NEWS TANGERANG– Jakarta – Sobat NewsTangerang, ada kabar kurang mengenakkan dari jagat otomotif Tanah Air. Penjualan mobil di Indonesia sepanjang tahun 2025 ini menunjukkan tren penurunan yang cukup signifikan. Kondisi ini tentu bikin banyak pihak, terutama para pelaku industri, jadi ikut pusing tujuh keliling.
Data terbaru menunjukkan, selama periode Januari hingga Agustus 2025, total penjualan mobil wholesales di Indonesia baru mencapai angka 500.951 unit. Angka ini jelas so sad, karena turun 10,6% secara Year-on-Year (YoY) dibandingkan periode yang sama di tahun 2024 yang mencapai 560.552 unit.
Penurunan penjualan ini bukan tanpa alasan. Lesunya perekonomian nasional jadi salah satu faktor utama yang bikin daya beli masyarakat ikut melemah. Ditambah lagi, harga mobil yang kian meroket juga membuat banyak calon pembeli jadi mikir dua kali, bahkan tiga kali, sebelum memutuskan untuk membeli kendaraan baru.
LCGC: Dulu Jadi Penyelamat, Kini Gimana?
Melihat kondisi pasar yang lesu, pertanyaan besar pun muncul: apakah pemerintah perlu kembali membuat program mobil murah, mirip seperti skema Low Cost Green Car (LCGC) yang pernah sukses besar di masa lalu? Kita tahu, program LCGC ini dulu sempat jadi primadona dan penyelamat industri otomotif.
Sebagai catatan, program LCGC yang meluncur pada tahun 2013 silam memang jadi angin segar. Mobil-mobil dalam kategori ini dikenal irit bahan bakar dan punya harga yang relatif terjangkau. Mantul banget deh buat konsumen Indonesia, khususnya mereka yang baru pertama kali ingin punya mobil.
Program mobil LCGC, atau yang secara resmi disebut Kendaraan Bermotor Roda Empat Hemat Energi dan Harga Terjangkau (KBH2), pada awalnya mendapat keistimewaan. Mereka dibebaskan dari Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), sehingga harganya bisa ditekan seminimal mungkin.
Harga LCGC Kini Bikin Geleng-Geleng Kepala
Namun, keistimewaan itu kini tinggal kenangan. Sejak tahun 2021, pembebasan PPnBM untuk mobil LCGC dicabut. Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 tahun 2019 yang kemudian diubah menjadi PP No. 74 tahun 2021, mobil-mobil LCGC kini dikenakan PPnBM.
Skema tarifnya sebesar 15% dengan dasar pengenaan pajak 20% dari harga jual. Singkatnya, mobil LCGC sekarang dikenai tarif PPnBM sebesar 3%. Dih! Tentu saja ini langsung berdampak pada harga jual di pasaran.
Mobil-mobil LCGC yang dulu bisa diboyong dengan harga di bawah Rp 100 jutaan, kini sudah jauh berbeda. Harganya sudah mulai dari angka Rp 130 jutaan, bahkan ada yang nyaris menyentuh Rp 200 jutaan. Gak habis fikir kan, Sobat NewsTangerang? Statusnya "mobil murah" tapi harganya sudah setinggi itu.
Dengan harga yang semakin tidak terjangkau, apakah ini saatnya pemerintah memikirkan program mobil murah yang benar-benar "murah" lagi? Mungkin yang harganya bisa lebih ramah di kantong dari LCGC yang sekarang?
Gaikindo: Yang Penting Terjangkau, Bukan Nama Programnya
Menanggapi dilema ini, Ketua Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Jongkie D. Sugiarto, punya pandangan menarik. Menurutnya, hal terpenting saat ini adalah bagaimana caranya agar harga mobil bisa kembali terjangkau oleh konsumen. Jadi, mau diberi nama program apa pun, itu bukan masalah utama.
"Sekarang apa pun judulnya, mau dibilang LCGC, mau dibilang mobil listrik, atau mobil apa pun, pokoknya yang bikin harga terjangkau aja. Terserah mau dinamain, mau nggak dinamain, nggak apa-apa, yang penting harganya terjangkau," ungkap Jongkie saat menjawab pertanyaan dari awak media di Jakarta pada 29 September 2025.
Jongkie mengakui bahwa program LCGC di masa lalu memang sangat sukses mendongkrak penjualan mobil. Itu adalah bukti bahwa ketika ada opsi yang terjangkau, masyarakat akan antusias menyambutnya.
Namun, ia juga menyoroti fenomena baru yang kini menjadi kompetitor serius. "Program LCGC berhasil. Dengan dilabeli persyaratan ini, itu dan lain sebagainya, berhasil," jelas Jongkie. "Sekarang tapi kan udah tersaingi dengan mobil-mobil dari Tiongkok."
Ngerinya, kini banyak bermunculan mobil listrik murah dari China yang menawarkan pilihan baru bagi konsumen. Ini membuat persaingan semakin ketat, namun di sisi lain, juga memberikan lebih banyak opsi bagi masyarakat yang mencari kendaraan dengan harga bersahabat.
"Jadi terpenting konsumen itu juga banyak pilihannya sekarang. Ya kan bagus lah. Udah makin maju, makin besar industri otomotif (kita)," pungkas Jongkie. Artinya, tantangan industri otomotif bukan lagi sekadar menciptakan "mobil murah", tapi bagaimana tetap relevan dan kompetitif di tengah gempuran pilihan baru yang semakin beragam.
Penulis: Farah Novianti
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: Oktober 3, 2025