
NEWS TANGERANG– Kasus yang mengharukan terjadi ketika dua bersaudara, Farrel Mahardika Putra dan Nayaka Rivanno Attalah, melakukan aksi nekat menawarkan ginjal mereka demi membebaskan sang ibu yang ditahan di Polres Tangerang Selatan. Kisah ini menarik perhatian publik setelah mereka melakukan aksi di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta.
Kasi Humas Polres Tangerang Selatan, AKP Muhamad Agil Sahril, membenarkan bahwa Polsek Ciputat Timur sedang menangani kasus penggelapan yang dilaporkan oleh seorang pelapor dengan inisial PT terhadap terlapor SY (Syafrida Yani), ibu dari Farrel dan Nayaka.
Menurut Agil, setelah melalui serangkaian proses penyelidikan dan penyidikan, Polsek Ciputat Timur telah mengumpulkan alat bukti yang cukup untuk meningkatkan status Syafrida Yani menjadi tersangka. Penahanan dilakukan pada hari Rabu, 19 Maret 2025, di Rutan Polres Tangerang Selatan.
Kapolres Tangerang Selatan memberikan perhatian khusus terhadap kasus ini, menginstruksikan agar Polsek Ciputat Timur menangani perkara tersebut secara profesional dan adil.
Kami menyaksikan bagaimana dua bersaudara ini melakukan aksi yang cukup mengejutkan publik. Mereka membentangkan banner berisi tawaran menjual ginjal di kawasan Bundaran Hotel Indonesia pada Kamis, 20 Maret 2025. Bukankah ini merupakan tindakan yang sangat ekstrem? Tentu saja, namun hal ini menunjukkan betapa besar kasih sayang mereka terhadap sang ibu.
Farrel menceritakan bahwa peristiwa ini bermula dari ibunya yang diminta membantu mengurus rumah keluarga ayahnya yang sering bepergian ke luar negeri karena bekerja di sebuah maskapai penerbangan.
“Ibu saya hanya seorang penjual makanan rumahan. Awalnya ibu hanya membantu saudara ayah untuk mengurus rumahnya, karena beliau bekerja di sebuah maskapai sehingga sering keluar negeri,” ucap Farrel saat ditemui di kawasan Bundaran HI.
Selama bekerja di rumah tersebut, Syafrida Yani kerap diperlakukan seperti pembantu dan sering menerima perlakuan kasar dari keluarga ayah Farrel. Perlakuan ini akhirnya membuat Yani memutuskan untuk tidak lagi mengurus rumah tersebut.
Tak terima dengan keputusan Yani, pemilik rumah melaporkannya ke Polsek Ciputat dengan tuduhan penggelapan barang dan sejumlah uang. Hal yang menarik adalah bahwa pelapor adalah iparnya sendiri.
Menurut Farrel, barang dan uang yang dituduhkan digelapkan sebenarnya adalah pemberian langsung dari pemilik rumah. Uang tersebut digunakan untuk kebutuhan rumah tangga.
“Saat diperiksa, ibu saya tak bisa membela diri karena tidak diberikan pendamping. Di sisi lain pelapor ditemani pengacaranya,” tutur Farrel.
Baca Juga: Berapa Biaya Masuk SMKN 5 Tangsel Terbaru? Cek Disini!
Yani sempat menunjukkan rincian pengeluaran dari uang yang diberikan oleh pemilik rumah, dan bahkan telah mengembalikan ponsel serta uang sebesar Rp10 juta yang sebelumnya diberikan kepadanya. Namun, Yani tetap ditahan di Polres Tangerang Selatan.
Setelah aksi kedua anaknya yang menarik perhatian publik, keluarga tersangka mengajukan permohonan penangguhan penahanan. Permohonan ini kemudian menjadi bahan pertimbangan bagi penyidik Polsek Ciputat Timur.
Setelah melalui proses evaluasi, pada hari Jumat, 21 Maret 2025, penyidik Polsek Ciputat Timur memutuskan untuk mengabulkan permohonan penangguhan penahanan terhadap Syafrida Yani.
