NEWS TANGERANG– Kabar gembira datang dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) bagi kamu para calon pembeli mobil bensin. Mereka baru saja mengusulkan ide brilian: memangkas Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) untuk mobil bensin. Usulan ini diharapkan bisa jadi angin segar di tengah pasar otomotif yang lagi lesu.
Ide ini bukan tanpa alasan, lho. Tujuannya jelas, untuk meringankan beban di dompet konsumen dan sekaligus mendongkrak penjualan mobil yang belakangan ini agak seret. Siapa sih yang enggak mau harga mobil impian jadi lebih terjangkau?
Beban Pajak Bikin Harga Mobil Melambung Tinggi
Coba bayangkan, harga mobil baru di Indonesia bisa melonjak hampir 40 persen dari harga aslinya gara-gara pajak. Angka ini terbilang fantastis dan seringkali bikin calon pembeli mikir dua kali. Enggak heran kalau banyak yang bilang pajak kendaraan di Tanah Air termasuk salah satu yang tertinggi di dunia, bahkan dibandingkan negara tetangga kita.
Beban pajak yang tinggi ini tentu saja memberatkan konsumen. Apalagi di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya stabil, daya beli masyarakat cenderung menurun. Akibatnya, banyak yang menunda niat untuk membeli kendaraan baru.
Kok Bisa Sampai 40 Persen? Ini Rinciannya!
Angka 40 persen itu bukan cuma isapan jempol, tapi hasil akumulasi dari berbagai jenis pajak dan biaya yang harus ditanggung pembeli. Mulai dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), hingga Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Belum lagi ada asuransi SWDKLLJ, biaya penerbitan STNK, dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB).
Semua komponen ini kalau dijumlahkan, memang bikin harga akhir kendaraan jadi membengkak drastis. Ini yang membuat mobil baru terasa sangat mahal di kantong masyarakat, terutama bagi anak muda yang baru mau punya kendaraan pribadi pertama. Jadi, wajar kalau Kemenko Perekonomian mencari cara untuk menekan angka ini.
Jurus Pamungkas: Pangkas BBNKB, Bukan PPN/PPnBM!
Usulan pemangkasan BBNKB ini disampaikan langsung oleh Atong Soekirman, Asisten Deputi Pengembangan Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, Elektronika, dan Aneka (Ilmate) Kemenko Perekonomian. Menurutnya, BBNKB menjadi target utama karena lebih mudah diutak-atik dibanding pajak lain. Perubahan BBNKB bisa dilakukan melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri), yang prosesnya jauh lebih cepat dan sederhana.
Berbeda dengan PPN dan PPnBM yang perubahannya harus melalui Undang-Undang. Proses legislasi yang panjang dan rumit ini tentu akan memakan waktu lama, sementara pasar otomotif butuh suntikan semangat secepatnya. Jadi, BBNKB dipilih sebagai langkah awal yang paling realistis dan cepat.
Apa Itu BBNKB dan Kenapa Penting?
BBNKB adalah pajak yang dikenakan saat terjadi penyerahan hak kepemilikan kendaraan bermotor, baik itu kendaraan baru maupun bekas. Ini adalah salah satu komponen terbesar dalam biaya kepemilikan kendaraan, khususnya saat pertama kali mendaftarkan mobil baru atas nama pembeli. Di Jakarta, tarif BBNKB ditetapkan sebesar 12,5% dari Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024.
NJKB sendiri adalah nilai jual kendaraan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai dasar perhitungan pajak. Jadi, semakin tinggi NJKB mobilmu, semakin besar pula BBNKB yang harus kamu bayar. Pemangkasan BBNKB secara signifikan akan langsung memengaruhi harga jual akhir kendaraan, membuatnya lebih terjangkau di pasaran.
Harapan Konsumen dan Industri Otomotif
Dengan adanya pemangkasan BBNKB, harapan besar tertumpu pada peningkatan daya beli masyarakat. Harga mobil yang lebih murah tentu akan mendorong lebih banyak orang untuk berani membeli kendaraan baru. Ini bukan hanya kabar baik bagi konsumen, tapi juga bagi seluruh rantai industri otomotif.
Peningkatan penjualan mobil akan berdampak positif pada produksi pabrik, penyerapan tenaga kerja, hingga geliat bisnis di sektor pendukung seperti suku cadang dan layanan purna jual. Pasar yang aktif dan bergairah adalah kunci pertumbuhan ekonomi yang sehat. Jadi, langkah ini bisa jadi stimulus yang sangat dibutuhkan.
Potongan 50% atau Bebas Sama Sekali?
Atong Soekirman berharap ada harmonisasi dalam penetapan BBNKB. Idealnya, ia ingin BBNKB bisa dibebaskan sepenuhnya, alias 100 persen. Namun, ia juga realistis. Jika pembebasan penuh sulit diwujudkan, potongan 50 persen saja sudah dianggap sebagai langkah awal yang sangat baik.
"Kita minta potongan 50 persen untuk bea balik nama," ujarnya. "Karena memang namanya juga usaha, kalau memang dimungkinkan bebas 100 persen, 50 persen, atau 5 persen, mungkin ini sebagai langkah jurus baru agar harga jual bisa turun." Ini menunjukkan bahwa Kemenko Perekonomian siap bernegosiasi untuk mendapatkan hasil terbaik demi kepentingan konsumen dan industri.
Perbandingan dengan Negara Tetangga: Kita Paling Mahal?
Fakta bahwa beban pajak kendaraan bermotor di Indonesia lebih berat dibandingkan Malaysia atau Thailand memang cukup mencolok. Di beberapa negara, pemerintah justru memberikan insentif pajak untuk mendorong kepemilikan kendaraan, terutama yang ramah lingkungan. Hal ini membuat harga kendaraan di sana lebih kompetitif dan terjangkau.
Tingginya pajak di Indonesia tidak hanya membebani konsumen, tetapi juga bisa menghambat investasi di sektor otomotif. Investor mungkin akan berpikir ulang untuk menanamkan modal jika pasar domestik terbebani pajak yang terlalu tinggi, yang pada akhirnya bisa menghambat pertumbuhan industri secara keseluruhan.
Menanti Keputusan Para Pemangku Kepentingan
Meski usulan ini terdengar sangat menjanjikan, keputusan akhirnya tetap berada di tangan para pemangku kepentingan terkait. Kemenko Perekonomian hanya bisa mengusulkan, sementara eksekusi dan persetujuan akan melibatkan berbagai pihak, termasuk Kementerian Dalam Negeri dan pemerintah daerah yang selama ini menerima pendapatan dari BBNKB.
Tentu ada pertimbangan dari sisi pendapatan daerah. Pemangkasan BBNKB berarti potensi pengurangan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor ini. Oleh karena itu, diskusi dan negosiasi yang matang akan sangat diperlukan untuk menemukan titik tengah yang menguntungkan semua pihak, baik pemerintah, industri, maupun masyarakat.
Kita semua tentu berharap usulan ini bisa segera terealisasi. Jika BBNKB benar-benar dipangkas, ini akan menjadi kado manis bagi para pecinta otomotif dan dorongan besar bagi pasar kendaraan di Indonesia. Siapa tahu, mobil impianmu yang selama ini cuma bisa dilihat di poster, sebentar lagi bisa terparkir di garasi rumah! Mari kita nantikan bersama perkembangan selanjutnya dari wacana menarik ini.
Penulis: Farah Novianti
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: September 26, 2025