagi mengandalkan strobo dan sirene sebagai satu-satunya cara untuk meminta jalan.
Ini juga menjadi edukasi bagi masyarakat bahwa prioritas di jalan raya bukan hanya soal siapa yang paling berisik atau paling terang lampunya. Ada etika dan aturan yang harus dipatuhi, dan kini kepolisian menunjukkan contoh dengan meminimalkan gangguan yang mereka timbulkan sendiri.
Aturan Baru untuk Pengawalan Kendaraan Pribadi dan Situasi Khusus
Kebijakan pembekuan strobo dan sirene ini juga berdampak pada pengawalan kendaraan pribadi. Faizal menegaskan bahwa pengawalan untuk kendaraan pribadi akan menjadi jauh lebih selektif. Artinya, tidak sembarang orang atau kendaraan pribadi bisa mendapatkan pengawalan dengan fasilitas strobo dan sirene. Ini adalah langkah untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dan memastikan bahwa fasilitas prioritas hanya digunakan untuk kepentingan yang benar-benar mendesak dan sah.
Selain itu, ada instruksi khusus untuk para anggota kepolisian. Mereka diminta untuk tidak menggunakan lampu sirene atau strobo ketika melintas di jam-jam salat, saat ada acara kedukaan, atau di tengah kegiatan keagamaan lainnya. Ini adalah bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai sosial dan keagamaan masyarakat, menunjukkan bahwa polisi juga peka terhadap momen-momen sakral yang membutuhkan ketenangan.
Ganti Strobo dengan ‘Permisi’ Sopan
Lalu, bagaimana cara polisi meminta jalan jika tidak boleh menggunakan strobo dan sirene? Faizal menyarankan penggunaan "public address" atau pengeras suara yang ada di mobil atau motor. Petugas diminta untuk meminta jalan dengan cara yang sopan dan santun, misalnya dengan kalimat "Mohon maaf, kami minta waktu, kami minta jalan." Pendekatan ini diharapkan lebih diterima oleh masyarakat dan menciptakan interaksi yang lebih positif.
Ini adalah perubahan budaya yang signifikan. Dari yang tadinya mungkin terkesan memaksa dengan suara bising, kini beralih ke pendekatan yang lebih persuasif dan manusiawi. Respon positif dari masyarakat terhadap langkah ini menunjukkan bahwa pendekatan yang lebih sopan dan berempati memang sangat diharapkan. Ini membuktikan bahwa komunikasi yang baik jauh lebih efektif daripada sekadar mengandalkan otoritas.
Mengingat Kembali: Siapa Saja yang Berhak Dikawal?
Penting untuk diingat, penggunaan sirene dan rotator serta proses pengawalan kendaraan prioritas di jalan raya telah diatur secara jelas dalam Pasal 134 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Kendaraan yang wajib didahulukan sesuai urutan adalah:
- Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas: Setiap detik berharga untuk menyelamatkan nyawa dan harta benda.
- Ambulans yang mengangkut orang sakit: Prioritas mutlak karena menyangkut kondisi darurat medis.
- Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas: Memastikan tim penyelamat bisa segera tiba di lokasi.
- Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia: Untuk kelancaran tugas-tugas kenegaraan yang penting.
- Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara: Menjaga kehormatan negara dan kelancaran diplomasi.
- Iring-iringan pengantar jenazah: Bentuk penghormatan terakhir yang membutuhkan kelancaran perjalanan.
- Konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia: Kategori ini yang kini akan lebih selektif dan ketat dalam penerapannya, terutama terkait penggunaan strobo dan sirene.
Dengan adanya daftar ini, masyarakat juga bisa lebih memahami siapa saja yang memang memiliki hak prioritas. Ini bukan sekadar soal "siapa yang punya kenalan," melainkan ada dasar hukum yang jelas.
Harapan Masyarakat dan Komitmen Polisi
Kebijakan pembekuan sementara penggunaan strobo dan sirene ini adalah langkah maju yang patut diapresiasi. Ini menunjukkan bahwa kepolisian mendengarkan masukan dari masyarakat dan berupaya untuk terus berbenah. Harapannya, jalanan akan menjadi lebih tenang, nyaman, dan tertib bagi semua pengguna.
Komitmen Polri untuk mengedepankan etika dan kesopanan dalam menjalankan tugas pengawalan juga menjadi sinyal positif. Ini bukan hanya tentang penegakan hukum, tetapi juga tentang membangun hubungan yang lebih baik antara polisi dan masyarakat. Dengan saling menghormati dan memahami, lalu lintas di Indonesia bisa menjadi lebih baik dan aman untuk kita semua. Mari kita dukung kebijakan ini demi jalanan yang lebih baik!
Penulis: Farah Novianti
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: September 26, 2025