“Untuk saat ini tersangka sudah berkumpul kembali dengan keluarganya,” kata AKP Muhamad Agil Sahril.
Farrel mengucapkan terima kasih kepada Kapolres Tangerang Selatan dan Kapolsek Ciputat Timur karena telah mengabulkan permohonan penangguhan penahanan terhadap ibunya.
“Terima kasih untuk bapak kapolres Tangsel, dan bapak kapolsek Ciputat Timur telah mengabulkan permohonan penangguhan penahanan ibu saya yang kami ajukan dan akhirnya terkabulkan. Ibu bisa pulang kembali dan bisa berkumpul kembali bersama keluarga,” ungkapnya.
Kasus ini mengingatkan kita tentang kompleksitas hubungan keluarga dan sistem peradilan. Seperti pepatah mengatakan, “Kasih ibu sepanjang masa, kasih anak sepanjang galah.” Tindakan kedua anak ini menunjukkan bahwa kasih anak bisa juga sepanjang masa, bahkan rela mengorbankan organ tubuhnya demi sang ibu.
Perlakuan tidak adil yang diterima Syafrida Yani dari keluarga suaminya membuat kita bertanya-tanya, seberapa sering konflik keluarga berakhir dengan proses hukum yang tidak seimbang? Dan seberapa sering pihak yang lebih lemah harus menderita karena ketidakseimbangan kekuatan?
Kasus Syafrida Yani yang berujung pada aksi nekat kedua anaknya menawarkan ginjal di Bundaran HI merupakan gambaran nyata tentang betapa kompleksnya hubungan keluarga dan sistem peradilan. Meskipun Syafrida Yani kini telah bisa berkumpul kembali dengan keluarganya, kasus ini meninggalkan banyak pertanyaan tentang keadilan dan perlindungan hukum bagi mereka yang berada pada posisi lemah.
Kita berharap ke depannya, kasus-kasus serupa dapat ditangani dengan lebih adil dan profesional, dengan mempertimbangkan semua aspek dan bukti yang ada, serta memberikan kesempatan yang sama bagi semua pihak untuk membela diri.
Syafrida Yani ditahan oleh Polres Tangerang Selatan atas tuduhan penggelapan yang dilaporkan oleh keluarga suaminya. Namun, setelah kedua anaknya melakukan aksi menawarkan ginjal di Bundaran HI dan keluarga mengajukan permohonan penangguhan penahanan, ia akhirnya dibebaskan dan bisa berkumpul kembali dengan keluarganya.
Farrel dan Nayaka menawarkan ginjal mereka sebagai bentuk aksi untuk mendapatkan perhatian publik dan mengumpulkan dana demi membebaskan ibu mereka yang ditahan. Ini menunjukkan betapa putus asanya mereka dan besarnya kasih sayang mereka terhadap sang ibu.
Konflik bermula ketika Syafrida Yani diminta membantu mengurus rumah keluarga suaminya yang sering bepergian ke luar negeri. Selama bekerja di sana, ia kerap diperlakukan seperti pembantu dan menerima perlakuan kasar, yang akhirnya membuatnya memutuskan untuk tidak lagi mengurus rumah tersebut.
Berdasarkan penjelasan Farrel, barang dan uang yang dituduhkan digelapkan sebenarnya adalah pemberian langsung dari pemilik rumah dan digunakan untuk kebutuhan rumah. Syafrida juga telah mengembalikan ponsel dan uang Rp10 juta yang diberikan kepadanya. Namun, proses hukum tetap berjalan dan ia sempat ditahan.
Setelah melalui proses evaluasi, pada 21 Maret 2025, penyidik Polsek Ciputat Timur memutuskan untuk mengabulkan permohonan penangguhan penahanan terhadap Syafrida Yani. Ia kini telah berkumpul kembali dengan keluarganya, meskipun proses hukum mungkin masih berlanjut.
Penulis: Tita Yunita
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: Maret 24, 2025