
NEWS TANGERANG– Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau akrab disapa Ahok, terlihat mendatangi Bareskrim Polri pada Rabu (11/6). Kedatangannya kali ini bertujuan untuk memberikan keterangan sebagai saksi dalam sebuah kasus penting.
Wakakortasdipidkor Polri, Brigjen Arief Adiharsa, mengungkapkan bahwa Ahok diperiksa terkait proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta tahun 2015. Ini menjadi bagian dari upaya polisi mengumpulkan informasi.
Pemeriksaan Ahok sebagai Saksi
Dalam sesi pemeriksaan tersebut, Ahok menjelaskan secara rinci prosedur penyusunan APBD murni dan perubahannya. Ia juga memaparkan bagaimana penerapan sistem e-budgeting di masa kepemimpinannya.
Ahok secara tegas menyatakan ketidaktahuannya mengenai detail teknis pengadaan lahan rumah susun di Cengkareng, Jakarta Barat. Kasus ini memang belakangan santer diduga melibatkan praktik korupsi.
Menurutnya, detail pengadaan tanah dalam APBD Perubahan adalah tanggung jawab Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait. APBD Perubahan 2015 sendiri telah ditetapkan melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 229 Tahun 2015, yang disusun oleh Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).
Arief Adiharsa menambahkan bahwa semua keterangan yang disampaikan oleh Ahok akan dicatat. Informasi ini nantinya akan menjadi bagian dari berkas perkara yang akan dilimpahkan polisi ke kejaksaan.
Kasus Pengadaan Lahan Rusun Cengkareng
Berkas perkara yang dimaksud berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi. Fokusnya adalah pengadaan tanah untuk pembangunan rumah susun oleh Dinas Perumahan dan Gedung Pemda DKI Jakarta pada tahun anggaran 2015 dan 2016, berlokasi di Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat.
Kasus ini bermula dari pembelian tanah seluas 4,9 hektare dari pemilik sertifikat bernama Toeti Noezlar Soekarno. Diduga, dalam proses pembeliannya, Toeti melalui kuasa hukumnya memberikan sejumlah uang kepada Kepala Bidang Pembangunan Perumahan dan Permukiman Dinas Perumahan dan Gedung Pemda Jakarta.
Ahok sendiri sempat menyoroti anggaran rusun senilai Rp 684 miliar yang dianggapnya janggal. Ia kemudian meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut dugaan ini dan meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit.
Kronologi dan Penetapan Tersangka
Menindaklanjuti permintaan Ahok, BPK pun melakukan klarifikasi. Hasilnya, BPK menduga adanya penyimpangan dalam pembelian lahan tersebut, yang berpotensi merugikan keuangan negara.
Di saat yang bersamaan, Bareskrim Polri juga turut menelusuri kasus ini. Penyidik mencurigai adanya indikasi korupsi dalam pengadaan lahan di Cengkareng tersebut.
Dari serangkaian penyelidikan, dua orang akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Sukmana, mantan Kepala Bidang Pembangunan Perumahan dan Permukiman Dinas Perumahan dan Gedung DKI Jakarta, serta Rudy Hartono Iskandar yang berperan sebagai pihak swasta.
Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), diperiksa Bareskrim Polri sebagai saksi pada Rabu (11/6) terkait proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta tahun 2015. Dalam pemeriksaan tersebut, Ahok menjelaskan prosedur penyusunan APBD murni dan perubahannya, serta penerapan sistem e-budgeting. Keterangan ini akan menjadi bagian dari berkas perkara yang akan dilimpahkan ke kejaksaan.
Pemeriksaan ini berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan lahan rumah susun di Cengkareng tahun anggaran 2015 dan 2016. Ahok menyatakan tidak mengetahui detail teknis pengadaan lahan tersebut, menegaskan itu tanggung jawab Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait. BPK menduga adanya penyimpangan yang merugikan keuangan negara, dan Polri telah menetapkan dua tersangka, yaitu Sukmana dan Rudy Hartono Iskandar.
Penulis: Santika Reja
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: Juni 12, 2025